Rahasia Pakaian

Pakaian bukan hanya benang-benang yang terajut. Bukan pula polesan warna-warni dengan ukiran indah. Ia tidak hanya sebatas pelindung tubuh, tetapi juga sebagai penanda batas-batas status sosial.

Pakaian bukan lagi sebagai pembalut tubuh tuk pelindung dari sengatan panas mentari dan cengkraman dinginnya malam. Bukan pula hanya tuk menutupi aurat, tapi ia sudah menjadi balutan kemewahan, kewibawaan, status kepangkatan, status diri tuk berada pada kemuliaan diri.

Pakaian dengan fenomenanya terekam dalam berbagai kisah cinta, murka dan angkara.

Kesedihan Nabi Ya’qub AS bermula dari pakaian Yusuf yang berlumur darah, dengan sobekan tipuan yang dicipta dengan darah penghianatan. Tapi pada akhirnya pakaian Yusuf pula yang memberi cinta dan kabar rindu, sehingga mata Ya’qub AS pun sembuh dari buta yang menjerat cinta, sobekan kainnya mampu menghapusnya.

Yusuf AS bertahta dan menjadi mulia, tidaklah secara tiba-tiba, ada kisah pakaian yang menjadi kisah pertaruhan cinta dan nafsu, yang berujung penjara. Sobeknya baju Yusuf AS di punggung adalah bentuk kekuatan Iman, lari dari pakaian yang mulai disingkap oleh Zulaikha, merayunya “haitalak”, pakaian transparan pun sebagai godaan. Tapi, Yusuf AS, tak bergeming, karena ia percaya “walibasuttaqwa dzalika khair” baju ketakwaan adalah lebih baik.

Pakaian dengan berbagai aksesorisnya, ukirannya, mahalnya, modelnya adalah tetap namanya pakaian, tapi harkat yang sebenarnya bagaimana menjaga tubuh dari godaan dunia yang selalu membawa sengsara. Pakaian terbaik adalah takwa, membalutnya dengan sobekan-sobekan kain sebagai materinya hanyalah bagian dari bagaiman tubuh tak celaka.

Pada setiap zaman, tidak sedikit yang hanya terpana dengan pakaian lahir, pakaian yang membalut kebusukan hati dan pikiran. Pakaian yang dipertontonkan sebagai pertunjukan diri. Diri yang hebat, gagah, perkasa, kuasa dan kehormatan.

Baca Juga:  Tiga Rahasia Kedamaian Hati dalam Doa Rasulullah

Walau tidak sedikit, pakaian yang digunakan adalah simbol batin, memilihnya adalah pilihan batin, yang tumbuh dari gerak hati yang jernih.

Tetapi, sangat sulit menilainya karena pakaian pola dan gaya juga tidak kalah dipertontonkan. Pakaian bukanlah satu-satunya ukuran dalam menilai kebaikan dan kejelekan seseorang, tetapi dengan pakaian, ia dapat dinilai. []

Halimi Zuhdy
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Pengasuh Pondok Literasi PP. Darun Nun Malang, Jawa Timur.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini