Di antara ulama besar asal Nusantara yang menulis karya dalam bahasa Arab dan dicetak di Timur Tengah pada akhir abad ke-19 adalah Syaikh Abû Hâmid b. al-Qâdhî Muhammad Ilyâs al-Qandalî al-Jâwî, atau yang dikenal dengan nama Wali Hadi Kendal (w. 1930).
Merujuk pada nisbat yang terdapat pada akhir namanya, yaitu al-Qandalî, sosok Syaikh Abû Hâmid atau Wali Hadi berasal dari daerah Kendal, Jawa Tengah. Adapun judul kitab karya beliau yang dimaksud adalah “al-Salsal al-Madkhal fî ‘Ilm al-Sharaf” dalam bidang kajian ilmu morfologi Arab (ilmu sharaf).
Dalam buku “Mekka” yang ditulis oleh Snouck Hurgronje (1888), disebutkan jika sosok Wali Hadi Kendal menjadi representasi wilayah Jawa Tengah sebagai salah satu daerah di Nusantara yang memasok para ulama besar yang punya pengaruh di Makkah pada akhir abad ke-19 M. Selain Wali Hadi, sosok ulama asal Jawa Tengah lainnya yang dimention oleh Snouck adalah Syaikh Ma’shum b. Sâlim al-Samarânî asal Semarang (pengarang kitab Hâsyiah Tasywîq al-Khallân ‘alâ Syarah al-Âjurûmiyyah), juga Syaikh Muhammad Shâlih b. ‘Umar al-Samarânî atau yang dikenal dengan Syaikh Soleh Darat.
Snouck juga menyebut jika kitab “al-Salsal al-Madkhal” karya Wali Hadi Kendal tersebut telah dicetak pada tahun 1885. Kemungkinan kitab tersebut dicetak di Makkah oleh al-Mathba’ah al-Mîriyyah al-Kâ’inah bi Makkah al-Mahmiyyah, sebuah percetakan resmi milik pemerintahan Turki Usmani. Snouck menulis:
أما منطقة قندال فيبرز دورها العلمي أيضا من خلال كتاب أبي حامد محمد في علم التصوف والنحو، والذي طبع في عام 1885
(Adapun daerah Kendal, maka peran intelektualnya juga tampak pada dua buah kitab karangan Abû Hâmid Muhammad dalam bidang ilmu tasawuf dan tata bahasa Arab, yang dicetak pada tahun 1885)
Di Timur Tengah, kitab “al-Salsal” karya Wali Hadi Kendal ini bukan hanya dicetak di Makkah (Hijaz) saja. Kitab tersebut juga tercatat pernah dicetak di Kairo (Mesir) oleh Maktabah Dâr Ihyâ al-Kutub al-‘Arabiyyah (‘îsâ al-Bâbî al-Halabî) pada awal abad ke-20. Pada versi cetakan tersebut, terdapat taqrîzh (endorsement) dari tiga ulama besar Makkah yang menjadi mahaguru ulama Nusantara pada masanya, yaitu Syaikh ‘Abd al-Hamîd b. ‘Alî Quds al-Makkî (w. 1913) yang terletak di halaman depan, juga dari Syaikh Abû Bakar Muhammad Syathâ al-Dimyâthî (Sayyid Bakri, w. 1893), serta Syaikh Ja’far al-Nabi yang terletak di halaman belakang. Sayyid Bakri menulis:
(وبعد) فيقول خادم طلبة العلم بالسمجد الحرام كثير الذنوب والآثام راجي العفو والغفران من ربه ذي العطا أبو بكر بن المرحوم محمد شطا. قد اطلعت على كتاب السلسل المدخل في علم الصرف تأليف النبيل الفاضل واللوذعي الكامل الشيخ أبي حامد محمد بن القاضي محمد إلياس القندلي، فوجدته في غاية الضبط كأنه لآل في سمط، قد جمع في علم الصرف شوارده وقيد بأوتاد التحبير أوابده. فهو حرى بأن يقرأ ويدرس وحقيق على أن لا يعفى ويدرس. فجزى الله مؤلفه كل خير وحرسه من كل سوء وضير
(Wa ba’d. Berkatalah seorang pelayan bagi para penuntut ilmu di Masjidil Haram, seorang yang banyak dosa dan kesalahan, seorang yang mengharapkan pengampunan dari Tuhannya Dzat yang Maha Memberi, yaitu Abu Bakar putra almarhum Muhammad Syatha. Saya telah memeriksa kitab as-Salsal al-Madkhal fi ‘Ilmis Sharaf karangan seorang yang cerdas dan pemilik keutamaan, seorang yang jenius dan pemilik kesempurnaan, Syaikh Abu Hamid Muhammad putra al-Qadhi Muhammad Ilyas al-Qandali. Saya mendapatkan kitab ini sangat luar biasa. Kitab ini seumpama intan manik dalam untaian. Di dalamnya terhimpun kajian-kajian ilmu sharaf yang terpenting yang semula tercecer, menghimpunkan hal-hal yang luput dari kajian ilmu sharaf itu dengan keluasan ilmu pengaranganya. Kitab ini sangat penting untuk ditelaah dan dipelajari, tidak boleh terlewatkan dan harus diajarkan. Semoga Allah membalas pengarangnya dengan segala kebaikan, dan menjaganya dari segala keburukan).
Menariknya, salah satu cucu dari Abû Bakar Syathâ al-Dimyâthî al-Makkî ini ada yang berhijrah dari Makkah ke Kendal. Nama sang cucu itu adalah Sayyid Bakûr b. Ahmad b. Abû Bakar Syathâ al-Dimyâthî yang wafat dan dimakamkan di Kaliwungu, Kendal pada tahun 1965.
* * * * *
Meski kitab karya Wali Hadi ini tersohor di Timur Tengah, sayangnya saya tidak banyak mendapatkan limpahan data dan informasi terkait biografi dan kiprah intelektual Wali Hadi di Nusantara. Sebatas yang saya ketahui, Wali Hadi ini adalah seorang pengajar di masjid agung Kendal. Ayah beliau, yaitu Syaikh Muhammad Ilyas, adalah penghulu besar Kendal pada masanya. Wali Hadi wafat di Kendal pada tahun 1930 dan dimakamkan di kompleks pemakaman para ulama di depan Masjid Agung Kendal.
Daerah Kendal memiliki tradisi intelektual Islam yang sangat kaya dan lama. Salah satu tokoh terkenal dalam sejarah Islam di Kendal adalah Syaikh Asy’ari yang wafat dan dimakamkan di distrik Kaliwungu pada awal abad ke-19 M. Di Kendal juga, pada abad ke-19, telah terdapat banyak lembaga pendidikan Islam tradisional yang terbilang mapan. Potret kemapanan tradisi intelektual Islam di yang berkembang Kendal pada kurun masa tersebut tercermin, misalnya, dalam laporan yang ditulis pada 1886 oleh seorang pensiunan pejabat kolonial Belanda bernama W.E. Bergsma. Laporan tersebut selain meliputi daerah Kendal, juga mencakup daerah Tegalsari di Ponorogo (Laffan: 2015, 163-4). Disebutkan di sana, bahwa kitab-kitab yang dijadikan bahan acuan kajian-kajian keislaman di Kendal mencakup yang berbahasa Arab, Jawa dan Melayu.
Pada hari Selasa (23/2) yang lalu, saya berkesempatan menziarahi makam Wali Hadi di kompleks Masjid Agung Kendal. Di sana dimakamkan juga ayah beliau, yaitu Syaikh Muhammad Ilyas (w. 1300 H/1883 M), juga ibu beliau, yaitu Raden Ayu Halimah (w. 1311/1894 M). Di sampingnya lagi, terdapat juga makam Syaikh Abu Syuja’, yang tak lain adalah kakek dari Kiyai Ahmad Rifa’i Kalisalak (w. 1875).
Ziarah tersebut dilakukan bersama para kiyai Muda Nusantara pegiat literasi dan pelestari karya ulama Nusantara, yaitu Kiyai Usman Hasan Su Kakov dari Lajnah Turats Ilmi Syaikhona Bangkalan (Madura, Jawa Timur), Kiyai Nanal Ainal Fauz Nanal Ainal Fauz dari Turats Ulama Nusantara (Pati, Jawa Tengah), Kiyai Tubagus Bakri Tubagus Bakri Benu Ngamadexs dan Kiyai Syafiq Ainurridho Syafiq Cokrow Zastrow Prawirow dari Komunitas Pecinta Karya Ulama dan Manuskrip atau KOPIKUMANIS (Kaliwungu, Jawa Tengah) Kiyai Asep Abdul Qadir Jaelani dan Kiyai Ahmad Qusyairi dari Dâr al-Fâdânî (Bogor, Jawa Barat), Ustadz Mabda Dzikara Mabda Dzikara dari Sanad Media (Jakarta) dan lain-lain.
Wallahu A’lam.