Ilmu Perbandingan Agama (III): Menuju Abad Modern

Masih dalam buku Zakiah Daradjat yang bertajuk “Ilmu Perbandingan Agama II”, penelitian Barat mengenai science of comparative relogion dilakukan oleh bermacam-macam golongan dari aliran yang masing-masing mempunyai keistimewaan dan perhatian tersendiri. Munculnya nama science of comparative religion (ilmu perbandingan agama) untuk perdanya muncul di abad ke-19, ketika Max Muller dengan tegasnya menulisnya dalam karya tulisnya yang bertajuk “Chips From a Herman Workshop” dengan istilah “Religion Wissenschaft

Penggunaan istilah tersebut, Ia bermaksud untuk menekankan bahwasanya ilmu yang masih tergolong baru tersebut terlepas dari sisi teologi. Maka dari itu, ia di dunia Barat memiliki jasa begitu besar terkait ilmu perbandingan agama. Bahkan masyarakat Barat menjulukinya dengan the father of comparative religion. Pada masa selanjutnya, muncullah tokoh-toh lain yang juga menulis hal serupa dengan tajuk “Primitive Culture”, yaitu E. B. Tylor (1832—1917). Lalu “The Golden Bought” yang ditulis oleh Y. G. Frazer. Secara garis besar dalam isi buku tersebut membagi tiga tingkatan intelektual dalam hidup manusia, diantaranya meliputi: magi—agama—sains.

Dalam proses perkembangannya, science of comparative religion pada akhirnya secara akademik mendapatkan penghargaan. Universitas Geneva yang terletak di Swiss ketika tahun 1873 merupakan Perguruan Tinggi pertama kali yang mengadakan jabatan pengajar (dosen) dalam bidang keilmuan ini. Waktu itu Fakultas Theologia Universitas Geneva sejak tahun 1868 mulai memberikan kuliah seputar ilmu perbandingan agama, yang pada waktu itu bernama Algemaine Religion Geschichte. Demikian Universitas Zurich, yang juga demikian dalam ilmu pengajaran Biblical Geography dan History of Religion.

Selang beberapa waktu, pusat pengajaran fokus keislmuan ini khususnya di Swiss berpusat di Universitas Basel. Alfred Bartholet dan Van Oralli yang merupakan dua Guru Besar terkemuka waktu itu menjadi tuan rumah pada 1904 dalam acara kongres internasional mengenai histories of religion. Tidak berapa lama setelah Swiss, menyusul dengan hal yang sama di negeri Belanda tahun 1877. Waktu itu fakultas-fakultas Theologia di Belanda telah melaksanakan dwi fungsi.di satu pihak sebagai tempat pusat studi ilmiah dan di lain pihak sebagai pusat latihan bagi para pejabat Gereja reformasi Belanda.

Baca Juga:  Pengobatan Tradisional Lebih di Percaya daripada Pengobatan Modern

Dalam buku karya E. J. Brill dengan judul “Books On Religion” (1976), pada waktu itu, C. P. Tiele telah mengajar sejarah agama, dan sejak dibentuknya Undang-Undang Perguruan Tinggi Nomor.1 Oktober 1877, maka fakultas-fakultas Theologia yang waktu itu berada di bawah naungan Universitas-Universitas Negeri, seperti Universitas Amsterdam, Groningen, Leiden dan Utrecht, lepas dari Gereja reformasi Belanda. Sejak saat itu, sejarah agama dinyatakan sebagai pelajaran yang netral dan ilmiah, dengan begitu tidak ada campur tangan lagi dari pihak reformasi Gereja. Pada akhirnya Tiele dikukuhkan menjadi Proffessor di Universitas Leiden, sedangkan tokoh lain yang Bernama Chantepi de la Saussaye juga demikian, yaitu bertempat di Amsterdam University, Groningen dan Utrecht.

Sedangkan hal serupa berkembang di Prancis sejak tahun 1879, College de Grance sudah menjabat sebagai dosen yang fokus keilmuannya pada histories of religion. Waktu itu juga di Lyons dibangun Musec Guimotsebuah museum, dan perpustakaan dunia yang mula-mula dipersembahkan bagi sejarah agama. Lalu Fakultas Theologia Katholik yang terletak Paris, Prancis, mulai mengenalkan seksi ilmu-ilmu agama pada 1886. Memasuki tahun 1900, seksi tadi untuk pertamakalinya menyelenggarakan International Congress on the History of Religion.

Waktu itu, Albert Boville berperan sebagai presiden kongres yang juga mengangkat C. P. Tielle beserta Max Muller sebagai presiden kehormatan. Sedangkan di kawasan Belgia, ilmu perbandingan agama diawali oleh seorang senator di Aviella, Pangeran Goblet yang memperkenalkan perbincangan agama pada tahun 1884 tentang kurikulum di salah satu Universitas di Brussel. Sementara itu Italia pun demikian, disiplin ilmu ini mulai dikenalkan pada akademisi melalui Perguruan Tinggi pada 1886 di Universitas Roma oleh Baldassare Lablanca yang waktu itu ditunjuk untuk menjadi pengajar histories of religion.

Bahkan, hal serupa menyebar sampai di negara Swedia, yang diawali dengan dibentuknya jabatan pengajar agama-agama dan histories of religion di Fakulty of Theologia, Upsala University(1877). Negeri Jerman pun tidak mau ketinggalan, mulai tahun 1901 mereka mulai mengembangkan studi (comparative religion). Negeri Inggris pun demikian, ada dua nama tokoh terkenal dalam bidang ini, yaitu Joseph Estlin Carpenter yang telah memberi kuliah perbandingan agama di Universitas London, dan Andrew Martin Fairbairn di Universitas Oxford pada tahun yang sama yaitu tahun 1876. Dari sini, kejayaan penyebaran ilmu perbandingan agama di dunia Barat yaitu pada era 1800-an.

Baca Juga:  Benazir Bhutto, Pemimpin Perempuan Pertama Bangsa Muslim dalam Sejarah Modern

Sedangkan di Indonesia, fokus keilmuan comparative religion mulai dipelajari dan ditempatkan dalam dunia akademisi sejak tahun 1960 di PTAIN di Yogyakarta. Memasuki tahun 1960, Fakultas Ushuluddin IAIN Yogyakarta membuka fokus studi comparative religion yang dipelopori oleh bapak perbandingan agama Bernama Dr. H. A. Mukti Ali. Kemudian ia juga melahirkan karya sebagai salah satu rujukan ilmu ini dengan tajuk “Ilmu perbandingan Agama: (Sebuah Pembahasan Tentang Methodos dan Sistema)”.

Seorang tokoh Bernama B. J. Boland dalam karyanya dengan judul “The Struggle of Islam in modern Indonesia”, (1971), menatakan bahwa, karya Mukti Ali “Ilmu Perbandingan Agama” hingga saat ini masih menjadi rujukan dan pegangan akademisi yang fokusnya pada keilmuan (comparative religion) di berbagai wilayah, terutama di Indonesia. Buku yang ditulis Mukti Ali, Bolland menyebutnya justru bukan Comparative Religion, akan tetapi ia akrab menyebutnya Theology of Religion. []

Ali Mursyid Azisi
Mahasiswa Studi Agama-Agama - UIN Sunan Ampel, Surabaya dan Santri Pesantren Luhur Al-Husna, Surabaya

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini