Pesantren adalah lembaga berbasis masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, menyemaikan ahlak mulia serta memegang teguh ajaran islam rahmatanlilalamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kutipan yang telah dipantenkan dalam Rancangan Undang-Undang Pesantren baru-baru ini, menjelaskan secara jelas mengenai apa itu pesantren.
Semua tahu bahwa pesantren merupakan ciri kekhasan islam di Indonesia yang tidak dapat ditemukan di belahan dunia manapun. Sebagai negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia. Pesantren dinilai mampu mengajarkan dan menyebarluaskan ajaran islam ke seluruh pelosok negeri. Jutaan santri dari berbagai penjuru pelosok tanah air menimba ilmu di lembaga tersebut.
Berbicara mengenai santri adalah berbicara mengenai keunikan, karena santri merupakan kaum terpelajar yang sederhana namun bersahaja. Rela membaur dan mengabdi tanpa embel-embel apapun di tengah-tengah masyarakat. Mereka adalah kaum yang betah melek dan rela tidur terbatas dengan harapan agar di masa mendatang kelangsungan agama dan negara tetap berjalan sesuai dengan tuntunannya.
Menjadi santri mestinya menjadi insan terbaik. Apa sebab? keberlangsungan agama dan negara tidak dapat diteruskan jika generasi yang melanjutkan estafet tersebut, memiliki kecacatan mental dan sikap. setidaknya ada beberapa karakter yang wajib dimiliki seorang santri yakni antara lain cinta kepada ilmu, tawadlu kepada kitab dan buku, memuliakan ahlul ilmi, istiqamahidan dalam belajar, dan selalu tajdiddun-niyyah.
Cinta kepada Ilmu
Seorang santri seyogyanya memiliki sikap cinta kepada ilmu, dalam kesehariannya seorang santri tidak lepas mempelajari berbagai macam ilmu, dari mulai bidang ahlak hingga tata cara peribadatan. Mereka yang menjadi insan terbaik mampu menghasrati pengetahuan, apa saja yang terpenting berguna di masa mendatang.
Seorang santri yang saya amati cerdas dan berpengetahuan luas dan cocok untuk ditiru di pesantren misalnya, Ia memiliki motivasi belajar yang tinggi, siang dan malam selalu terhiasi dengan ilmu. Dari mulai belajar kepada kiai hingga diskusi dengan teman sekamar. Santri yang memiliki kecintaan dengan ilmu memiliki rasa keingintahuaan yang tinggi. Mereka inilah orang-orang yang tidak pernah puas mencari permasalahan dan mencari jalan keluarnya. Setiap ada pelajaran yang diterima, selalu ia diskusikan dengan temannya.
Sebelum kiai atau ustadz menerangkan, ia terlebih dahulu membaca dan memahami tema apa yang akan dikaji. Biasanya santri model seperti ini akan menjadi santri yang cerdas di tengah-tengah masyarakat nantinya, kelak ia akan menjadi rujukan ketika ada ketidaktahuaan mengenai apapun yang terjadi kehidupan sehari-hari.
Tawadlu kepada Kitab atau Buku
Karakter yang kedua yang layak untuk ditiru adalah hormat kepada kitab atau buku. Santri yang saya cermati memiliki keunggulan dalam hal kecerdasan, memiliki rasa hormat terhadap kitab atau buku yang tinggi. Mereka selalu meletakan kitab dan buku di tempat yang baik. Bahkan cara membawanya saja, mereka sangat memperhatikan betul baik dan buruknya. Inilah tradisi pesantren yang tidak dapat ditemukan di lembaga pendidikan manapun.
Kabar baiknya bukan hanya perlakuan dalam meletakan dan membawanya saja yang diperhatikan. Para santri itu juga tidak lepas kesehariannya dari membaca kitab dan buku tersebut. Setiap selesai membaca mereka menulis kembali intisari dari apa yang telah dibaca. Sungguh bentuk ketawadluan dan kecintaan yang tinggi terhadap kitab dan buku yang layak ditiru. Lantas apa sebab membaca kitab atau buku begitu penting.
