Puasa di Bulan Ramadan merupakan salah satu pilar dalam lima pilar fundamental dalam Islam dan diwajibkan kepada seluruh Muslim yang telah dewasa dan sehat untuk melaksanakannya mulai dari terbit matahari hingga terbenam matahari selama satu bulan. Selama puasa, seorang Muslim dilarang makan, minum, merokok, dan melakukan aktivitas seksual.

Puasa Ramadan banyak menyebabkan perubahan fisiologis, biokimiawi, metabolis, dan spiritual pada tubuh. Meo & Hasan (2015) dalam Journal of the Pakistan Medical Association meringkas dari berbagai sumber ilmiah untuk menjelaskan perubahan fisiologis tubuh manusia selama menjalankan ibadah puasa Ramadan yang diuraikan berikut ini.

Selama menjalan ibadah puasa terjadi peningkatan jumlah sel-sel darah merah (eritrosit), sel-sel darah putih (leukosit), jumlah trombosit, dan HDL-c (High Density Lipoprotein Cholesterol). Eritrosit mengandung hemoglobin, yaitu protein yang bertugas untuk mengikat oksigen dari paru-paru ke sel yang membutuhkan di seluruh tubuh. Peningkatan jumlah eritrosit mengindikasikan adanya peningkatan jumlah pengikatan oksigen sehingga metabolisme tubuh dapat berlangsung lebih optimal.

Leukosit membantu meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh (imunitas) dalam memerangi komponen asing yang masuk ke dalam tubuh, termasuk virus. Peningkatan leukosit dapat mengurangi potensi sakit yang disebabkan komponen asing yang masuk ke dalam tubuh sekaligus mempengaruhi tingkat dan penggunaan energi di dalam tubuh.

Trombosit bertugas menghentikan pendarahan jika terjadi luka dengan cara membentuk benang fibril di tempat luka terjadi. Sedangkan HDL-c bertugas untuk mengikat jenis kolesterol lain―misalnya kolesterol lain dalam darah yang dapat meningkatkan resiko penyakit jantung―untuk kemudian dibawa ke hati untuk dihancurkan dan disingkirkan dari dalam tubuh.

Selain dampak positif di atas, selama puasa Ramadan dapat terjadi pula pengurangan ukuran lingkar pinggang yang disertai dengan penurunan berat badan, indeks massa tubuh, lemak dalam darah, glukosa dalam darah, tekanan sistolik dan diastolik darah, dan berkurangnya tingkat kecemasan.

Baca Juga:  Bagaimana Puasa Kita Pasca-Ramadan?

Puasa Ramadan juga menyebabkan terjadinya penurunan inflamasi. Inflamasi merupakan bagian dari respon imun. Inflamasi atau peradangan merupakan mekanisme tubuh dalam melindungi diri dari infeksi mikroorganisme asing, misalnya jamur, bakteri, dan virus. Mekanisme penurunan inflamasi disebabkan oleh penurunan pro-inflamattory cytokines IL-1b dan IL-6. Selain itu, puasa Ramadan juga berdampak pada penurunan TNF a (tumor necrosis factor a) dan promosi kanker.

Meo & Hasan (2015) menegaskan bahwa pada seorang Muslim yang sehat tidak ada dampak yang merugikan dari puasa di Bulan Ramadan terhadap fungsi kerja otak, jantung, paru-paru, hati, ginjal, hematologis, profil endokrin, dan fungsi kognitif.  Puasa di Bulan Ramadhan adalah suatu upaya non-farmakologis untuk meminimalkan faktor resiko dan meningkatkan kesehatan. Namun, terdapat beragam penyakit yang membutuhkan arahan dari dokter untuk melaksanakan puasa Ramadan, misalnya pasien dengan riwayat diabetes mellitus dan kelainan fungsi jantung. [HW]

 

Referensi

Meo, S.A. & Hassan, A. 2015. Physiological changes during fasting in Ramadan. J Pak Med Assoc. 2015 May;65(5 Suppl 1):S6-S14.

Abdul Basith
Doktor bidang Biologi, Pengurus Yayasan Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini