Tuban, Pesantren.id – Pesantren Langitan pada saat ini sudah mempunyai lebih dari 5500 santri yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia bahkan ada yang dari luar Indonesia seperti Malaysia. Pendok pesantrren ini dahulunya hanyalah surau kecil yang digunakan oleh pendiri pondok itu mengajarkan ilmunya dan mengembangkan keluarga dan tetangganya untuk meneruskan perjuangan dalam mengusir penjajah di tanah jawa.
Pondok pesantren ini pertama kali dipimpin oleh KH. Muhammad Nur, yang berasal dari desa Tuyuhan Lasem Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang merupakan keturunan dari Embah Abdur Rohman pangeran Sambo Lasem. KH. Muhammad Nur membina pesantren ini kurang lebih selama delapan belas tahun dan beliau wafat pada 30 Jumadil Ula 1290 H./ 1872 M dan dimakamkan di komplek pesarean Sunan Bejagung Lor selatan kota Tuban.
Selanjutnya pesantren ini dipimpin oleh Putra kedua dari KH. Muhammad Nur yang bernama KH. Ahmad Sholeh. Pada periode pengurusan KH. Ahmad Sholeh pesantren ini mulai dikenal oleh masyarakat luas, terbukti semakin banyaknya santri dari berbagai daerah seperti KH. Zainudddin Mojosari Nganjuk, KH. Hasyim Padangan, KH. Mustajab Gedong Sari Prambon Nganjuk, KH. Siddiq ayah dari KH. Ahmad Siddiq Jember, dan KH. Umar Dahlan Sarang Rembang.
Selain itu juga terdapat santri dari Kyai perintis pesantren besar seperti KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng, KH. Abdul Wahab Hasbullah Tambak Beras Jombang. KH. Ahmad Sholeh sendiri memimpin pesantren ini kurang lebih selama tiga puluh tahun (1870-1902 M.) dan beliau wafat pada tahun 1320 H, serta dimakamkan di Makam Islam Desa Widang.
Selanjutnya pada periode ketiga diteruskan oleh menantunya yang bernama KH. Moh. Khozin putra dari KH. Syihabuddin Rengel Tuban. KH. Moh. Khozin juga pernah menimba Ilmu di pesantren Kademalang asuhan KH. Kholil Bangkalan Madura selama dua tahun dan kembali menimba ilmu di Langitan pada tahun 1894 M. sejak itu beliau aktif membantu mengajar dan akhirnya dapat tugas memimpin dan mengasuh pondok selepas sepeninggal mertuanya.
Kemudian beliau menunaikan haji dan menimba Ilmu di Majidil Harom kepada Syekh Mahfudh At Termasi dan Guru-guru lainnya. Setelah kembali dari Makkah pondok pesantren langitan ini digenangi air dari bengawan solo dan mengabatkan erosi cukup berat sehinggan beliau terpaksa mengalihkan lokasi pondok semula ditepi bengawan solo kesebelah utara seperti saat ini.
- Mohammad Khozin ini mengasuh dan mengembangkan pondok pesantren langitan ini kurang lebih selama dua puluh tahun (1902-1919 M.), dan wafat pada tahun 1340 H. / 1919 M. dimakamkan di pemakaman Islam Desa Widang. Selanjutnya perujauangan beliau diterskan oleh KH. Abdul Hadi Zahid yang merupakan menantunya.
Sejak usia 11 tahun hingga 19 tahun beliau sudah mulai menimba ilmu di Lngitan, atas saran dari KH. Mohammad Khozin beliau melanjutkan nyanti kepada Syekh KH. Kholil Bangkalan Madura selama 3 tahun. Pada usia 23 beliau belajar di Pesantren Jamsaran Solo asuhan KH. Idris selama beberapa tahun. Kemudian pada usia 25 tahun beliau kembali menyantri di Langitan dan diambil menantu oleh KH. Mohammad Khozin. Pada usia 30 tahun beliau mendapatkan tugas untuk mengasuh Pondok Pesantren Langitan.
Pada kepengasuhan KH. Abdul Hadi Zahid sistem pembelajaran semakin berkembang. Terbukti dengan dirintisnya Madrasah Ibtidaiyah dan Mu’alimin pada tahun 1949 M. beliau mengasuh Pondok selama kuranglebih setengah abad (1921-1971 M.) dan beliau wafat pada senin 9 Safar 1391 H. / 5 April 1971 M. dalam usia 82 tahun dan dimakamkan di pemakaman Islam Desa Widang.
Selanjutnya kepengurusan itu diteruskan oleh KH. Ahmad Marzuqi Zahid dan KH. Abdullah Faqih, dalam generasi ini sinyal “AL AKHDZU BIL JADIDIL ASLAH” tetap diterjemahkan, diantaranya didirikan Madrasah Aliyah Putra dan Putri sebagai lahan menabur binih kader Muslim yang diharapkan memiliki nilai lebih karena dimasukkan methodelogi pendidikan dan pengajaran dalama upaya pembentukan terhadap santri Nasyrul Ilmi. []