Setelah menulis tentang mimpi rumah kemarin, ada salah satu teman yang kemudian berkomentar bahwa untuk menuju punya rumah, maka kita harus punya lahan dulu. Tidak mungkin membangun rumah tanpa tanah yang dipijak.
Saya kemudian ingat bagaimana bapak dulu pertama kali hijrah kesebelah masjid kwagean, beliau bertempat di tanah yang sangat sempit, dan hanya mampu membangun gubuk kecil ukuran tiga kali empat meter. Di gubuk inilah bapak beristirahat disela-sela jadwal ngaji, juga tempat menemui tamu.
Keadaan ini berjalan beberapa tahun, hingga akhirnya perkembangan jumlah santri dan keluarga yang membutuhkan pelebaran lahan. Akhirnya bapak pun selalu berdoa agar tanah disekitar pondok bisa menjadi tempat ngaji santri. Salah satu amalan yang beliau ajarkan adalah membacakan fatihah untuk seseorang yang mempunyai tanah tersebut: “lek njenengan pengen saget numbas setunggal tanah, setiap bakda solat fardhu njenengan maosaken fatihah khususon damel tiang kang nggadahi tanah niki, mugi-mugi saget dados nggadahe kulo. Terus maos fatihah peng pitu (kalau anda ingin bisa membeli suatu tanah incaran, setiap selesai solat fardlu anda bacakan fatihah yang diperuntukkan bagi yang punya tanah, semoga nanti tanah ini segera menjadi milik saya. Terus membaca fatihah tujuh kali)”.
Disamping rajin membacakan fatihah, bapak juga tak lupa untuk berikhtiar secukupnya untuk mengumpulkan modal membeli tanah. Bapak sendiri awalnya memelihara beberapa ayam yang kemudian setelah cukup banyak, lalu semua ayam tersebut dijual untuk keperluan membeli tanah sebelah rumah yang kebetulan ada pohon duriannya. Dan setelah diikhtiari dengan ilmu yang ada di kitab hikmah, ternyata dari hasil pohon durian ini juga yang akhirnya bisa digunakan untuk membebaskan lahan sekitarnya.
Terus bertambah luas tanahnya, hingga akhirnya cukup untuk pengembangan pondok waktu itu.
Jadi memang usaha bumi atau usaha dzohir harus sejalan dengan usaha langit yaitu doa yang diistiqomahkan. Bila keduanya bisa berjalan dengan sempurna, maka perlahan mimpi-mimpi pasti akan terwujudkan.
Bila fatihah tadi dibaca untuk membebaskan lahan khusus yang kita incar, bapak punya tips lain agar kita mudah diberikan kemampuan punya banyak tanah. Bapak pernah berpesan: “lek setiap tuku tanah, ojo lali ngekeki dua setengah persen nggone wong seng ndalani. Meskipun umume nengkene awake dewe seng tuku ora wajib ngekeki, tapi lek iso ngekeki, biasane gampang entuk tanah maneh sakteruse (setiap kali membeli tanah, jangan lupa untuk memberi uang senilai dua setengah persen dari harga tanah kepada orang yang menjadi perantara. Meskipun di masyarakat umum orang yang membeli tidak wajib memberikan komisi, tapi kalau kita bisa memberi maka biasanya akan mudah diberikan kekuatan membeli tanah lagi seterusnya)”. Dan tips ini sudah dijalankan dan terbukti dalam kenyataan kehidupan bapak sendiri. Hingga saat ini.
Disamping tips agar diberikan kemampuan membeli tanah, bapak juga menambahi pesan tentang niat membeli tanah yang baik. Terkhusus bagi seseorang yang bergiat dalam mengembangkan agama. “lek tuku-tuku tanah, diniati gawe ngembangne agomone gusti Allah, insyaallah diparingi gampang iso lek ngono (kalau membeli tanah, diniati untuk mengembangkan agamanya Allah. Kalau bisa begitu, insyaallah akan dipermudah segalanya oleh Allah )”.
Semoga kita bisa menata hati dan mimpi demi masa depan yang lebih baik lagi. Agar kita faham bahwa sejatinya kemampuan kita merencanakan tak akan lepas dari kekuatan tuhan menuntun langkah mimpi. Dan disetiap mimpi yang kita tekadkan. Harus ada usaha yang dibumikan, dan doa yang dilangitkan.
#salamKWAGEAN