Apakah kaum santri telah mendapat tempat yang memadai di ruang media?.
Lanskap media (mediascape) dan pola-pola representasi mengenai dunia santri hari ini di era kemudahan digitalisasi. Sehingga menjadi tempat mereka membagi penilaian, pengalaman, pandangan, serta wawasan pengetahuan mereka untuk memberikan citra dan suara kemanusiaan. Bagi penulis, “suara santri adalah suara kemanusiaan”
Media berita lokal yang sudah masyhur harus memberi prioritas bagi narasi berita-berita yang ditulis oleh kaum santri dari peristiwa terkini maupun persoalan nyata yang terjadi di masyarakat semisal; tentang sosial-keagamaan dan isu-isu kemanusiaan.
From Inside and From Below, dari dalam atau bawah dengan cara demikian media-media lokal bisa memberi suara yang memadai bagi orang-orang pesantren atau santri. Kaum santri sebagai realitas yang dengan mudah kita temui di banyak tempat dari pesantren-pesantren yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Wartawan merupakan perantara budaya dan menegosiasikan idealismenya di ruang media. Secara tidak langsung dengan melihat posisi wartawan sebagai “aktor wacana yang aktif” di era media lokal online yang semakin kompetitif di zaman peradaban digital kini.
Penulis mengistilahkan dengan “Jurnalisme Kaum Santri” di era transformasi informasi dewasa ini di mana para santri berperan aktif dan berkontribusi dalam membangun budaya literasi itu sendiri. Akhir-akhir ini seringkali mendengar di berbagai seminar, diskusi, atau workshop dan webinar dengan tema yang berkaitan LITERASI. Literasi secara sederhana dimaknai dengan kemampuan individu dalam membaca dan menulis serta menganalisis dengan kemapuan berpikir kritis.
Masa muda mereka (kaum santri) dididik di lingkungan pesantren-pesantren yang menitikberatkan pada penguasaan al-turats, yakni aneka kitab-kitab klasik Islam yang telah terbukti integratif merawat paham ASWAJA “Ahlusunnah Wal Jama’ah”. Sehingga itu memperkaya paradigma keislaman mereka menjadi lebih responsif dengan situasi perkembangan zaman.
Jika menarik sejarah Nahdlatul Ulama (NU) dalam perkembangannya, NU tidak sedikit menghadapi resistensi yang tinggi terutama dari kelompok penjajah dan kelompok yang mengatasnamakan permurnian akidah, namun berupaya memberangus tradisi dan budaya Nusantara yang telah menjadi identitas kebangsaan.
Dalam perjalanan sejarah media cetak milik NU timbul-tenggelam seiring dengan dinamika pers di Indonesia. Jika menarik garis besar waktu dari masa silam hingga kini maka akan tergambar jelas kiprah NU dalam meramaikan dunia pemberitaan Islam di Indonesia.
Salah satu pendiri NU yakni KH Wahab Chasbullah merupakan kiai sekaligus pimpinan redaksi pertama yang menyadari betul betapa pentingnya pers, bahkan beliau sempat mengatakan “sebuah perkumpulan yang tak memiliki media, sama halnya dengan perkumpulan buta tuli” (dilansir dari Kompasiana/Juli 2022).
Untuk diketahui adapun media cetak NU yang dikenal dengan Majalah Swara Nahdlatoel Oelama pada tahun 1927. Kedua, Majalah Oetoesan Nahdlatoel Oelama (1928). Ketiga, Majalah Berita Nahdlatoel Oelama di tahun 1931-1953. Kemudian ada lagi produk pemberitaan dengan nama Berita LINO yang merupakan singkatan dari Lailatul Ijtima’ Nahdlatoel Oelama. Bentuk media ini lebih mirip dengan bulletin yang diterbitkan oleh PBNU sejak tahun 1937’an.
Suara ANO yang merupakan majalah Suara ANO pada tahun 1937. Majalah Suara ANO diterbitkan dan dicetak dengan stensilan— di antara produk jurnalistik lainnya; Suluh Nahdlatul Ulama, Suara Ansor, Obor Revolusi (koran harian), Majalah AULA PWNU Jawa Timur sejak tahun 1978 sampai saat ini. Buletin Jurnal Khittah pada tahun 1983, Tabloid Warta NU dari tahun 1985-2005, Majalah Santri yang diterbitkan oleh Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) di tahun 1996, Tashwirul Afkar sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Lakpesdam PBNU yang hanya terbit setiap triwulan. Majalah Risalah NU (Nahdlatul Ulama) diterbitkan pada tahun 2007 dan pada 11 Juli 2003 PBNU mengesahkan situs web NU Online.
NU Online pernah mendapatkan penghargaan Komputeraktif Award sebagai situs Indonesia Terbaik di tahun 2004-2005 kategori Sosial Kemasyarakatan. NU Online sebagai situs web resmi milik PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) yang berdiri sejak 11 Juli 2003. Media NU Online senantiasa memberikan informasi untuk Nahdliyin, khususnya dan masyarakat Muslim di Indonesia. Dan pada tahun 2020 NU Online meluncurkan aplikasi berbasis mobile, di mana dalam aplikasi tersebut terdapat ragam fitur yang memudahkan umat Islam secara umum menyerap berbagai displin ilmu antara lain; Al-Quran digital, Jadwal Shalat, Kompas Kiblat, Kalkulator Zakat, pun termasuk bacaan maulid, wirid/ratib, serta tahlil dan lainnya.
Melansir dari banten.or.id/Juli 2022. — NU Online merupakan produk jurnalistik berbasiskan keislaman masa kini yang menumbuhkan wawasan di masa depan. Dengan harapan bahwa pemuda-pemuda yang bergelut di organisasi katakanlah sebagai Aktivis Digital di era Milenial dan para cendekiawan muda.
Dengan kata lain NU Online adalah “Pemimpin Opini” yang konsisten dalam menyebarkan konten informasi berbasiskan keislaman Ahlusunnah Wal Jamaah (ASWAJA) di tengah gempuran media-media puritan (permurnian islam) yang kian tumbuh subur di tengah masyarakat pada dewasa ini. Kehadiran NU Online sebagai media masa kini yang semoga di 100 Tahun pertama, Satu Abad Nahdlatul Ulama dapat menjadi titik sentrum peradaban media berbasiskan keislaman yang tetap konsisten menyebarkan ajaran-ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah dengan narasi-narasi Islam yang menyejukkan umat. (30/01/2023), (Abdul Majid Ramdhani, penulis merupakan Alumni Pesantren Al-Hamidiyah, Depok, Jawa Barat).