Sayyidah Nafisah binti Hasan al-Anwar bin Zaid al-Ablaj bin al-Imam al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Tholib, suami dari Fathimah al-Zahro putri Rasululloh SAW. Begitulah Nasab agung dari perempuan istimewa yang biasa dikenang dengan nama “Permata Ilmu”. Lahir di Madinah pada tahun 145 H dan meninggal pada tahun 208 H di Mesir (762-824 Masehi).

Tumbuh Kembang di Madinah

Dari sedikit gambaran latar belakang di atas, Dari nasab yang agung dan mulia dapat diketahui kenapa Sayyidan Nafisah kecil kecerdasan dan kefasihan, tentu beliau mendapatkan khazanah keilmuan terkait al-Qur’an dan Hadits, baik melalui pengajaran atau hanya dengan melihat aktivitas-aktivitas kerabatnya.

Sejak kecil, sayyidah mempunyau hubungan emosianal dengan makam Nabawi, hal ini dapat diketahuin melalui kebiasaan Hasan al-Anwar, ayahnya yang sering mengajak Sayyidah Nafisah untuk ziarah dan berlama-lama di masjid Nabawiy mulai balita hingga usia enam tahun. Kebiasaan ini yang membuat Sayyidah Nafisah menjadi penghafal al-Qur’an di usian sebelum 10 tahun dan mempunyai rasa haus terhadap ilmu.

Di usia remaja, dia sudah menapaki dunia keulama’an bahkan sudah menjadi rujukan masyarakat untuk dimintai fatwa. Dari lingkaran keilmuan ini pula Beliau mendapatkan pinangan dari suaminya Ishaq Ma’taman, cucu dari Imam Husein, saudara kakeknya. Bisa dikatakan perkawinan ini merupakan kado dari Malik bin Anas untuk Sayyidah Nafisah sebagai muridnya yang telah menuntaskan ngaji kitab al-Muwaththo’ kepada Malik bin Anas.

Geliat Keilmuan di Mesir

Pada usian 44 tahun, beliau melakukan ziaroh ke mesir beserta ayahnya, suaminya dan anaknya. Diketahui bahwa tujuan ziarahnya adalah untuk ziarah ke Nabi Ibrahim AS, bukan tanpa sebab, ziarah ini merupakan bukti turunnya sifat Nabi Muhammad SAW yang sangat mencintai Nabi Ibrahim AS, sehingga semasa kecilnya, beliau selalu berdoa selepas ngaji di Masjid Nabawiy,

Baca Juga:  Hikmah Kaum Wanita di Rumah Ketika PSBB

“Ya Allah, Mudahkanlah Aku untuk berziarah ke Nabi Ibrahim AS”.

Setibanya di Mesir, Sayyidah Nafisah tidak dapat mengontrol keterkenalannya sebagi ‘ulama’ sekaligus ahlu bait. Jalan-jalan dipenuhi manusia yang ingin menyambutnya, disertai nuansa kegembiraan seperti perayaan pengantin, berantri untuk ziarah ke rumahnya dan meminta nasihat.

Di Mesir, Sayyidah Nafisah tinggal di rumahnya Jamaluddin al-Jassas. Di rumah ini pula Sayyidah Nafisah mulai menjalankan aktivitas-aktivitas keilmuan, mulai mengajar pengajaran fikih, al-Qur’an dan Sunnah. Antara lain muridnya yang menjadi Ulama; tersohor adalah Imam Syafi’i Dzun Nun al-Mishri, al-Samarqandi dan Utsman bin Said al-Misri.

Ibnu Katsir mengabadikan hubungan Sayyidah Nafisah dan Imam Syafi’i dalam al-Bidayah wa al-Nihayah :

Dia adalah seorang wanita kaya, banyak membantu orang-orang, terutama mereka yang lumpuh, mereka yang sakit parah dan semua orang yang sakit lainnya. Dia adalah orang yang sholeh, pertapa dan memiliki kebajikan yang berlimpah. Ketika Imam al-Syafi’i tiba di Medir, Imam Shyafi’i berbuat baik kepadanya dan terkadang menuntunnya dalam sholat di bulan Ramadhan”.

Wafat

Selepas itu, suaminya, Ishaq al-Mu’taman berkehendak untuk melakukan perjalanan menuju Hijaz, akan tetapi Sayyidah Nafisah tidak dapat ikut seraya berkata : Aku tidak dapat melakukan perjalanan itu karena aku bermimpi bertemu Rosululloh SAW, Beliau berkata : “Janganlah kamu bepergian meninggalkan Kota Mesir, Sungguh Allah SWT akan mengambilmu di sana.”

Di masa-masa ikhirnya, pada bulan Rojab tahun 208 H. Sebagaimana biasanya, Beliau berpuasa di siang hari, membaca al-Qur’an dan berdizikir setiap saat. Aktivitas ini berlanjut hingga Ramadhan dengan kondisi jasad yang sakit dan dimakan usia. Saat keadaan sakit, belau berkata “sejak 30 tahun aku berdo’a agar bisa berbuka puasa pada bulan Ramadhan, dan sekarang Allah mengabulkannya”, Beliau lanjut melantunkan ayat al-Qur’an sembari menyandarkan kepalanya ke dada Zainan anak perempuan saudaranya :

Baca Juga:  Reinterpretasi Makna Salih dan Salihah

لَهُمْ دَارُ السَّلَامِ عِنْدَ رَبِّهِمْ ۖ وَهُوَ وَلِيُّهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Bagi mereka (disediakan) darussalam (surga) pada sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka kerjakan.”

Dengan berakhirnya ayat di atas dari mulutnya, suaranya pun semakin lirih menuju hilang beriringan dengan dzikir Allah, Allah, Allah. [RZ]

Muhammad Ibtihajudin
Menamatkan Pendidikan S1 Ahwal Syakhsiyyah IAIBAFA Jombang, S2 Ahwal Syakhsiyyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan kini mengabdi sebagai Guru di Muallimin Muallimat Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Perempuan