Pesantren.id – Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas pemeluk agama Islam dimana kehalalan suatu makanan merupakan hal mutlak yang dibutuhkan. Salah satu aspek suatu makanan halal untuk dikonsumsi adalah tidak adanya bahan baku, campuran, atau cemaran komponen babi pada makanan tersebut. Namun, umat Muslim saat ini bisa bernafas lega karena keberadaan campuran atau cemaran babi saat ini dapat dideteksi menggunakan pendekatan molekuler DNA.
Kehalalan suatu makanan telah menjadi permasalahan yang dibahas selama ratusan tahun dalam industri makanan. Upaya peningkatan efisiensi pengujian laboratorium molekuler terus dikembangkan untuk memudahkan umat Muslim di dunia mendapatkan makanan halal secara ilmiah dan terkontrol.
Teknologi dalam bidang biologi molekuler terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komputer (termasuk kecerdasan buatan). Salah satu teknologi paling dasar yang sudah sejak lama berkembang dan terus diperbarui hingga saat ini adalah mesin polymerase chain reaction (PCR) untuk memperbanyak fragmen DNA. Fragmen DNA yang berhasil diperbanyak dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi spesies-spesies tertentu secara spesifik, misalnya keberadaan campuran atau cemaran babi pada makanan.
Berbagai metode berbasis PCR untuk deteksi DNA babi pada makanan telah dikembangkan, misalnya metode yang menggunakan PCR konvensional (disebut pula tradisional), real-time PCR, dan PCR-restricted fragment length polymorphism (PCR-RFLP), dan lain-lain. PCR konvensional adalah yang paling mudah ditemukan di Indonesia, misalnya di Perguruan Tinggi, laboratorium molekuler milik institusi negara maupun swasta. Oleh karena itu pada tulisan ini akan dicontohkan deteksi campuran atau cemaran babi menggunakan PCR konvensional menggunakan hasil penelitian Mohd Hafidz dkk. (2017).
Mohd Hafidz dkk. (2017) melakukan penelitian pada makanan bakso, sosis dan sebagainya yang dijual di jalanan makanan Muslim (Moslem Street Food), semacam jalanan wisata halal di Kota Hat Yai, yaitu suatu kota di Thailand yang berbatasan dengan Malaysia. Pedagang-pedagang di tempat tersebut mengklaim bahwa makanan yang mereka jual adalah halal. Selanjutnya, analisis molekuler dilakukan di Laboratorium untuk mendeteksi kehalalan makanan-makanan tersebut. Prosedur penelitian molekuler dicontohkan pada gambar dibawah ini.
Penelitian dilakukan menggunakan primer yang dikembangkan oleh Rodriguez dkk. (2003) dan Ha dkk. (2017), primer adalah bahan baku spesifik yang dibutuhkan dalam PCR untuk mendeteksi fragmen DNA babi. Hasil penelitian ini cukup mengejutkan, karena klaim pedagang jalanan makanan Muslim tersebut keliru. Faktanya, secara molekuler Mohd Hafidz dkk. (2017) mengungkap ada cemaran babi pada sebagian besar makanan yang diperdagangkan. Bagaimana kita tahu? Bukankah itu tuduhan yang serius? Tentu saja, sebagai bukti, hasil gel elektroforesis untuk pendugaan cemaran babi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Berdasarkan gambar di atas, secara sederhana dapat diketahui bahwa pita fragmen DNA babi muncul pada beberapa sampel makanan, sedangkan pada sampel makanan halal ayam dan sapi fragmen DNA tersebut tidak muncul. Tentunya ini menjadi bukti bahwa teknologi molekuler yang berkembang saat ini dapat diandalkan untuk menguji kehalalan suatu makanan, tentunya ini bermanfaat bagi masyarakat Muslim.
Namun, walaupun demikian, sebagai seorang Muslim sudah sepatutnya kita sangat berhati-hati dalam membeli makanan yang diperdagangkan di jalanan, pasar, maupun tempat-tempat lainnya. Prioritaskan untuk makan makanan di rumah atau membawa bekal jika dalam perjalanan. Kehati-hatian tersebut dicontohkan oleh almaghfurlah KH. Bisri Syansuri, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, bahwa dalam perjalanan Beliau dari Jombang menuju Jakarta dan sebaliknya untuk mengurusi PBNU, Beliau selalu membawa bekal dari rumah dan menghindari untuk membeli makanan dalam perjalanan. []
Referensi:
M.M., Mohd Hafidz, Makatar W.-H., H. Adilan and T. Nawawee. Detection of pork in processed meat products by species-specific PCR for halal verification: food fraud cases in Hat Yai, Thailand. Journal of Food Science, 4 (2020): 244-249.