Isu-isu Nasionalisme selalu menjadi topik perbincangan hangat di semua lapisan masyarakat terutama di pihak kubu Islam. Karena memang yang selalu berisik ialah orang-orang Islam sayap kanan.
Allah berfirman:
ولو انّا كتبنا عليهم أن اقتلوا أنفسكم أو اخرجوا من دياركم ما فعلوه الاّ قليل منهم
Artinya: “Dan sesungguhnya jika seandainya kami perintahkan kepada mereka (Orang-orang munafik): ‘bunuhlah dirimu atau keluarlah kampung halamanmu!’ niscaya mereka tidak akan melakukan nya, kecuali sebagian kecil dari mereka…” (Q.S. An-Nisa’: 66)
Dari ayat diatas kemudian Syaikh Wahbah Zuhaily dalam tafsirnya al- Munir fi al-Aqidah wa al-Syaria’ah wa al-Manhaj menyebutkan: “Dalam firman Allah أو اخرجوا من دياركم terdapat isyarat cinta tanah air dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah menjadikan keluar dari kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, dan sulitnya hijrah dari tanah air.” (Wahbah al-Zuhaily, al- Munir fi al-Aqidah wa al-Syaria’ah wa al-Manhaj, Damaskus, Dar el-Fikr, 1418 H, Juz 5, hal. 144).
Pada abad ke-18 Nasionalisme muncul di daratan Eropa. Nasionalisme muncul karena adanya persamaan sikap dan perilaku dalam memperjuangkan nasib yang sama. Menurut Hans Kohn Nasionalisme ialah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu kepada negara dan bangsa. Sedangkan Ernest Renant menyatakan Nasionalisme ada ketika muncul keinginan untuk bersatu. Kemudian pada abad ke-20 Nasionalisme menyebar dan berkembang di wilayah Asia, Afrika dan Amerika Latin. Tumbuh dan berkembanganya Nasionalisme ini dipengaruhi oleh para ilmuan dan budayawan. Ada dua unsur yang sangat penting dalam Nasionalisme, yaitu Persatuan dan Kemerdekaan. (Nasionalisme Asia, Feri Sugianto, Dewarti Press, Kalimantan Barat, Cetakan I, 2018, hal. 5)
Fakta ini menjadikan sebagian muslim mamang dalam menerapkan sikap nasionalisme, terutama orang-orang Islam sayap kanan. Menurut mereka apa-apa yang berasal dari negara Barat itu haram. Pada 30 November 2012, Felix Siauw membuat Tweet pada akun twitter nya yang berbunyi “membela Nasionalisme nggak ada dalilnya, nggak ada panduannya | membela islam jelas pahalanya, jelas contoh tauladannya”. Namun, mayoritas muslim bersikap moderat atau menerima Nasionalisme selama hal itu sejalan dengan agama Islam.
Di Indonesia sendiri banyak sekali ulama yang memiliki sikap nasionalisme (cinta tanah air). Seperti K.H. Wahab Chasbullah, Kyai Diponegoro (Pangeran Diponegoro), dan K.H. Hasyim (mbah Hasyim).
Peran Kyai Wahab dalam Nasionalisme diantaranya:
Pertama, beliau membangun spirit Nasionalisme dalam jiwa rakyat Indonesia ketika mereka hendak melawan penjajahan.
Kedua, beliau merupakan pemimpin pasukan perang barisan kaum mujahidin.
Ketiga, seperti yang kita ketahui bahwa lagu syubbanul wathan adalah ciptaan beliau.
Keempat, ketika banyak pihak terutama elit politik saling bersinggungan, beliau menciptakan silaturahmi nasional atau pada waktu itu disebut dengan “halal bihalal”. Hal ini dapat kita jumpai hingga sekarang dimana biasanya pada satu tahun sekali setiap keluarga besar memiliki acara halal bihalal dengan dihadiri oleh kerabat-kerabat jauh.
Selain Kiai Wahab Chasbullah, ada juga pangeran Diponegoro. Pada saat terjadi perang di daerah Yogyakarta, (bahkan konon katanya perang ini merembet pada seluruh lapisan masyarakat Jawa, sehingga dinamakan Perang Jawa) atau yang kita kenal perang Diponegoro dapat kita ketahui bahwa perang tersebut merupakan perang antara kaum santri dan penjajah Belanda, dimana pangeran Diponegoro atau biasa disebut Kyai Diponegoro sebagai pemimpin nya. Beliau merupakan seorang yang ‘alim ilmu agamanya. Beliau membangun aliansi dengan pesantren-pesantren yang memiliki kekuatan militer yang tinggi. Pada saat kalah dalam peperangan, para Kyai dan santri yang ikut berperang kemudian kembali ke pesantren dan membangun kekuatan intelektual. Pada dekade setelahnya mereka kembali berjuang.
Siapa sih yang tidak mengenal mbah Hasyim? Sikap Nasionalisme mbah Hasyim dapat kita lihat ketika Founding Father Indonesia, Bapak ir. Soekarno atau biasa dipanggil bung Karno mengahadap pada mbah Hasyim dan beliau bertanya apa hukum membela tanah air? Dijawab tegas oleh mbah Hasyim bahwa hukumnya jihad fii sabilillah.
Maka dari itu, Sikap Nasionalisme para santri zaman dahulu wajib dijadikan teladan bagi santri-santri saat ini. Dahulu santri dijajah secara fisik. Namun saat ini kita sedang dijajah secara tidak sadar. Penjajahan etika dan moralitas bangsa serta agama sedang merebak dimana-mana, tidak terkecuali pada kalangan santri. Dimana hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam sudah menjadi hal yang “biasa” dilakukan, belum lagi devide et impera (politik adu domba) yang sedang marak-maraknya terjadi. Antara kubu satu dengan kubu yang lain saling melontarkan ejekan (olokan) di media sosial, tanpa adanya sebuah penyelesaian. Sehingga orang-orang Islam menanggapi nya dengan pandangan yang berbeda-beda, dan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat lainnya.
Isu-isu khilafah, suara gonggongan anjing, bahkan sampai toa masjid yang menyerukan adzan, jangan sampai menjadikan umat Islam terpecah-belah. Hal-hal tersebut merupakan pernyataan biasa namun digoreng oleh media agar menjadi suatu hal yang booommm, dengan maksud dan tujuan untuk memecah belah umat Islam.
Syaikh Ibnu ‘Allan memberikan tips untuk berbakti pada negara yaitu dengan melakukan tindakan yang baik dan positif. Sementara itu Sayyid Affandi memberikan tips untuk menumbuhkan sikap Nasionalisme, yaitu dengan cara belajar dan memperluas wawasan dan juga ilmu pengetahuan. Jika kita memiliki wawasan dan juga ilmu pengetahuan yang luas makan akan dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Dan jiwa Nasionalisme perlahan akan tumbuh dengan sendirinya. []