Zakat merupakan rukun islam yang ke empat, adapun zakat sendiri ada 5 macam yaitu: zakat fitrah, zakat maal, zakat emas dan perak, zakat binatang ternak dan zakat tijaroh (dagang). Nah pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang zakat mal, Menurut Islam sendiri, harta merupakan sesuatu yang boleh atau dapat dimiliki dan digunakan (dimanfaatkan) sesuai kebutuhannya. Oleh karena itu dalam pengertian zakat mal, zakat mal artinya zakat yang dikenakan atas segala jenis harta, yang secara zat maupun substansi perolehannya tidak bertentangan dengan ketentuan agama.
Pelaksanaan zakat mal adalah menyisihkan sebagian harta yang dimiliki untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, baik melalui panitia zakat maupun didistribusikan secara sendiri-sendiri (mandiri). Kemudian bagaimana jika seorang berduit tidak melaksanakan hal itu atau mengabaikannya? Dan bagaimana nasib para fakir dan miskin di indonesia agar taraf ekonominya meningkat?
Zakat mal atau zakat harta adalah zakat yang wajib dikeluarkan jika harta kita telah mencapai lebih dari satu nisab. Zakat diberikan kepada para mustahiq zakat yang salah satunya adalah orang miskin dan fakir miskin. Zakat mal atau zakat harta yang wajib dikeluarkan proporsinya adalah 2,5 persen (zakat perdagangan, profesi, dan harta tersimpan) dari harta yang kita miliki.[1]
Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wajib hukumnya mengeluarkan zakat mal, jika tidak maka berdosa. Sebagaimana yang kita ketahui apa pengertian wajib yaitu suatu hal yang ketika kita melakukannya mendapatkan pahala dan jika tidak melakukannya mendapat dosa (siksa).
Di samping itu jika semua orang sadar akan zakat maal tentunya akan memberikan dampak yang signifikan pada perekonomian indonesia. Namun, faktanya pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar hanya dinikmati oleh beberapa orang atau golongan atas saja.
Realisasi zakat di Indonesia masih sangat kecil. Faktanya, zakat harta merupakan bentuk zakat yang masih diabaikan di Indonesia karena dari total potensi zakat sebesar 280 triliun, realisasi zakat nasional hanya sekitar 1,3 persen atau sekitar 4 triliun. Nilai tersebut merupakan nilai realisasi zakat yang sangat kecil yang mengindikasikan adanya masalah dalam sistem zakat nasional. Kesalahan dalam sistem zakat nasional merupakan tanggung jawab bersama baik pemerintah sebagai pengelola zakat dan juga masyarakat Muslim Indonesia sebagai pihak yang berkewajiban mengeluarkan zakat. Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan yang lebih dari para stakeholder zakat untuk dapat meningkatkan realisasi zakat nasional.[2] Oleh karena itu perlu adanya keseriusan dari pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan zakat nasional, mengingat isu mengenai potensi zakat sudah lama didengungkan.
Dengan demikian maka di anjurkan untuk menyegerakan zakat maal sebagaimana ungkapan Di dalam Nihayatu al-Muhtaj, Syekh al-Syirbiny menjelaskan:[3]
يجوز تعجيلها في المال الحولي قبل تمام الحول فيما انعقد حوله ووجد النصاب فيه
“Boleh melakukan ta’jil zakat harta yang bersifat menahun sebelum sempurnanya sifat haul-nya, khususnya untuk harta yang terikat dengan haul dan telah mencapai nishab”
Maksud dari harta yang bersifat menahun dan terikat dengan haul ini, adalah harta yang terdiri dari simpanan emas dan perak, perhiasan, ternak, harta dagang, uang simpanan, dan sejenisnya. Adapun, untuk harta tijarah, maka hal itu tidak mungkin dilakukan sebab bukan termasuk harta yang bersifat haul. Kewajiban zakat, sudah berlaku seketika saat panen tiba dan mencapai nishab. Terkait dengan harta menahun (al-mal al-hauli), di dalam ta’jil zakat harta ini, ada 4 ketentuan yang musti diperhatikan, yaitu:
أن يكون النصاب موجوداً في ملك المزكي عندما عجَّل الزكاة، فلا يصح تعجيلها قبل ملك النصاب
[Pertama] “Jika harta tersebut telah mencapai nishab dan menjadi milik sempurna pihak yang mengeluarkan zakat (muzakki) di saat ia hendak melakukan ta’jil-nya. Tidak sah menyegerakan zakat sebelum harta itu mencapai nishab.”
أن يكون التعجيل عن عام واحد، فلا يجوز تعجيل الزكاة عن أكثر من عام؛ لأن العام الثاني لم يبدأ بعد، فصار كتعجيل الزكاة قبل وجود النصاب
[Kedua] “Harta yang disegerakan pengeluarannya tersebut masih dalam bingkai satu tahun zakat. Tidak boleh menta’jil zakat untuk harta yang akan datang di beberapa tahun kemudian, karena tahun kedua hanya dimulai setelah tahun pertama usai. Penyegeraan zakat tahun kedua di tahun pertama ini menyerupai penunaian zakat sebelum tercapai ketentuan nishab.”
يشترط لصحة تقديم الزكاة أن يبقى مالك النصاب أهلاً لوجوب الزكاة إلى آخر الحول، وذلك ببقائه حياً، وبقاء ماله نصاباً، فلو مات قبل تمام الحول لا يعتبر ما عجّله زكاة
[Ketiga] “Syarat sah menyegerakan zakat adalah jika pemilik harta 1 nishab itu merupakan orang ahli zakat hingga akhir tahun, hidup hingga akhir tahun, dan hartanya mencapai 1 nishab di akhir tahun. Jika muzakki meninggal sebelum sempurna 1 tahun, maka apa yang telah ditunaikannya dengan segera, tidak dihitung sebagai zakat.”
أن يكون القابض للزكاة المعجّلة مستحقاً لها عند تمام الحول، فلو مات لم يُحسب المدفوع له زكاة
[Keempat] “Jika orang yang menerima zakat yang disegerakan pembayarannya itu termasuk orang yang berhak mendapatkan zakat ketika sempurna hitungan tahunnya. Dengan demikian, jika ia meninggal (sebelum sempurnanya tahun), maka apa yang diterima olehnya, sebelumnya, dari muzakki, tidak dihitung sebagai zakat yang dibayarkan kepadanya.”
Dari permasalah di atas dapat disimpulkan bahwa setiap orang harus ada keseriusan tentang zakat, karena di samping kita bekerja untuk duniawi juga harus ingat bahwa kita hidup bukan hanya untuk dunia tetapi juga untuk akhirat.
Di samping itu juga harus adanya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat melalui perbaikan yang serius pada pengelolaan zakat nasional dan peningkatan kesadaran masyarakat mengenai kewajiban zakat akan memberikan dampak signifikan pada perekonomian seperti turunnya angka kemiskinan, pengangguran, terciptanya lapangan pekerjaan, dan distribusi pendapatan yang lebih baik yang bermuara pada peningkatan perekonomian nasional yang lebih merata. []
[1] https://www.nu.or.id/post/read/79408/zakat-mal-yang-terabaikan
[2] https://www.nu.or.id/post/read/79408/zakat-mal-yang-terabaikan
[3] Al-Syirbiny, Nihayatu al-Muhtaj, Beirut; Daru al-Kutub al-Ilmiyyah, tt., juz 3, h. 141.