Rasulullah

Muhammad yang diangkat oleh Allah sebagai Nabi, sekaligus sebagai Rasulullah bertanggung jawab menyampaikan wahyu dan ajaran ke seluruh ummat manusia. Kehadiran Muhammad sebagai Rasulullah bukanlah tiba-tiba, melainkan secara langsung telah disiapkan oleh Allah swt sejak Muhammad di usia kanak-kanak, 4 tahun, hatinya dibersihkan oleh Malaikat Jibril dan di usia 25 tahun mendapat julukan Al Amin. Selanjutnya di usia 40 tahun diangkat oleh Allah swt sebagai Rasul Allah yang terakhir.

Muhammad sejak dari awalnya diamanati sebagai Rasulullah mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang sangat berat. Berangkat dari zero. Siti Hadijahlah sebagai hamba Allah swt, yang sekaligus isteri yang sangat dicintainya, sebagai orang pertama yang mempercayai kebenaran wahyu pertama dai Allah swt yg diterima Muhammad melalui Malaikat Jibril. Selanjutnya diikuti dengan Sahabat Abu Bakar Ash shiddiq, Sayyidina Ali, dan seterusnya.

Sebagai wujud tanggung jawab Muhammad selama hidupnya setelah diangkat menjadi Rasulullah selama 23 tahun secara garis besar dijalani di dua tempat penting, yaitu di Makkah dan di Madinah. Dua tempat yang masyarakatnya memiliki karakteristik yang relatif berbeda. Karena itu untuk efetivitasnya, strategi dakwah yang digunakan berbeda. Sebagaimana Rasulullah saw tegaskan “Khaatibun naasa ‘alaa qadri ‘alaa qadri ‘uqulihim”, (Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan tingkat kemampuan dan kondisinya).

Strategi dakwah yang dilakukan di Makkah tidak bisa lepas dari kondisi riil yang diwarnai dengan kejahiliyahan dan didominasi kaum Quraisy. Tantangannya berat dan sangat menyakitkan. Dakwah dilakukan dengan sembuny-sembunyi dan dilanjutkan dengan terganggu-terangan. Kultur masyarakat yang ada pada waktu itu menganut keyakinan Paganisme (suatu kepercayaan spiritual, atau praktek penyembahan terhadap patung dan berhala). Kehadiran ajaran baru yaitu agama Islam, yang dibawa oleh Rasulullah saw adalah ancaman bagi keberadaan agama atau kepercayaan yang sudah dianutnya.

Baca Juga:  Islam dan Nasionalisme

Dengan tantangan dan ancaman yang tak pernah berhenti, Rasululllah saw terus melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki cara dakwahnya. Nah strategi lain yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, pada saat awal-awal dakwahnya di Mekkah adalah menggunakan metode dakwah dengan hikmah dan uswah hasanah. Metode yang lebih mengedepankan pada nasihat yang baik dan uswah hasanah ini, menjadi strategi yang sangat efektif dalam melancarkan dakwah Rasulullah saw pada waktu itu. Strategi yang sangat persuasi dan inklusif.

Setelah melakukan dakwah di Makkah dengan penuh tantangan, akhirnya pada tahun ke-13 kenabuan, Rasulullah saw berhijrah ke Madinah dengan memakan waktu perjalanan selama 16 hari sampai di Masjid Quba. Dari Makkah yang diselingi dengan 3 hari di Gua Tsur, tempat persembunyian bersama Abu Bakar Ashshidiq, ketika dikejar orang Kafir Quraisy yang hampir ketangkap.

Untuk membentuk dan membangun sebuah masyarakat baru di Yatsrib, Madinah, dengan ragam suku dan kultur masyarakat yang beragam. Rasulullah saw mempunyai berbagai langkah dan strategi dalam mewujudkan hal tersebut. Pertama, membangun masjid. Pembangunan masjid selain berfungsi sebagai tempat ibadah juga berfungsi sebagai pusat kegiatan dakwah, pemerintahan, bermusyawarah dan lain sebagainya. Pembangunan masjid yang saling membahu tersebut, telah mengajarkan arti sebuah persaudaraan dan semangat persamaan antar umat manusia.

Kedua, menciptakan persaudaraan baru untuk membangun sebuah peradaban baru. Pada moment ini lah, Rasulullah saw menciptakan persaudaraan baru antara Kaum Anshar dan Muhajirin dengan mempertalikan keluarga-keluarga Islam. Di mana masing-masing keluarga mempunyai talian erat dengan keluarga yang lainnya, sehingga persaudaraan tersebut membentuk sebuah kekuatan baru. Yang kemudian membantu dakwah Rasulullah Saw.

Ketiga, membangun pranata sosial dan pemerintahan. Rasulullah saw mengadakan perjanjian dengan masyarakat Yahudi di Madinah dan berbagai elemen penting yang ada di Madinah. Yang kemudian perjanjian tersebut dikenal dengan Piagam Madinah, yang ditulis pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H.

Baca Juga:  Bergembira Menjadi Umat Nabi Muhammad SAW

Piagam Madinah berisi beberapa point penting, diantaranya yaitu; Kaum Muslimin dan Kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Mereka wajib saling membantu ketika diserang Muslih. Mereka saling mengingatkan, dan saling berbuat kebaikan, serta tidak akan saling berbuat kejahatan. Mereka wajib saling menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk kepentingan bersama. Berdasarkan Piagam Madinah, Rasulullah Saw berdakwah di Madinah, bukan hanya sebagai penyampai risalah wahyu dari Allah swt saja, melainkan juga sebagai pemimpin negara yang menjalankan kekuasaan politik dan militer. Begitulah dakwah yang disampaikan oleh Rasulullah Saw, selain dengan mauidzah hasanah dan uswah hasanah, juga dengan membangun toleransi di tengah keragaman, untuk mencapai sebuah kemaslahatan bersama tanpa ada paksaan.

Begitulah sulit dan beratnya perjuangan Rasullah Saw dalam menyebarkan Ajaran Islam. Di samping keuletan, kesabaran, keikhlasan, keteguhan, keberanian, dan toleransi, juga dukungan keluarga dan sahabat. Jika di Makkah dakwah lebih ditonjolkan penanaman aqidah, karena memulai dari nol, maka di Madinah dakwah lebih ditonjolkan di samping pemantapan aqidah juga ibadah dan muamalah, serta akhlaqul karimah, karena sebelum kehadiran Rasulullah sudah ada sejumlah ummat Islam. Dalam konteks Indonesia, di wilayah-wilayah tertentu bisa mengadopsi strategi Makkah, dan wilayah-wilayah lainnya kita bisa adopsi strategi Madinah. Para dai atau mubaligh harus kreatif menentukan strategi yang tepat.

Demikianlah strategi dakwah Rasulullah Saw yang memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi ummat Islam. Penentuan strategi sangat tergantung banyak variabel. Materi apa yang relevan, media apa yang tepat dan strategi apa yang dapat dipilih, semuanya bersifat kontekstual. Yang penting dakwah diusahakan seproduktif mungkin, sehingga semakin banyak ummat yang bisa diselamatkan dari kehidupan yang tersesat. Semoga kita bisa meneladani sejauh yang bisa dilakukan. Ballighuu ‘annii walau aayah”. [RZ]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini