Beberapa hari terakhir ini, ramai melintas dalam timeline berita kita tentang para crazy rich yang berurusan dengan para penegak hukum. Kasus ini menjadi satu titik balik setelah setahun belakangan ramai pemberitaan tentang gaya hidup mewah dan kedermawanan yang berlebihan dari mereka. Kita semakin mengamini, bahwa semua yang mereka pamerkan adalah flexing belaka.
Bagi yang belum mengetahui, flexing secara mudah bisa diartikan dengan pamer harta dengan cara mencolok untuk tujuan tertentu. Dan tujuan dari beberapa pesohor yang bermasalah dengan hukum ini adalah untuk menarik calon investor agar mau mendaftar dan berinvestasi pada aplikasi ataupun usaha yang mengontrak para crazy rich dadakan tersebut.
Saya tidak kaget, karena memang fenomena seperti ini akan selalu ada disetiap masa. Kasus pertama yang saya ingat adalah masalah investasi emas yang banyak memakan korban para tetangga saya di Kwagean. Kemudian kasus lain yang semakin jelas lagi saya ketahui adalah investasi koperasi yang terjadi di lampung. Waktu itu saya pun ditawari untuk ikut invest, dan dijanjikan akan mendapatkan imbal keuntungan 10% disetiap sepuluh harinya. Saya sendiri tidak pernah ikut, karena saya sudah pernah diingatkan bapak, jauh hari sebelum itu.
“lek ancen usaha iku bener seng diomongne, mestine wonge ora ngajak-ngajak. Dipek dewe lak penak. Wes sugeh wonge (kalau memang usaha itu benar seperti yang diomongkan, pastinya orang tersebut tidak mengajak orang lain. Dijalankan sendiri dan hasilnya untuk diri sendiri kan enak. Dan pastinya dia akan kaya sendiri)”. Bapak saya memang tidak banyak mempelajari teori, sesederhana itulah beliau berpendapat ketika melihat fenomena ini.
Namun tak hanya itu, ternyata beliau juga punya hitungan lain, beliau pernah berpesan kepada saya: “usaha seng hasile setiap bulan 10% songko modal, iki wes uakeh banget. Lan wes uangel banget. Mangkane lek enek seng njanjeni luweh, malah perlu dicurigai (usaha apapun, yang hasil untungnya 10% tiap bulan dari modal, ini sudah banyak sekali. Dan juga pasti sulit. Makanya, apabila ada yang menjanjikan keuntungan lebih dari itu, maka perlu dicurigai)”.
Beliau berpendapat seperti ini bukan karena hasil sekolah atau kursus, tapi memang hasil dari pengalaman hidup. Dan ternyata pesan sederhana ini sesuai dengan pendapat ahli ekonomi yang saya baca di Koran Kompas beberapa minggu yang lalu. Dalam kolomnya, sang ahli ekonomi berpesan: “Ingat selalu dua L dalam berinvestasi. Yaitu Legal dan Logis”.
Legal dalam artian tidak melanggar aturan perundang-undangan, dan logis berarti masuk akal. Terutama masuk akal hasil untungnya. Sebuah langkah mudah bagi kita untuk dijadikan pertimbangan sebelum berinvestasi.
Namun sifat rasional kita seringkali kalah oleh rasa tamak. Setelah melihat para crazy rich flexing, dan kemudian diajak join bisnis agar bisa seperti mereka, maka keinginan cepat kaya kita mengalahkan semua akal sehat. Saya selalu menjaga pesan dari bapak beberapa tahun yang lalu, yang intinya: “sugeh ki gak kenek dipekso gege (kaya itu tidak bisa dipaksakan segera)”. Setelah berpesan seperti ini, tak lupa kemudian beliau memberikan contoh usaha agar bisa menjadi orang kaya.
Salah satu prinsip agar cepat kaya dari bapak, berdasarkan cerita beliau dimasa mudanya: “Kulo nate tanglet ten gene tukang dokar kang wekdal niku termasuk sukses dados tiang sugeh. Jawabe piambake: rumus e sugeh ki ngekehne peng ngurangi sudo (saya pernah bertanya kepada seorang tukang delman yang waktu itu sukses menjadi orang kaya pada masanya, tentang kunci sukses beliau. Jawab sang tukang delman tersebut: rumusnya kaya yaitu memperbanyak perkalian dan mengurangi pengurangan)”. Yang dimaksud memperbanyak perkalian disini adalah memperbanyak sumber penghasilan. Dan yang dimaksud mengurangi pengurangan adalah dengan mengurangi pengeluaran. Maka bila seseorang bisa melaksanakan prinsip ini, insyaallah dia akan cepat kaya.
Tak hanya usaha dzohir, bapak juga selalu mengajar-contohkan kepada kami amalan-amalan dan juga wiridan yang bisa menunjang kita agar bisa menjadi orang kaya. Seperti membaca sholawat, mengistiqomahkan baca surat waqi’ah, hingga sholat dhuha disetiap harinya. Semua usaha dzohir batin ini, ditunjang dengan penataan hati untuk pasrah kepada Allah setelahnya.
Karena memang perlu diingat, semua usaha dan doa kita hanyalah lantaran bagi terkabulnya segala harapan baik. Jangan sampai semua itu justru jadi alasan kita mendikte Allah dengan menyempitkan anugerahnya harus sesuai dengan kriteria rezeki menurut ingin kita. Seperti contoh, bila kita sudah membuka toko atau menanam padi disawah, jangan lalu menyempitkan jalan Allah dalam memberi rezeki hanya lewat toko atau sawah kita. Kewajiban dan kekuasaan usaha kita hanya sebatas mengusahakan yang terbaik, mendoakan yang terbaik, dan berharap hasil yang juga terbaik. Selanjutnya pasrahkan saja pada Allah hasilnya.
Karena apa yang kita usahakan tak selalu punya hasil sama seperti kalkulator. Bila kita punya satu toko hasilnya 10, namun kemudian tak selalu ketika punya tiga toko hasilnya 30. Pun tentang cuaca, tak ada satupun musim ataupun cuaca alam yang bisa menghadang rezeki dari Allah. Yang penting kita harus berusaha dengan sepenuh hati dan ilmu, kemudian dipasrahkan saja kepada Allah hasilnya.
Pun dengan takdir menjadi kaya. Bila memang kita ditakdir kaya, maka kita harus faham bahwa semua hanyalah titipan. Sebagaimana pesan bapak suatu ketika: “Menowo awake iso faham, lek awake dewe ki diibaratno talang. Mung dipasrahi bondo kanggo nasarufne gone liane. Mongko biasane gampang diparingi sugeh karo pengeran (kalau bisa memahami bahwa hakikatnya kita ini diibaratkan hanyalah talang, yang hanya dipasrahi harta benda untuk ditasarufkan kepada yang lain. Maka biasanya akan mudah diberi kekayaan oleh Allah)”.
Namun bila tidak, maka bisa saja itu adalah wujud sayangnya Allah kepada kita. Karena harta benda pun bisa menjadi cobaan yang seringkali justru tak bisa kita hadapi. Sebagaimana keterangan dalam ngaji beberapa hari yang lalu: “Salah setunggale wujud entene rezeki dados cubo niku, lek enten tiang diparingi sugeh tapi mboten saget syukur. Niki sanes nikmat, tapi musibah damel piambake (salah satu bukti bahwa adanya rezeki harta benda justru menjadi cobaan adalah ketika seseorang diberi kekayaan namun tidak bisa mensyukurinya. Kekayaan ini bukan nikmat, tapi justru menjadi musibah baginya)”.
Pada akhirnya, sebelum anda bermimpi menjadi kaya, maka terlebih dahulu harus faham bahwa menjadi kaya butuh proses yang tidak sebentar. Butuh waktu dan ilmu dalam prosesnya. Pun bila semua prosesnya sudah benar dan baik, maka Allah pasti lebih tahu yang terbaik bagi kita.
Semoga kita bisa memahami proses baik, dan sabar menanti Allah menentukan takdir terbaik bagi kita. []
#salamKWAGEAN