Kontroversi seputar Nisfu Sya'ban dan keutamaannya

PESANTREN.id – Menarik beberapa ikhtilaf, perbedaan, dan mungkin kontroversi yang ada di bulan penuh berkah ini, Sya’ban. Adanya perbedaan sering kali terjadi karena ada sesuatu yang luar biasa di dalamnya, atau sebaliknya. Sehingga perbedaan tidak dianggap sesuatu yang tercela, tetapi sesuatu yang istimewa untuk menemukan titik terang di dalamnya.

Bulan Sya’ban banyak memiliki keistimewaan, misalnya malam Nisf Sya’ban (separuh dari bulan sya’ban) ia memiliki banyak sebutan atau nama, dalam kitab Madza Fi Sya’ban, Karya Sayyid Al-Maliki, nama lain dari malam Nisf Sya’ban adalah malam ampunan dan pembebasan dari api neraka, malam hadiah, malam pembebasan, malam syafaat, malam kehidupan dan hari raya Malaikat, malam keberkahan, malam pembagian takdir, malam penghapusan dosa, dan malam terkabulnya doa. Banyaknya nama dari salah satu malam ini, menunjukkan sangat banyak keutamaan di malam tersebut demikian juga pada bulan ini secara keseluruhan. Maka, terjadi pula banyak pandangan dan perbedaan ulama tentang malam ini.

Beberapa kontroversi yang ada pada bulan ini adalah; Pertama, perbedaan pendapat terkait tahwil qiblah (perubahan arah kiblat), ada yang berpendapat, bahwa perubahan arah kiblat dari Bait al-Maqdis ke Makkah al-Mukarramah terjadi pada bulan Sya’ban, tetapi ada pula yang berpendapat pada bulan Rajab. Kedua, perbedaan pendapat terkait dengan Lailah Mubarokah (malam yang diberkati), ada yang mengatakan pada bulan malam nisf Sya’ban, tetapi mayoritas ulama mengatakan pada bulan Ramadhan. Ketiga, perbedaan seputar sunah-sunah pada bulan Sya’ban antara amalan-amalan bid’ah, sunah, dan seputar hadis-hadis shahih, dhaif dan palsu serta beberapa aqwal ulama.

Tayyib. Beberapa pendapat ulama terkait hal di atas alfaqir merujuk beberapa pendapat dalam kitab “al-Yaqut wa al-Marjan fi Fadhaili Syahri Sya’ban” karya Abu Bakar bin Muhyiddin. Pertama, perubahan kiblat terjadi pada bulan Sya’ban merujuk pada pendapat Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya yang mengutip pendapat Abu Hatim al-Busti, bahwa umat Islam berkiblat ke Bait al-Maqdis selama 17 bulan 3 hari, sesampai di Madinah pada malam tanggal 12 Rabiul Awwal, dan Allah memerintahkan Nabi untuk menghadap ke arah Makkah pada hari Selasa bertepatan dengan malam Nisf Sya’ban. Dan beberapa ulama lainnya yang mengatakan tahwil Ka’bah (perubahan arah kiblat) adalah al-Imam Ismail Haqqi dalam Ruh Al-Bayan, Imam al-Suhaili dalam al-Raudh al-Anf, Imam Muhammad al-Shalihi yang mengutip perkataan Muhammad bin Habib dalam kitabnya Subul al-Huda.

Baca Juga:  Mahaban Yaa Ramadan

Kedua, iktilaf ulama terkait dengan “Lailah Mubarakah” dalam Surat ad-Dukhan, ayat 1-4.

حم (١) وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ (٢) إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (٣) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ (٤).

“Haa miim. Demi kitab (Al Quran) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan. Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”

Dalam Kitab al-Yakut wa al-Marjan, beberapa ulama yang memaknai “Malam penuh Berkah” adalah malam Nisf Sya’ban seperti Imam al-Mahalli (tetapi beliau juga menyebutkan Malam Lailatul Qadar), demikian juga dengan Imam al-Qurthubi dan Imam al-Mawardi yang menyebutkan malam tersebut adalah malam Nisf Sya’ban atau malam Lailatul Qadar. Sedangkan menurut al-Imam al-Jamal dalam Hasyiahnya fi Syarh Thullam yang mengutip pendapat Ikrimah, bahwa “Lailah Mubarakah ” adalah malam Nisf Sya’ban, tetapi mayoritas ulama berpendapat malam tersebut adalah malam Lailatul Qadar.

Sedangkan perbedaan lainnya seputar amalan di bulan Sya’ban, seperti puasa Nisf Sya’ban, ada yang tidak membolehkan (pelarangan), tetapi jumhur ulama menganggap hadist pelarangan untuk tidak puasa pada Nisf Sya’ban sebagai hadis dhaif dan tidak bisa dibuat hujjah dalam pelarangan berpuasa. Juga terjadi perbedaan terkait dengan shalat Nisf Sya’ban di malam Nisf Sya’ban, apakah shalat tersebut dianjurkan atau tidak. Dan banyak ulama tidak melarang melakukan shalat sunah tetapi tidak dikhususkan sebagai shalat Nisf Sya’ban tetapi shalat sunah secara umum, seperti sunah taubat, shalat sunah witir, shalat shunah tahajjut, dan shalat sunah lainnya. Bagaimana dengan shalat sunnah Nisf Sya’ban? Ini terjadi ikhtilaf ulama.

Dari perbedaan di atas, tidak sedikipun mengurangi keutamaan bulan Sya’ban, ia bulan istimewa, karena bulan ini, menurut Rasulullah bulan yang banyak dilupakan oleh manusia dan bulan ini bulan yang paling dicintai olehnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ummul Mu’minin, Aisyah RA berberkata;

Baca Juga:  Humor: Ketika Gus Dur Bikin Kiai Sepuh Putus Asa

كانَ أحبَّ الشُّهورِ إلى رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ أن يَصومَهُ: شعبانُ، ثمَّ يصلُهُ برمضانَ

Bulan yang paling dicintai oleh Rasulullah untuk melalukan puasa adalah bulan Sya’ban, kemudian dilanjutkan dengan bulan Ramadhan

ذٰلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِـيْ وَأَنَا صَائِمٌ.

“Bulan itu, banyak manusia yang lalai, yaitu (bulan) antara Rajab dan Ramadhan, bulan diangkatnya amal-amal kepada Rabb semesta alam, dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaan aku sedang berpuasa”

Dan keistimewaan lainnya adalah malam Nisf Sya’ban,

يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ

Artinya, “Allah senantiasa memperhatikan makhluk-Nya pada malam nisfu Sya‘ban. Maka Dia akan mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua: hamba yang saling bermusuhan dan yang membunuh,” (HR. Ahmad).

Keistimewaan bulan ini, Rasulullah banyak berpuasa dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, selain bulan Ramadhan.

..…وَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِـيْ شَعْبَانَ.

“Aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan, kecuali Ramadhan. Dan aku tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan-bulan yang lain melainkan pada bulan Sya’ban.

Allah ‘alam bisshawab

Halimi Zuhdy
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Pengasuh Pondok Literasi PP. Darun Nun Malang, Jawa Timur.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini