Mencintai Orang yang (Tidak) Tepat

Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul sangat penting, karena berakibat positif sebagai pemahaman pada suatu ayat. Pengetahuan tentang “asbabun nuzul” akan memperluas cakrawala berpikir. Dengan demikian, kita juga akan lebih mudah memahami makna ayat yang berkaitan, sebab turunya dan peruntukanya.

Salah satu ulama maestro yang faqih dalam permasalahan asbabun nuzul ayat adalah Imam Jallaludin as-Suyyuthi. Imam Suyuthi adalah keajaiban dalam ilmu-ilmu keislaman. Kenapa? Ia juaranya menulis kitab. Jumlahnya ratusan, beliau lahir 849 dan wafat 911H, hidup pada abad ke-15 di Kairo, Mesir.

Beliau menuangkan buah karyanyanya dalam Lubabun Nuqul Fi Ashabin Nuzul. Dalam kitab tersebut terekam bagaimana asbabul nuzul sebab turunya ayat al-Ahzab 53.

Kisahnya bermula dari Thalhah bin Ubaidillah ra sahabat sekaligus ipar Rasulullah, Thalhah pernah mengalami jatuh cinta yang tidak “tepat”. Tak tanggung-tanggung, yang dia cintai adalah Aisyah Binti Abu Bakar ra, istri kesayangan Rasulullah.

Seperti diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Sa’d yang bersumber dari Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm, bahwa suatu hari seorang lelaki (yaitu Thalhah), bertemu mendatangi salah seorang istri Rasulullah (Aisyah) dan bercakap-cakap dengannya. Laki-laki itu adalah anak-anak paman beliau. Ketika Rasulullah melihat hal tersebut, beliau berkata kepada laki-laki itu: “Jangan sampai engkau mengulangi tindakanmu itu untuk kedua kalinya!”.

Laki-laki itu lalu berkata: “Wahai Rasulullah, ia adalah anak paman saya. Demi Allah, saya tidak mengucapkan kata-kata yang tidak baik kepadanya, demikian juga ia”.

Akan tetapi, Rasulullah balik berkata: “Engkau telah mengetahui bahwa tidak ada yang lebih pencemburu dibanding Allah, dan sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu dibanding saya”.

Laki-laki itu kemudian pergi. Setelah agak jauh ia berkata, “Bagaimana mungkin beliau melarang saya berbicara dengan anak wanita paman saya. Saya sungguh akan menikahinya sepeninggal beliau kelak”.

Baca Juga:  Usaha Menjemput Husnul Khatimah

Rasulullah tentu tahu, bahwa Thalhah diam-diam mencintai Aisyah. Secara manusiawi, Rasulullah merasa cemburu dan mencoba memperingatkan Thalhah. Namun Thalhah bahkan mengatakan bahwa dia kelak akan menikahi Aisyah jika Rasulullah telah wafat.

Tentu ini sesuatu yang bisa dinalar. Thalhah lebih muda sekitar 25 tahun dibandingkan dengan Rasulullah, sementara Aisyah juga masih sangat muda. Akan tetapi, Allah tak meridhai hal tersebut. Peristiwa inilah yang akhirnya menjadi asbabun nuzul (sebab turunnya) Surat al-Ahzab: 53.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah”.

Begitu ayat ini turun, Thalhah sangat terpukul dan segera bertaubat. Ibnu Abbas ra berkata:

“Sebagai bentuk penyesalan dan tobatnya terhadap ucapannya di atas, Thalhah pun kemudian memerdekakan seorang budak, menginfakkan hartanya di jalan Allah seberat yang bisa diangkut sepuluh ekor unta, serta menunaikan haji dengan berjalan kaki.”

Kita bisa mengukur berapa kira-kira harta yang diinfakkan oleh Thalhah, yang jumlahnya bisa diangkut 10 ekor unta.

Akan tetapi, rasa cinta yang mendalam itu tak juga pergi dari Thalhah. Thalhah menikahi Ummu Kultsum binti Abu Bakar yang merupakan saudari dari Aisyah Ummul Mukmini. Sampai-sampai salah satu puteri Thalhah, dia beri nama Aisyah. Dan sang putri itu, Aisyah binti Thalhah, dikenal sebagai seorang gadis yang sangat cantik jelita. Dia berguru pada bibinya Aisyah binti Abu Bakar ra, dan terkenal sebagai salah satu tabi’in dan periwayat hadist yang terpercaya.

Baca Juga:  Hikmah Mengantre dalam Pembentukan Karakter Santri

Lain lagi imam as-Suyuthi mengisahkan Umar bin Abdul Aziz khalifah yang “disebut-sebut” sebagai khulafaur rasyidin ke-5, dia jatuh cinta kepada budak istrinya. Meskipun akhirnya berhasil melewatinya. Beliau harus melewati hal-hal yang tersulit dalam hidupnya: mengendalikan hawa nafsunya. Sang Khalifah ini awalnya terkenal memiliki gaya hidup perlente. Dia pesolek, bajunya selalu mahal, gayanya menawan dan dia jatuh cinta begitu mendalam kepada seorang budak istrinya Fathimah bin Abdul Malik. Berkali-kali dia meminta kepada Fathimah agar budak itu diberikan kepadanya. Namun Fathimah menolak karena sangat cemburu.

Namun, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berubah total ketika telah menjadi khalifah. Beliau berubah menjadi sangat zuhud, adil, dan begitu amanah dengan tugasnya. Seluruh kekayaan dia sumbangkan ke Baitul Maal dan menjadi milik masyarakat. Ketika dia sudah begitu kelelahan, sang istri jatuh kasihan, dan akhirnya menyerahkan budak perempuannya kepada Umar. Tetapi, apa yang dilakukan Umar?

Dengan tegas Umar menolaknya. Bahkan, Umar menikahkan budak perempuan jelita itu dengan prajuritnya.

Sang budak, yang sebenarnya juga mencintai Umar, sangat sedih dan menangis di hadapan Umar:

“Jadi, mana bukti cintamu padaku, wahai Amirul Mukminin?”.

Jawab Umar:

الحب يبقى في قلبي, حتى أقوى مما كان عليه من قبل

alhabu yabqaa fi qalbiy, hataa ‘aqwaa mimma kan a’laih min qibal“.

“Cinta itu tetap ada di dalam hatiku, bahkan jauh lebih kuat daripada yang dahulu-dahulu”.

“Akan tetapi, kalau aku menerimamu, aku khawatir tidak termasuk dalam golongan orang yang menahan dirinya dari keinginan hawa nafsu sebagaimana yang difirmankan Allah”:

وأما من خاف مقام ربه ونهى النفس عن الهوى

فإن الجنة هي المأوى

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya)”. (Qs An nazi’at 40 – 41).

Baca Juga:  Si Alim dan Si Bahlul

Bunyi ayat yang membuat Umar takut sekali menerima sosok yang sebenarnya sangat dirindukannya itu.

Coba, renungi kalimat ini: “Cinta itu tetap ada di dalam hatiku, bahkan jauh lebih kuat daripada yang dahulu”.

Romantis sekali bukan? Dan Umar memiliki kesempatan untuk mengekspresikan cinta itu secara حلال, istri pertamanya pun telah ridho. Namun, Umar tak mau melakukannya, karena dia tak mau dimasukkan dalam “kategori” orang yang tak mampu menahan diri dari hawa nafsunya.

Jadi, jatuh cinta pada orang yang tak tepat itu adalah sesuatu yang wajar terjadi. Permasalahannya adalah bagaimana pengendalian diri kita. Orang-orang beriman, akan menganggap hal tersebut sebagai suatu ujian yang harus diatasi. Lihatlah, bagaimana sikap yang diambil oleh Thalhah dan Umar bin Abdul Aziz. Luar biasa! Cinta tak harus membuat mereka terhina sebagai hamba Allah yang mengumbar keinginan. (Imam as Suyuthi, Lubabun Nuqul Fi Ashabin Nuzul).

والله اعلم

Musa Muhammad
Santri Pondok Pesantern as Syidiqiyah Bumirejo Kebumen.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini