KisahUlama

Uwais Al-Qarni, Pemuda Penghuni Langit yang Doanya Tidak Tertolak

Uwais Al-Qarni, Pemuda Penghuni Langit yang Doanya Tidak Tertolak

Seorang Pemuda Yaman yang hidup di masa Rasulullah, Uwais Al-Qarni. Pemuda yang terkenal di langit karena keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Uwais terlahir bukan dari keluarga kaya raya, melainkan lahir dari keluarga fakir miskin. Ia seorang pemuda yatim yang hanya tinggal berdua dengan ibunya yang tunanetra.

Dalam kesehariannya, Uwais hanya seorang pedagang dan pengembala domba, penghasilan dari menggembala domba inilah yang Ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup ibunya. Sedangkan Ia sering berpuasa, semasa hidupnya ia habiskan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berbakti kepada ibunya.

Setiap kali melihat tetangganya yang lepas pergi menemui Nabi Muhammad Ia merasa sangat sedih, sedang Ia sendiri belum pernah menemui beliau walau hanya sekali. Ia sangat ingin bertemu, namun ibunya tidak bisa ditinggalkan karena kecintaannya yang mendalam kepada Rasulullah. Suatu hari Ia mendapat berita bahwa ada yang melempari Rasulullah hingga gigi nya patah, tak segan-segan ia juga mematahkan giginya dengan batu hingga patah.

Karena kecintaannya yang mendalam kepada Rasulullah, Ia selalu bertanya-tanya kapan kah ia bisa bertemu dan memandangi wajah beliau dari dekat. Hingga pada suatu hari Uwais mengungkapkan semua isi hatinya kepada ibunya dan meminta izin agar bisa bertemu dengan Rasulullah. Ibunya pun mengizinkan Uwais untuk pergi ke Madinah untuk menemui Rasulullah.

Ibunya berpesan “Pergilah wahai Uwais, temuilah Nabi di rumahnya dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang”. Dengah hati yang gembira, dan akhirnya ia tiba di Madinah. Di depan rumah Nabi, ia mengetuknya, setelah dibuka tenyata yang menyambutnya bukan lah Rasulullah, melainkan istri Nabi yakni Aisyah Ra. Aisyah menjelaskan kepada Uwais, bahwa Nabi sedang tidak ada di rumah, Nabi sedang berada dalam peperangan sehingga beliau belum bisa menemuinya.

Baca Juga:  Penafsiran Al-Qur’an Terhadap Kasus Pembunuhan Seorang Ibu yang Dilakukan Oleh Anak Kandungnya Sendiri

Uwais merasa kecewa yang sangat mendalam karena tidak bisa bertemu Nabi. Ia ingin sekali menunggu Nabi pulang dari medan perang, namun teringat pesan dan kondisi ibu nya yang sangat membutuhkannya, akhirnya Uwais memutuskan untuk kembali pulang.

Ketika Nabi Muhammad Saw pulang dari pertempuran, beliau menanyakan kepada Aisyah tentang orang yang mencarinya dan Ia pun menceritakan kepada Nabi. Aisyah menjelaskan bahwa ada seorang pemuda dari Yaman yang datang ingin berjumpa dengan Rasulullah, namun karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan, Ia tidak bisa menunggu kedatangan Rasulullah dan memilih pulang untuk menjaga ibunya.

Nabi Muhammad lalu menjelaskan bahwa pemuda itu adalah penghuni langit yang doanya tidak pernah tertolak. Beliau juga menceritakan kepada sahabat “kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah Ia mempunyai tanda putih di telapak tangan”. Beliau juga menyarankan agar siapapun yang menemuinya untuk meminta doa dan istighfar darinya, sebab Ia adalah penghuni langit bukan penduduk bumi.

Bertahun-tahun kemudian, Umar bin Khattab teringat dengan sabda Nabi Muhammad Saw tentang pemuda yang terkenal di langit. Sejak saat itulah khalifa Umar selalu mencari keberadaan Uwais dalam setiap rombongan khalifah yang datang dari Yaman. Hingga suatu saat Ia benar-benar berjumpa dengan pemuda Yaman tersebut.

Khalifah Umar Ra dan Khalifah Ali Ra datang ke pemukiman Uwais dan menemuinya. Keduanya lalu membuktikan perkataan Nabi tentang tanda telapak tangan Uwais, dan benar saja, tanda putih itu benar ada padanya. Tanpa berpikir panjang, Umar dan Ali meminta Uwais membacakan do’a dan istighfar untuk mereka, namun ditolak oleh Uwais, seraya berkata “ sayalah yang harus meminta do’a pada kalian.” Lalu, Umar dan Ali tetap meminta untuk di doakan dan akhirnya Uwais mendoakannya.

Baca Juga:  Ibu adalah Seorang Motivator Ulung

Ketika itu, Khalifah Umar hendak memberikan jaminan hidup kepada Uwais. Namun tawaran itu ditolak oleh Uwais. Ia berkata “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”

Kecintaanya terhadap Ibunya

Pada suatu ketika, Ibunda Uwais yang sudah tua renta mempunyai satu keinginan yang sangat sulit Uwais kabulkan. Ibunya berkata “Anakku, mungkin ibu tak lama lagi bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” mendengar perkataan ibu, uwais termenung. Jarak tempat tinggalnya menuju Mekkah sangatlah jauh, melewati padang tandus dan panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana dengan Uwais yang sangat miskin dan tidak memiliki kendaraan?

Uwais berpikir keras mencari jalan keluar. Kemudian dibeli lah seekor anak lembu dan dibuatkannya kandang lembu di puncak bukit. Setiap pagi ia bolak balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila… Uwais gila” kata orang orang yang melihat tingkah laku Uwais dan menganggap aneh terhadap apa yang dilakukannya tersebut.

Semakin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan Uwais. Karena usahanya naik turun bukit menggendong anak lembu kini anak yang membesar itu sudak tak terasa berat lagi. Setelah 8 bulan berlalu, sampailah pada musim haji. Uwais dan Ibunya pun ikut berangkat berhaji. Kini orang-orang mengetahui maksud Uwais menggendong anak lembu tiap hari , ternyata ia sedang berlatih untuk menggendong ibunya dari Yaman ke Mekkah.

Setiba di Mekkah Uwais senantiasa mendampingi ibunya menjalankan rangkaian haji. Ia berjalan tegap menggendong ibunya wukuf di Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah, begitu juga dengan Uwais.

Di hadapan Ka’bah, Uwais dan Ibunya berdoa, “ Ya Allah, ampunilah segala dosa Ibu” kata Uwais, “Bagaimana dengan dosamu nak?” tanya sang Ibu dengan heran. Uwais menjawab “Dengan terampuni nya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari ibu yang akan membawaku ke surga” Itulah keinginan Uwais tulus dan penuh cinta yang diharapkan kepada Allah semata.

Baca Juga:  Mengulik Makna Berbakti Kepada Orang Tua dalam QS. Al-Isra [17]: 23-24

Saat itu juga, Allah memberi karunia kepadanya, Uwais seketika itu sembuh dari penyakit sopaknya. Hanya tinggal bulatan putih di tengkuknya. Dan maksud dari bulatan yang disisakan di tengkukan Uwais inilah sebagai tanda untuk Khalifah Umar dan Khalifah Ali untuk Uwais, pemuda langit yang doanya tidak tertolak.

Wafatnya Uwais Al-Qarni

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke Rahmatullah. Anehnya, pada saat Ia hendak dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang ingin berebut ingin memandikannya. Ketika Ia hendak dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang sudah menunggu mengafaninya. Begitu juga ketika hendak menguburkannya, sangat luar bisa banyaknya orang yang berebutan untuk menguburkannya.

Wafatnya Uwais, telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang sangat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal semasa hidupnya Uwais Al-Qarni hanya dikenal seorang fakir yang dipandang rendah oleh orang-orang sekitar.

Karena keanehan masyarakat ketika wafatnya Uwais yang tersebar dimana-mana. Meraka saling bertanya-tanya, siapa sebenarnya Uwais. Dan saat itulah penduduk Yaman mengetahui, sosok Uwais yang sebenarnya. Hal ini disebabkan karena permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar dan Ali agar merahasiakan tentangnya. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi, Bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit bukan penduduk bumi.

Fatwa Am 'Azza Kusuma Dewi
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah