Dalam filosofi islam, istihgfar mempunyai makna, seseorang yang senantiasa memohon ampunan atas kesalahan, berusaha menaati perintah Tuhan, dan tidak melanggarnya. (Ensiklopedia Tasawuf Imam al-Ghazali Hal. 204)
Tepatnya 17 Januari 2021 kemarin, saat pengajian Kitab Bulughul Maram bersama Ustad Mudhafar (salah satu pengajar di MAN PK Jombang) di kelas 12 PK 2, beliau sempat bercerita mengenai satu doa untuk menghadapi berbagai problematika di dunia.
Begini kisahnya, alkisah ada empat orang yang sedang tertimpa musibah dan hendak sowan pada seorang kiai yang konon karamahnya masyhur hampir di seluruh penghujung Nusantara. Beliau bermukim di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Madura, Kecamatan Bangkalan. Namanya Kiai Abdul Lathif atau yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Khalil Bangkalan.
Sesampainya di sana tanpa menanti waktu lama di hadapan murid-murid beliau orang pertama langsung menceritakan masalahnya dan bertanya, “Mbah Yai, di desa saya sering banyak yang kemalingan bahkan masyarakat juga kesulitan menangkap si maling itu, lantas usaha apa yang bisa saya lakukan?” beberapa saat dengan mantap beliau menjawab, “Kuncinya hanya satu, yaitu perbanyaklah istighfar.”
Kemudian orang kedua juga bertanya, “Lalu bagaimana dengan saya, Mbah Yai, istri saya sering menduakan saya dengan laki-laki lain, lalu usaha apa yang bisa saya lakukan?” setelah mangut-mangut beliau menjawab, “Kuncinya satu, yaitu perbanyaklah istighfar.”
Tak mau kalah dengan kedua temannya orang ketiga pun mengajukan pertanyaannya, “Kawasan tempat tinggal saya sekarang terjadi musim paceklik, bahkan hampir semua orang terkena busung lapar, lalu apa yang bisa saya lakukan, Mbah Yai?” setelah memandangnya beliau dengan mantap menjawab, “Kuncinya satu, yaitu perbanyaklah istighfar.”
Kini giliran orang keempat untuk mengajukan pertanyaan, “Lalu bagaimana kalau di daerah saya tidak pernah ada hujan sehingga sawah dan ladang saya kekeringan, usaha apa yang bisa saya lakukan?” dengan santai beliau menjawab, “Kuncinya satu, yaitu perbanyaklah istighfar.”
Baru saja setengah perjalanan pulang di dalam kapal, mereka baru menyadari bahwa jawaban yang disampaikan Mbah Kholil semuanya sama. Mereka yang heran dan kebingungan akhirnya memutuskan untuk kembali bertanya kepada beliau.
Saat mereka berjumpa, salah satu dari mereka langsung mengajukan persoalan tadi, “Bagaimana, Mbah Yai, kok bisa jawabannya hanya satu, padahal permasalahan yang kita alami sangatlah berbeda?”
“Orang yang berhasil mengistikamahkan istighfar maka dia akan mendapatkan jaminan nikmatnya surga,” dawuhnya. Jawaban sang Yai membuat keempat pemuda tadi bingung, ˝Lalu apa hubungannya dengan kenikmatan surga, Mbah Yai? Bukankah nikmat surga hanya bisa dirasakan di akhirat saja?” tambahnya.
“Di dalam surga tidak ada beban apapun sesuai empat pertanyaan yang kalian ajukan tadi, di sanalah tempatnya kedamaian dan ketenangan,” terang beliau. “Lalu apa hubungannya, Yai?” tanya mereka semakin penasaran. “Jikalau kamu mau mengistikamahkan istighfar setiap saat maka kenikmatan yang berada di surga juga akan senantiasa menyertaimu meskipun masih di dunia,” jelas beliau di depan empat orang tadi dan semua muridnya.
Akhirnya mereka mangut- mangut memahami penjelasan yang disampaikan Mbah Yai, dan pulanglah mereka dengan perasaan lega ke daerah masing-masing. Belum ganjil setahun, mereka sowan lagi kepada beliau serta mengabarkan bahwa amalan yang diberikan beliau memang benar-benar manjur sesuai yang dikatakan beliau.
Di dalam Al-Qur’an sebagai Al-Huda (sang pemberi petunjuk) kehidupan, Allah juga telah menjanjikan bagi hamba-hambaNya yang senantiasa mengingat-Nya melalui zikir istighfar, sesuai dengan firmanNya yang berbunyi :
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (١٠) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (١١) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (١٢)
Maknanya: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu (ber-istighfar-lah), sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu. Dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh ayat 10-12).
Al-Hafizh Ibnu Katsir juga berkata saat mengomentari ayat ini, “Jika kalian bertaubat kepada Allah, memohon ampun kepadaNya dan menaatiNya, niscaya Allah akan memperbanyak rezeki kalian, menurunkan air hujan yang penuh keberkahan dari langit, memberikan keberkahan dari tanah kalian, menumbuhkan tanaman, memperbanyak air susu ternak kalian dan menguatkan kalian dengan harta dan anak-anak, maksudnya Allah akan memberikan kalian kekayaan dan anak-anak, menumbuhkan berbagai macam buah-buahan bagi kalian, dengan air sungai yang mengalir di sela-selanya.”
Dari kisah dan pemaparan tersebut bisa kita simpulkan bahwa banyak keutamaan yang bisa diperoleh dari perkara-perkara kecil yang sering disepelekan ini. Mulai dari dibukakan pintu ampunan, memperluas rezeki, mendapat keberkahan, mengabulkan berbagai hajat, mempermudah segala urusan, dan lain sebagainya. Wallahu a’lam. []