Agama Islam adalah agama yang mewajibkan pemeluknya untuk lepas dari jurang kebodohan. Pernahkah kita berfikir bahwa agama kita telah lebih dahulu mewajibkan kita belajar jauh sebelum presiden manapun dan jajarannya mewajibkan segenap penduduknya untuk meniti jenjang pendidikan.
Sejak awal, kita sendiri lah yang kurang memahami pentingnya pendidikan generasi muda bangsa ini sebagaimana yang telah diserukan Al-Qur’an sehingga kita kurang peduli dengan masih banyaknya saudara kita di tanah air yang masih buta huruf.
Sejak awal diturunkannya, al-Qur’an telah memerintahkan umat islam untuk membaca dan menulis yang keduanya adalah kunci dalam mencari ilmu.
Hal ini terekam jelas dalam barisan awal surat Al-‘Alaq yang diturunkan di gua Hira’
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmu lah yang Maha Mulia, Yang mengajarkan (manusia) dengan pena, Dia yang mengajarkan manusia apa yang tidk diketahui” (Qs. Al-‘Alaq ayat 1-5).
Dalam rangkaian awal surat Al-‘Alaq ini, Allah memerintahkan secara jelas “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan” dalam ayat pertama dan diulangi untuk kedua kalinya dalam ayat ketiga “Bacalah, dan Tuhanmu lah yang Maha Mulia”.
Dalam ayat selanjutnya Al-Qur’an menjelaskan pentingnya mensyukuri nikmat menulis yang telah diberikan oleh Allah “(Dia) Yang mengajarkan (manusia) dengan pena”. Dan diakhir ayat yang diturunkan di gua Hira’ inilah terdapat peringatan agar manusia bersyukur karena berkat nikmat membaca dan menulislah Allah memberikan pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui oleh manusia “Dia yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui”.
Dalam permulaan surat Al-‘Alaq ini, Al-Qur’an menjelaskan terlebih dahulu perintah untuk membaca sebelum ia mengingatkan bahwa Allah telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Hal ini menjadi pengingat kita semua bahwa ilmu lah yang meninggikan derajat manusia dari sekedar makhluk yang diciptakan dari segumpal darah menjadi seorang yang dapat bermanfaat bagi sesamanya dengan ilmu yang ia miliki.
Dalam ayat yang lain, Al-Qur’an menjelaskan mengenai seruan untuk mencari ilmu. Sebagaimana dalam ayat
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya” (Qs. At-Taubah ayat 122).
Ayat ini diturunkan sebagai sebuah peringatan bahwa sejak zaman Rasulullah Saw berjuang tidak hanya dengan pedang dan busur panah di medan perang, tetapi juga harus ada sebagian dari umat islam yang berjuang dalam jihad keilmuan. Hal ini dipertegas dengan pemakaiannya lafadz nafar dalaam ayat tersebut yang digunakan untuk makna bergegas dengan penuh semangat ke medan perang sebagaimana dalam ayat yang lain
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعًا (71)
“Wahai orang-orang beriman! Bersiagalah kamu, dan bergegaslah maju (ke medan perang) secara berkelompok, atau bergegaslah bersama-sama (serentak)” (Qs.An-Nisa’ ayat 71).
Maka, disinilah pesan penting yang dibawa oleh Al-Qur’an agar setiap pemeluknya bersemangat untuk mencari ilmu sebagaimana para prajurit bersemangat berjihad di medan perang. Karena pada dasarnya berjuang untuk mengentaskan umat islam dari kebodohan adalah sama pentingnya dalam mempertahankan agama dan bangsa sebagaimana para prajurit dan tentara mempertahankan negara dari penjajahan asing.
Semangat membara untuk mencari ilmu adalah teladan yang diajarkan oleh para nabi dan rasul. Hal ini dicontohkan oleh nabi Musa ketika ia dengan penuh semangat pantang menyerah mencari nabi Khidir untuk menimba ilmu darinya. Allah mengabadikan semangat membara nabi Musa dalam mencari ilmu dalam ayat Al-Qur’an
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا (60)
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut atau aku akan berjalan terus-menerus sampai bertahun-tahun” (Qs. Al-Kahfi ayat 60)
Dalam ayat ini, Al-Qur’an memakai lafadz huquba pada akhir ayat sebagai bentuk pantang menyerah yang luar biasa. Hal ini dikarenakan huquba menurut para ahli tafsir adalah hitungan 80 tahun, ada juga yang mengatakan 70 tahun.
Bahkan ada sebagian ahli tafsir yang mengatakan huquba bermakna masa yang sangat panjang yang tidak terbatas.
Sehingga, menurut penafsiran terakhir ini bisa difahami bahwa nabi Musa akan terus-menerus mencari nabi Khidir meskipun dengan cara menghabiskan seluruh umurnya.
Begitu juga, junjungan kita baginda Nabi Muhammad Saw yang diajarkan Allah dalam Al-Qur’an agar selalu bersabar dalam mendapatkan wahyu dari-Nya serta berdoa agar selalu bertambah ilmunya sebagaimana dalam ayat Al-Qur’an
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا (114)
“Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya, dan janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-Qur’an sebelum selesai diwahyukan kepadamu, dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku” (Qs. Thaha ayat 114) (IZ)