Studi menunjukan bahwa membaca setiap hari dapat mencegah alzheimer dan demensia, karena dengan membaca, otak terjaga tetap aktif dan membuatnya tidak mudah kehilangan ingatan. Sama seperti otot lain di dalam tubuh, otak membutuhkan latihan agar tetap kuat dan sehat.
Sejak bangun dari tidurnya santri sudah harus membuka dan memaknai isi kitabnya, kegiatan rutin mengaji sehabis subuh ini memiliki dampak yang positif bagi pembelajaran, karena para santri dapat memuntahkan kemalasan disaat para siswa-siswa di lembaga-lembaga pendidikan di luar pesantrem sedang lelap-lelapnya tertidur.
Memuliakan Ahlul Ilmi
Jika diluar sana orang-orang belajar ilmu pengetahuan dan menganggap biasa saja guru yang telah mengajarkannya, tidak dengan pesantren. Para santri sangat memuliakan kiai atau guru yang mengajarkan ilmu kepadanya. Kalau kita lihat ada seorang murid yang menundukan pandangan ketika berbicara dan berjalan dihadapan guru, itu adalah kekhasan pesantren.
Di tempat penuh cahaya ilmu itu, para santri juga tak ketinggalan untuk senantiasa mendoakan para guru-gurunya agar senantiasa diberikan kesehatan. Dari hal semacam inilah yang membuat pesantren terus mencetak generasi yang memiliki moral dan karakter yang baik, dua hal yang jarang diajarkan di lembaga pendidikan saat ini.
Istiqamahidan dalam Belajar
Habit is power and habit is the second nature. Hasil dari kebiasaan kita dalam belajar, proses pengulangan yang dilakukan dalam mendalami ilmu pengetahuan lambat laun akan membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah dan apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Saya melihat betul bahwa para santri yang memiliki kecerdasan selalu melakukan kebiasaan istiqamah (kontinuitas) dalam belajar, tak bosan untuk melakukan mutholaah pelajaran-pelajaran, memperbanyak hafalan, merutinkan diskusi, dan gemar bertanya. Karakter mereka yang positif, antusias, optimis, disiplin, tanggung jawab dan pandai membagi waktu membuat diri mereka sangat layak menjadi pemimpin generasi mendatang. Pemimpin yang bukan hanya sekedar pandai dalam ilmu pengetahuan, lebih dari itu. Mereka adalah insan-insan terbaik yang mampu membawa negeri kita menjadi lebih baik.
Tajdiddun-Niyyah
Nabi pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Al Bazzar mengenai keutamaan pagi hari, “Bangunlah pagi hari untuk mencari rezeki dan kebutuhan-kebutuhanmu. Sesungguhnya pada pagi hari terdapat barokah dan keberuntungan.” Nah para santri yang cerdas dan memiliki karakter unggul seyogyanya selalu mengawali pagi dengan tajdiddun-niyyah (memperbaharui niat), selalu ada keajaiban dan tugas yang harus ditunaikan para pembelajar di pesantren.
Para santri tahu betul bagaimana harus menyiasati ini. Mereka santri yang cerdas senantiasa mengingat-ingat kembali niat mereka menimba ilmu di pesantren, sebab lingkungan sekitar selalu berubah, orang-orang disekitar memiliki etos kerja yang tinggi, lantas jika seorang santri tidak mengukir prestasi dan pencapaian selama di pesantren, maka akan menghadapi kesulitan ketika kembali di tengah masyarakat. Untung saja santri yang cerdas selalu mensiasati waktu dengan terus mengasah tidak banyak berkeluh kesah.
Akhirul kalam, menjadi santri seharusnya menjadi insan terbaik. Karena kedepan keberlangsungan agama dan negara menjadi tuntutan. Kalau bukan santri yang mengisinya siapa lagi?