Firman Allah dalam QS. Al-Ahzab: 50.
Yang artinya : “Hai Nabi, sesungguhnya kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu milikiyang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang telah menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu dan adalah allah maha pengampun lagi maha penyayang.”
Ayat ini turun sebagai jawaban kepada Nabi Muhammad SAW terkait seorang mukminah yang menawarkan dirinya kiranya nabi Muhammad SAW berkehendak menikahinya sepeninggal sang suami (Abdul Akr ad-Dausi). Dia adalah sahabat Ummu Syuraikh. Nama aslinya adalah Ghaziyah bintu Jabir bin Hakim ad-Dausiyyah, ia adalah salah seorang perempuan Quraisy yang berasal dari kabilah Ghafathan yang sangat disegani oleh bangsa arab kala itu. Seorang perempuan yang sangat terkenal karena kekuatan imannya.
Ummu Syuraik tertarik dakwah Rasulullah SAW dan mengikrarkan ke-Islaman-nya dihadapan Rasulullah SAW, bersama suaminya. Ia mempunyai andil besar dalam dakwah, kecintaan dan keimanan yang yang membaja membuat Ummu Syuraik membaktikan hidupnya untuk mengibarkan panji-panji Islam. Keadaan dirinya yang hanya seorang perempuan tidak membuatnya terkungkung dan terhalang dalam dakwah, bahkan hal itu menjadi keuntungan baginya. Dalam kesehariannya yang selalu bergaul bertemu atau sengaja mengunjungi teman-teman sejawatnya ke rumah mereka, diam-diam ia menyelinapkan misidakwahnya dengan halus, dan penuh semangat, meski akan mendapatkan risiko yang sangat besar, terutama dari pemuka-pemuka Quraisy yang sangat anti terhadap dakwah Islam.
Namun apapun yang dia hadapi, ia rela mempertaruhkan nyawa dan semua yang ia miliki demi dakwah dan kebenaran. Ancaman siksaan dan intimidasi terhadap keselamatan jiwa dan harta tak membuat Ummu Syuraik mundur dari medan dakwah. Baginya. Iman bukanlah sekedar kalimat yang diucapkan oleh lisan, tetapi pada hakikatnya iman memiliki konsekuensi, amanah pasrah kepada yang Maha Kuasa. Keberhasilannya membawa sejumlah perempuan Quraisy masuk islam dalam waktu relatif singkat.
Suatu ketika seorang laki-laki mendengar adik perempuannya telah masuk islam, ia memarahinya, sang adik menjawab, “kenapa engkau memarahiku, tidakkah engkau tahu bahwa istrimu juga telah masuk Islam?” Gerakan Ummu Syuraik tercium oleh kafir Quraisy Mekkah dan akhirnya ia ditangkap. Lalu, mereka berkata, “ kalaulah bukan karena kaummu, niscaya kami akan berbuat sesuka hati kepadamu atau langsung memenggal kepalamu. Akan tetapi, kami akan menyerahkanmu kepada mereka”.
Saat Ummu Syuraik ditangkap, suaminya tidak ada bersamanya. Mereka berkata, “ Demi Allah, kami akan menyiksamu dengan siksaan yang berat!” Merekapun membawaku pergi dari tempat tinggalku. Waktu itu kami berada di Dzil Khalashah, suatu tempat di Shan’a (ibukota Yaman). Mereka membawaku menuju suatu tempat, mereka menaikkanku keatas unta yang kasar tanpa pelana. Kemudian mereka meninggalkanku tiga hari tiga malam tanpa makan dan minum, dan ketika berhenti mereka menurunkanku dan meletakkanku di bawah terik matahari, sedang mereka pergi berteduh. Selama itu mereka menahanku dari makan dan minum. Suatu ketika, saat mereka menurunkanku di sebuah tempat di bawah terik matahari hingga pikiran, pendengaran dan penglihatanku telah kabur seakan hampir pingsan, mereka berkata kepadaku, “Tinggalkan agamamu yang baru ini!” aku tidak mampu menangkap seluruh perkataan mereka, kecuali beberapa kata saja, dan aku hanya memberi isyarat dengan jariku ke langit sebagai ungkapan Tauhid.
Demi Allah dengan keadaan yang demikian itu, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang dingin diatas dadaku. Ketika kubuka mataku ternyata itu adalah sebuah ember yang berisi air. Akupun meminumnya seteguk. Kemudian ember tersebut terangkat dan aku melihatnya menggantung antara langit dan bumi. Setelah itu ember tersebut menjulur kepadaku untuk kedua kalinya. Akupun minum darinya kemudian terangkat lagi. Akupun minum hingga kenyang dan aku guyurkan ke kepala, wajah serta baju. Mereka terbangun dan melihatku seraya berkata “Dari mana engkau mendapatkan air itu, apakah engkau mencuri air kami?” aku menjawab “Demi Allah, tidak! Sesungguhnya ceritanya begini…” kemudian dengan jujur aku ceritakan kisahnya kepada mereka. Mereka berkata “Baik, kami akan melihat ember kami, akan kami buktikan kebenaran agamamu itu.” Mereka segera pergi menengok ember mereka dan mereka dapatkan bahwa ember tersebut masih tertutup rapat dan belum terbuka, Mereka bertanya keheranan. “Dari mana engkau mendapat air itu?” Aku menjawab, “Rezeki dari Allah yang telah diberikan-Nya kepadaku.” Mereka berkata, “Kami bersaksi bahwa Rabbmu yang memberimu rezeki itu juga adalah Rabb kami dan dia pula yang telah mensyariatkan islam.” Setelah itu mereka semua masuk islam dan hijrah ke Madinah.
Setelah beberapa lama menjadi janda, yaitu setelah hijrah ke Madinah. Ummu Syuraik menawarkan dirinya kepada Rasulullah untuk dinikahi. Istri beliau SAW, Aisyah yang merasa cemburu berkata kepada Ummu Syuraik, “Tidakkah engkau seorang wanita merasa malu menghibahkan dirinya (untuk dinikahi)?” Mendengar kalimat Aisyah Ummu Syuraik menjawab, “Ya, sayalah orangnya” Kemudian Allah mengabadikan dalam firman-Nya bahwa dia (Ummu Syuraik) dinyatakan sebagai perempuan mukminah sebagaimana QS.Al-Ahzab : 50 (tersebut di atas).
Dan ketika ayat ini turun, Aisyah berkata kepada Raulullah, “Sesungguhnya Allah telah menanggapi keinginanmu dengan segera.” Ketika nabi tidak menerima permintaannya, maka Ummu Syuraik tidak pernah menikah lagi sampai akhir hayatnya.
Keaktifan Ummu Syuraik sangat dihargai oleh Rasulullah SAW sebagaimana dalam sabdanya, yang artinya ;
“Demi Allah, jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran dirimu, maka hal itu lebih baik dari bagimu daripada unta merah.”
Wallahu a’la. []