Fanatisme sering kali terdengar dalam masyarakat, terutama kepada seorang penganut yang sangat fanatik terhadap agama dan hukum yang dia anut. Fanatisme tersebut lalu membuat seseorang merasa pemahamannya yang paling benar, sedangkan paham orang lain salah, akhirnya mereka cenderung tidak menyukai, bahkan mencela orang-orang yang memiliki pemahaman berbeda.

Jika merujuk pada bahasa latin, fanatisme berarti “fanaticus” (antusiasme, menggebu-gebu), “fanum” (tempat suci, kuil tempat pemujaan,), dan “fano” (pengabdian). Jika berdasarkan terminologinya, berarti pengabdian pada tempat suci atau kuil secara antusias dan menggebu-gebu. Sedangkan para pakar dalam bidang psikologi merumuskan kembali definisi fanatisme, menurut mereka fanatisme adalah usaha untuk mengejar dan atau mempertahankan sesuatu dengan cara-cara yang ekstrem dan penuh hasrat, melebihi batas kewajaran.

Fanatisme dalam belajar agama saat ini menjadi fenomena menarik. Menurut Data Badan Intelijen Negara (BIN) tahun 2018, sebanyak 39 mahasiswa yang mempelajari agama cenderung mengarah pada fanatisme, dikhawatirkan berujung pada sikap anarkis (jawapos.com). Fenomena fanatisme ini terjadi kepada seseorang, akibat fanatik terhadap satu guru atau satu ustaz, seorang tersebut meyakini apa yang disampaikan oleh guru atau ustaznya adalah yang paling benar, dan apa yang disampaikan oleh guru atau ustaz yang lain adalah salah, akhirnya mereka menutup hati dan pikiran dari pendapat guru dan ustaz yang lainnya.

Fenomena fanatisme ini lalu berdampak kepada umat Islam, meskipun menganut agama yang sama, sering kali kita melihat mereka saling mengakimi dan merasa paling benar dari orang lain, baik dalam dunia maya (media sosial) dan dunia nyata. Ini terjadi akibat perbedaan referensi ustaz yang mereka jadikan sebagai guru atau ustaz.

Seringkali, sesama umat terbagi menjadi beberapa kelompok dan kemudian berbeda pandang. Kelompok satu menjadikan guru atau ustaz A sebagai referensi, dan kelompok lain menjadikan guru atau ustaz B sebagai referensi, berbeda referensi di kalangan umat ini lalu menjadi pemicu perbedaan pendapat antar sesama umat.

Baca Juga:  Lawan Fanatisme Melalui Islam dan Pendidikan Cinta Damai

Misalnya kasus pada hukum bunga bank, beberapa guru atau ustaz memiliki perbedaan pendapat pada kasus ini, ada yang menghalalkan dan ada yang mengharamkan. Syekh Wahbah Az-Zuhaili mengharamkan, melalui kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu dia menulis berurutan sebanyak tiga kali “haram, haram, haram”, bunga bank itu haram. Sedangkan Syeikh Dr. Muhammad Sayyid Thanatawi menghalalkan, beliau berfatwa bunga bank yang dihasilkan dari menabung tidak haram, tetapi merupakan bagi hasil atas usaha yang dilakukan bersama.

Menurut Prof.Quraish Shihab, pakar Tafsir Al-Qur’an, Allah berfirman melalui surat Saba’ ayat 25 “katakanlah: kamu tidak akan dimintai tanggung jawab atas apa yang kamu kerjakan dan kami juga tidak akan dimintai tanggung jawab atas apa yang kamu kerjakan”. Quraish Shihab memberikan penjelasan, maksud ayat tersebut seorang diberikan kebebasan dalam melakukan apa yang agama dan fikirannya perintahkan, seseorang pun harus meyakini dan mengakui kebenaran tersebut dalam dirinya dan tidak masuk dalam keyakinan dan pengakuan orang lain. Akhirnya, untuk menentukan suatu keputusan siapa yang benar dan siapa yang salah masuk pada wilayah Tuhan di akhirat nanti.

Quraish Shihab menambahkan pada masa nabi, nabi pernah berucap “bantulah saudaramu baik dia benar maupun dia menganiaya”, kemudian sahabat bertanya kepada nabi, “bagaimana ini wahai nabi? Jika yang kami bantu adalah seorang yang teraniaya itu wajar, lalu bagaimana dengan seorang yang menganiaya, apa seorang itu juga harus kami bantu?” nabi lalu memberikan jawaban “bantulah seorang tersebut dengan meluruskannya, jangan membiarkan seorang tersebut melakukan penganiayaan”. Kesimpulan dari penjelasan Quraish Shihab yakni Islam tidak menganjurkan fanatisme, termasuk pada agama, yang menyebabkan perilaku tidak adil kepada orang lain.

Baca Juga:  Bahaya Fanatisme Beragama dalam Perspektif Agama Islam

Untuk itu, agar bisa mengurangi fenomena fanatisme dalam belajar agama, umat sebaiknya tidak hanya belajar kepada satu orang guru atau ustaz, mengingat bahayanya fanatisme. Maka begitu pentingnya meluaskan wawasan keberagamaan kita, agar nantinya tidak memiliki pemahaman agama yang sempit. Untuk itum, Umat diharapkan dapat belajar agama kepada guru atau ustaz yang lain, sehingga dimungkinkan menerima pengetahuan yang lebih banyak dan lebih luas. Umat juga diharapkan memiliki sikap keterbukaan dan toleransi, sehingga dimungkinkan terjalin sikap pertemanan dan persaudaraan antar sesama yang tidak mengedepankan sikap merasa paling benar atas sesama umat dan umat lainnya. [FJY]

           

Rekomendasi

Opini

Pendidikan Era Covid19

Covid-19 menciptakan problem baru pendidikan dan berpotensi mendorong inovasi pendidikan dan pembelajaran” – ...

Tinggalkan Komentar

More in Opini