Berbicara mengenai cinta. Satu hal yang tak akan selesai dibahas sampai kapanpun. Hanya ada dua hal yang didapat dari kisah cinta, bahagia dan kecewa. Berani mencintai berarti berani untuk patah hati. Namun, ini hanya bagaimana seseorang mendefinisikan cinta itu sendiri. Bagi sebagian orang, jika cinta nya ditolak akan merasa patah hati dengan sangat, bahkan galau atau melakukan hal-hal diluar nalar. Mari sejenak beranjak pada kisah cinta salah satu sahabat nabi yang sampai sekarang pun masih masyhur, untuk membuka kembali pikiran Kita tentang cinta dan agar lebih bijaksana dalam memahami hati.
Mabah bin Budzkhasyan bin Mouslin bin Bahbudzan bin Fairuz bin Shark Al-Isfahani, inilah nama lengkap dari salah satu sahabat Rasul yang mengusulkan untuk membuat parit pada perang khandaq atau yang masyhur dengan nama Salman Al-Farisi. Ide brilian nya tersebut membuat namanya menjadi tersohor di kalangan umat muslim di seluruh dunia. Namun, siapa sangka, pria yang terkenal dengan kegigihan dan kecerdasannya itu pun pernah ditolak cintanya oleh seorang wanita cantik dari kaum Anshar.
Demi menyempurnakan salah satu sunnah Rasul, Salman pun meminta saran kepada pamannya saat ia tahu ternyata wanita tersebut bukanlah penduduk asli madinah dan Salman belum mengetahui bagaimana adat dan budaya untuk melamarnya. Akhirnya pamannya pun mengusulkan untuk melamar bersama temannya yang juga merupakan satu golongan dengan wanita tersebut yang sudah mengetahui bagaimana adat dan budayanya.
Abu Darda’, salah satu sahabat Salman yang memang mengetahui dengan jelas bagaimana adat dan budaya untuk melamar wanita pujaannya. Keping-keping kebahagian mulai muncul dipelupuk mata. Bagaimana tidak? saat mendengar kabar baik dari Salman, Abu Darda’ pun tanpa pikir panjang langsung menyanggupi permintaannya.
Lalu, keduanya pun langsung pergi ke kediaman sang wanita dengan diselimuti rasa senang berkali kali lipat dan deg-degan. Begitu sampai, ke dua orang tua sang wanita pun sangat bahagia ketika mengetahui putri nya dilamar oleh laki-laki yang sudah dijamin kesalehannya, apalagi sudah sangat jelas diketahui bahwa Salman juga merupakan sahabat dekat Rasul. Namun, bagaimanapun, orang tua wanita tersebut tak serta merta memberi jawaban untuk laki-laki persia tersebut. Keputusan tetap ada ditangan putri semata wayangnya itu.
Saat yang ditunggu pun tiba. Sang wanita tidak keluar ke ruang tamu. Ia hanya mengintip dibalik tirai pintu antara ruang tamu dan ruang tengah. Tiba-tiba Ibu nya angkat bicara,”maaf, Nak Salman. Dia malu untuk berbicara langsung. Jadi, izinkan Ibu saja yang mewakili jawabannya’. Mendengar pernyataan dari Ibunya pun hati Salman makin bergemuruh. Harap-harap cemas. Semoga apa yang Ia maksud kan disambut baik oleh wanita idamannya.
Terlihat sang wanita membisikkan sesuatu pada Ibunya cukup lama. Setelah itu,”Mohon maaf sekali lagi, Nak. Putri Kami tidak bisa menerima pinangan Nak Salman’. Bagai teriris-iris hatinya. Perih. Sangat perih. Belum selesai, Ibu dari wanita pujaanya masih melanjutkan ucapannya, “Namun, Jika sahabatmu, Abu Darda’ mempunyai tujuan yang sama untuk meminang putri Kami, maka dengan senang hati putri Kami akan menerimanya’.
Bagai tersambar petir di siang bolong. Sekujur tubuhnya seakan melumpuh. Namun, dalam keadaan patah hati, Salman langsung memeluk sahabatnya tersebut “ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, Aku serahkan semua mahar yang telah Aku siapkan untukmu dan Aku pun yang akan menjadi saksi di hari pernikahanmu”.
Salman Al-Farisi. Sosok yang bijak, teguh, dan cerdas. Pada saat patah hati pun, sama sekali Ia tak membenci sahabatnya, Abu Darda’. Ia ikut bahagia jika sahabatnya bahagia.
Oleh karena itu, mari Kita ambil salah satu teladan dari sahabat Nabi ini, Salman Al-Farisi. Marilah bijak dalam menangani situasi apapun itu, bahkan cinta. Tak sedikit persahabatan yang rusak karena cinta. Kita sebagai umat Nabi Muhammad haruslah yakin sepenuhnya bahwa cinta manusia kepada manusia yang lain tidak boleh sampai melemahkan iman Kita, justru akan menguatkan. [HW]