dharma

Sebelum tidur, cobalah berdiri di depan cermin. Tataplah diri Anda dengan tulus dan jujur, lalu tanyakan pada sang hati: seberapa cintakah Anda pada diri sendiri, pada keluarga, profesi dan pencapaian hari ini? Nah, jika Anda bingung untuk menjawab, ucapkan syukur, sebab ia adalah doa terhebat hari ini, sekaligus prestasi paling agung untuk dijalani.

Tak masalah berapa lama Anda bekerja, tak jadi soal betapa sedikit Anda beristirahat, bukan seberapa keras kita mencoba dan menguji ketangguhan sebuah prinsip, tapi bagaimana menikmati proses itu sebagai fase pendewasaan diri. Inilah kerja paling nikmat.

Apabila Bill Gates 80 miliar kali lebih kaya dari Anda, itu tidak berarti ia 80 miliar kali lebih bahagia dari Anda. Bos Djarum dan BCA sudah menempuh proses untuk sampai pada pencapaian saat ini, begitu juga BJ Habibie, Muhammad Ali, Susi Susanti, Garry Kasparov, Christoper Nolan, Maria Sharapova dan Dalai Lama. Bagaimana dengan Anda?

Orang kaya bisa membeli apapun di dunia ini, tapi tidak dengan proses. Mereka tak bisa membeli sebuah kerja telaten bernama proses, kecuali dengan menjalaninya sendiri, menapakinya dengan tekun, saat demi saat.

Menerima pekerjaan sebagai ibadah tentu sangat kudus. Menjadikan kerja sebagai kasih yang menggembirakan jauh lebih penting daripada kalkulasi pendapatan. Inilah kemuliaan bekerja. Ini sikap mental yang paling sakral dalam bekerja. Panggilan jiwa.

Menentukan apa tujuan Anda bekerja selama ini akan sangat menentukan bagaimana cara dan proses Anda menggapai tujuan nanti. Yup, inilah makna bekerja. Anda tahu, bila Anda seorang pemimpin, tak seorangpun akan mengikuti Anda jika Anda tak tahu ke mana melangkah pergi.

Jadi, sebelum mencari resep jitu bagaimana menghadapi berbagai rintangan, mengatasi kendala dan cobaan, tentukan terlebih dahulu tujuan hidup Anda saat ini: hidup untuk makan atau makan untuk hidup. Hidup untuk bekerja atau bekerja untuk hidup. Nah, apabila dijalani dengan benar, hidup di dunia yang cuma sekali ini, sudah lebih dari cukup untuk kita memiliki pencapaian berarti.

Baca Juga:  Sujiwo Tejo, Sosrokartono dan Pesan Kehidupan dari Sebuah Syair

Istilah Sansekerta yang paling relevan untuk tujuan, cara, kewajiban, usaha, aturan dan kebenaran dalam hidup adalah “dharma” yang belakangan menjadi bahasa Indonesia: derma. Tentu saja, setiap orang memiliki dan memilih dharmanya masing-masing. Mengapa? Menjalani hidup dan pekerjaan orang lain, sehebat apapun itu, takkan sebanding dengan hidup dan pekerjaan Anda sendiri. Demikian pula doa. Bukankah tidak sedikit di antara kita yang berdoa tapi tak berdoa, betapa banyak di antara kita yang bekerja namun tak bekerja?

Teranglah kini mengapa para bijak bestari, para pertapa dan penganjur kesalehan mengajarkan pentingnya mengenal diri sendiri dengan melakukan perjalanan ke dalam diri (inner journey), jauh ke sisi-sisi paling kelam dari kedirian. Tidak ada kata terlambat untuk hal ini, tapi tidak mencobanya adalah jaminan gagal sama sekali dalam menjalani hidup. Apa sebab? Pada setiap bulir-bulir keringat yang menetes dari sebuah kerja, ada masa depan yang menanti, ada secercah asa yang menyimak dengan pasti. Masa lalu boleh suram, najis dan hancur lebur, tapi masa depan tetap suci dan penuh harapan.

Nah, apabila doa yang Anda miliki hari ini hanya kelapangan hati untuk bersyukur terhadap kerja yang Anda tekuni, itu sudah lebih dari cukup!. []

Ach Dhofir Zuhry
Alumni PP Nurul Jadid Paiton, Penulis Buku Peradaban Sarung, Kondom Gergaji dan Mari Menjadi Gila, Pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah Penasehat Dunia Santri Community dan pengampu kajian Tafsir Tematik NUonline tiap ahad sore 16.30 WIB

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah