Tafsir Surat An-Nisa Ayat 3: Hikmah Poligami yang Dilakukan Rasulullah

Beberapa dekade ini, di Indonesia khususnya, gencar sekali sekelompok umat Islam mempromosikan kebaikan poligami di masyarakat umum. Bahkan tak segan-segan mereka membuat seminar pelatihan dengan jaminan setelah mengikuti pelatihan tersebut maka peserta dapat melakukan poligami. Celakanya, dengan vulgar pula para pelatih seminar selalu mencantumkan jumlah istri dan anak yang dimilikinya. Pertanyaannya benarkah yang demikian tersebut sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad? Dan sesuai dengan akhlak para Salafush Sholeh?.

Secara historis, mayoritas ulama maupun sejarawan yang berpendapat bahwa sebelum Islam datang, derajat wanita di lingkungan negeri Arab seperti komoditi yang dapat diwariskan dan dapat diperjual-belikan sesuai dengan kepentingan laki-laki pada waktu itu. Poligami adalah salah satu simbol kebanggaan para laki-laki di zaman pra-Islam. Konsep poligami sebagai sebuah  kebanggaan ini terus berlangsung hingga Islam datang dengan membawa revolusi kebudayaan yang cukup signifikan dalam membuat perubahan dengan turunnya surat An-Nisa ayat 3:

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

Artinya:  Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim. (QS. An-Nisa 3:3).

Ayat di atas oleh para ulama tafsir dibagi menjadi 3 implikasi hikmah yang dapat diperoleh: Pertama, seorang wali anak yatim yang punya harta warisan dan sudah saatnya untuk diberikan kepadanya. Namun karena anak yatim tersebut sudah dewasa dan sudah waktunya menikah, maka wali tersebut ingin menikahinya dengan tujuan agar harta tersebut tidak berpindah tangan kepada si anak yatim.

Baca Juga:  Persepsi; Semua Masalah Itu Indah

Sedangkan di sisi lain, masih ada persoalan yang timbul jika pernikahan itu terjadi, yaitu antara harta waris anak yatim tersebut dan harta yang masih di tangan wali tersebut, sehingga apabila terjadi pernikahan akan menimbulkan kerancauan. Persoalan inilah yang memberikan kelonggaran pada wali anak yatim tersebut agar memilih wanita lain untuk dinikahi, dua, tiga atau empat.

Kedua, al-Qur’an memberikan syarat harus berbuat  adil jika memang ingin memiliki lebih dari satu istri (poligami).  Ketiga, jika syarat kedua ini tidak terpenuhi, maka dianjurkan untuk satu saja agar tidak terjadi kedzaliman.

Ketika Rasullullah sesudah dan sebelum datang membawa risalah kenabian, pada hakikatnya beliau selama 25 tahun melakukan monogami, yaitu hanya beristrikan Siti Khadijah saja.  Rasulullah baru melakukan poligami setelah Siti Khadijah meninggal dunia dan rentan waktu Rasulullah berpoligami hanya 13 tahun masa dakwahnya. Tetapi dari poligami Rasulullah ini memberikan hikmah yang sangat mendalam bagi umat Islam, yaitu ketika ayat tersebut turun Nabi Muhammad masih memiliki 9 orang istri dan beliau menceraikan 5 orang yang lain, dengan hanya mempertahankan 4 istrinya, yaitu Aisyah, Hafsyah, Ummu Salamah dan Zainab binti Jahsy.

Ketika Nabi Muhammad memperistri para wanita-wanita pilihannya pun, beliau memberikan yang cukup mewah di zamannya. Hal ini membuktikan keadilan secara “materi” dan sebagai sebuah penghormatan yang cukup tinggi terhadap para istri-istrinya. Sebagaimana yang tercantum dalam tulisan Abdur Rohman yang berjudul Poligami, jumlah mahar istri-istri nabi sebagai berikut:

1) Khadijah bint Khuwailid, janda 40 tahun: perjaka 25 tahun, dengan mahar 20 ekor unta. 2) Saudah bint Zum’ah, janda 60 tahun: nabi berusia 53 tahun, dengan mahar 400 dirham. 3) ‘Aishah, gadis 9 tahun: nabi 52 tahun, dengan mahar 400 dirham. 4)  Hafsah bint Umar bin Khattab, janda 35 tahun: Nabi 61 tahun, dengan mahar 400 dirham. 5) Zainab bint Khuzaimah, janda 2 kali, dengan mahar 400 dirham. 6) Ummu Salamah (Hindun bint Abi Umayyah), janda 4 anak, mahar 2 buah batu penggiling, 1 kendi air, 1 bantal kulit, 1 kasur yang isinya serabut, anak panah dan sehelai kain. 7) Zainab bint Jahs, janda 35 tahun: Nabi 56 tahun, mahar 400 dirham.  8) Ramlah bint Abi Sufyan (Ummu Habibah), janda 37 tahun, Nabi berusia 57 tahun, dan mahar 400 dinar (Abu Hasan, tanpa tahun). 9) Juwairiyah bint Harith, janda usia 20 tahun. 10) Safiyah bint Huyyai, janda 17 tahun. 11) Maimunah bint Harith, janda 26 tahun, 400 dirham.

Baca Juga:  Mengapa Tuhan Tidak Menjauhkan Keburukan dari Kita?

Dari beberapa nominal mahar di atas, rata-rata mahar Nabi yang diberikan kepada istrinya adalah 400 dirham. Satu dirham setara dengan 3,11 gram perak murni dengan nilai 13.200 Rupiah/gram tertanggal 9 Agustus 2019. Jadi jika dikalikan, mahar Nabi adalah 13.200 x 3,11 x 400 = 16.420.800 Rupiah (enam belas juta empat ratus dua puluh ribu delapan ratus rupiah). Adapun mahar untuk Khadijah adalah 20 ekor unta. Jika satu ekor unta seharga 15 juta rupiah, maka jumlahnya menjadi 300 juta. Sedangkan mahar untuk Ummu Habibah adalah yang terbesar, yaitu 400 dinar. Satu dinar adalah 4,25 gram emas. Harga satu gram emas tertanggal 9 Agustus 2019 adalah 708.319 x 4,25 x 400 = 1.204.142.300 (satu milyar dua ratus empat juta seratus empat puluh dua ribu tiga ratus rupiah). Jika para pelatih Poligami harusnya juga mencantumkan informasi berharga tersebut tentunya.

Dalam pandangan Taher Haddad yang menulis sebuah buku berjudul: Imra’atuna Fi al-Syariah wa al-Mujtama’ (Wanita Kita Dalam Hukum Islam dan Masyarakat), pada waktu surat An-Nisa ayat 3 turun,  sudah menjadi kenyataan di kalangan orang-orang Arab, mereka memiliki banyak isteri atau poligami menjadi hal lumrah, bahkan tidak terbatas jumlahnya, dengan maksud untuk membantu penggarapan tanah dan pelayanan di rumah, selain untuk kepuasan atau kesenangan. Islam kemudian datang dan memberikan batas maksimal untuk poligami. Nabi Muhammad SAW diriwayatkan pernah bersabda kepada orang yang memiliki istri lebih dari empat orang sebagai berikut: “Amsik arba’an wa fariq sairahunna” (pertahankanlah empat saja dan ceraikanlah selebihnya).

Masih menurut Haddad, kemudian Islam memberikan persyaratan berlaku adil bagi istri-istri itu. Di sini lalu Al-Qur’an surat An- Nisa ayat 3 menjadikan rasa takut untuk tidak dapat berbuat adil itu sebagai alasan untuk beristri seorang saja. Firman Allah itu berbunyi sebagai berikut: “Fa ankihu ma thaba lakum min annisai matsna wa tsulatsa wa ruba’ fa in khiftum anla ta’dilu fawahidah” (maka nikahilah dari perempuan-perempuan itu dua orang, tiga orang atau empat orang, tetapi jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil maka nikahilah seorang saja).

Baca Juga:  Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 17 dan Bahaya Ego Trap: Sering Terjadi Tapi Tidak Kita Sadari

Dari uraian di atas Haddad memiliki kesimpulan bahwa secara evolutif pada hakikatnya poligami mulai dicegah praktiknya oleh Islam. Maka dari itu pandangan di atas sangat relevan dengan pelarangan praktik poligami di Tunisia pada tahun 1951 dan Turki pada tahun 1917, ketika berubah menjadi negara sekuler. Minimal seperti Malaysia dan Pakistan yang mempersulit izin poligami yang mengharuskan poligami mendapat izin pengadilan arbritase yang cukup rumit persyaratannya hingga ancaman hukuman penjara bagi pelanggarnya. Tidak semudah praktik poligami di Indonesia yang hanya membutuhkan izin istri pertama, kedua dan ketiga bagi yang ingin menikah yang keempat kalinya, dengan tidak memberikan sanksi apapun bagi pelanggarnya. []

Sumber Referensi

Azni, Poligami Dalam Hukum Islam di Indonesia Dan Malaysia, Pekanbaru: Suska Press, 2015.

Abdur Rohman, “Poligami”, Jurnal Agenda: Jurnal Analisis Gender dan Agama, Vol. 2, Nomor I, Juli-Desember 2019.

Muhammad bin Ahmad bin Abi akr bin Farh Abu ‘Abd Allah al-Qurtubi, al- Jami’ al-Ahkam al-Qur’an, Kairo: Dar al-Kutub al-Misriyyah, 1964.

Mubaidi Sulaeman
Alumni Ponpes Salafiyah Bandar Kidul Kota Kediri, Peneliti Studi Islam IAIN Kediri-UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    2 Comments

    1. […] dalam memahami asal usul dari poligami. Sehingga diharapkan tidak ada orang yang menjadikan poligami sebagai pemuas nafsu saja terlebih dengan alibi mengikuti Sunnah Rasul. Wallahu a’lam. […]

    2. Adakah riwayat yang menyatakan bahwa setelah turunnya An Nisa ayat 3 itu Rasulullah menceraikan 5 istri istri nya dan hanya menyisakan 4 istri lainnya?

    Tinggalkan Komentar

    More in Pustaka