trilogi ukhuwah

Hampir satu tahun sudah, dunia global terpapar wabah Covid-19 dan  sampai sekarang virus ini menjadi momok utama dunia. Wabah Covid-19 telah menelan banyak korban sehingga WHO telah menetapkan virus ini sebagai pandemi global. Tentu hadirnya virus ini menjadikan setiap sendi dan lini kehidupan umat manusia dunia menjadi terusik. Semua tatanan kehidupan  tengah diuji dalam masa masa sulit seperti ini.

Begitu juga bangsa ini, semua komponen pemerintah, tenaga medis, para pakar, dan masyarakat tengah berusaha keras dan menyatu dalam satu visi demi mengatasi pandemi ini.

Integrasi persatuan bangsa yang telah terbangun kokoh oleh para founding father bangsa ini kembali harus terlibat pada masa masa sulit, momen yang krusial akan mewarnai nasib integrasi dan stabilitas ukhuwah bangsa ini.

Dalam momen seperti ini ahwal dan nasib ukhuwah kita sebagai individu yang juga ditakdir sebagai hamba yang tidak hanya dituntut mampu menginternalisasi kesalehan diri secara ritual tapi juga saleh sosial harus pandai pandai membaca situasi dan kondisi. Akankah dengan hadirnya pandemi ini mampu memperkuat ukhuwah  kita, atau justru akan mengurai ikatan dan merenggangkan jarak ukhuwah .

Menyitir dari cuplikan hadis Nabi “al mu’minu lil mu’mini kal bunyaan yasyuddu ba’duhu ba’dhan“ menegaskan bahwa kontruksi relasi muslim satu dengan muslim lainnya seperti satu bangunan yang utuh, begitu eratnya bahkan ada hadist lain yang menggambarkan relasi ini seperti  rangkaian anatomi manusia yang menjadi satu dalam jasad yang sama, begitu krusialnya relasi ini, oleh karenanya kita dituntut mampu menjaga stabilitas dan kebelangsungannya. Lebih luas lagi, seorang muslim tidak hanya dituntut memiliki solidaritas yang baik dengan sesama muslim tapi juga dengan non muslim, tentu dalam koridor dan batas batasnya.

Perlu rasanya dalam momen momen seperti ini untuk membuka kembali pemikiran brilian dan futuristik ulama Indonesia dalam usaha memperkuat ukhuwah. Trilogi ukhuwah  pertama kali mengemuka dan muncul dari tokoh kebangsaan NU (KH. Ahmad Shiddiq) yang berorientasi pada solidaritas atas dasar keyakinan , status kebangsaan  dan lebih luas lagi dalam ruang lingkup kemanusiaan , dirasa akan menjadi dogma yang harus di ugemi.

Trilogi ukhuwah yang sudah mengakar kuat pada bangsa ini harus kembali digaungkan secara masif, berbagai permasalahan yang tak begitu prinsip sudah seharusnya diabaikan, karena ditengah pandemi seperti ini realitas kemajemukan bangsa dan berbagai bentuk kepentingan harus mampu disikapi dengan baik dan terukur. Trilogi ukhuwah inilah yang dinilai kuat mampu menjadi modal berharga kita dalam mempertahankan eksistensi ukhuwah bangsa ini ditengah pandemi.

Baca Juga:  Pembelajaran Daring (Dalam Jaringan) Persprektif Maqashid Syari'ah

Tentu trilogi ukhuwah ini harus menelurkan langkah langkah taktis dan strategis untuk mengawal kondisi diri dalam menentukan sikap sekaligus bergerak bersama kebijakan pemerintah dilapangan. Berikut beberapa konsep kontrol diri sekaligus selaras dengan kebijakan pemerintah saat ini.

Skrining 

Tes skrining adalah penerapan serangkaian tes atau prosedur yang diterapkan untuk mendeteksi potensi gangguan kesehatan atau penyakit tertentu pada seseorang. Tujuan dari tes skrining adalah deteksi dini untuk mengurangi risiko penyakit atau menentukan metode penyembuhan yang paling efektif .

Tentu tak berhenti sampai disini, dalam konteks memperkuat ukhuwah proses skrining akan menjadi manuver yang sangat tepat dalam merespon keadaan yang terjadi,  proses muhasabah dan koreksi diri harus terus dilakukan secara masif demi terjadinya korelasi antara hati dan pikiran.

Kebijakan pemerintah terkait (sosial distancing) misalnya , tak jarang menuai komentar miring  dari masyarakat. Berbagai komentar kasar dan kritik dilontarkan kepada pemegang kendali hukum di negeri kita ini, belum lagi nyinyiran para netizen yang terus bergema di dunia maya dan tak terbendungkan. Alih alih memberikan solusi, sebagian mereka justru memperunyam keadaan, celaan dan nyinyiran sepihak dilontarkan tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi, belum lagi berita berita hoax yang menggegerkan warga menimbulkan stigma negatif kepada sesama lebih lebih pada pemerintah .

Dengan adanya skrining ini akan memungkinkan diri kita untuk lebih waspada dan berhati-hati dengan kondisi diri sendiri dan sangat kritis dalam menentukan sebuah pilihan, sehingga output yang muncul kepermukaan merupakan suatu hal yang matang dan dapat dipastikan memberikan manfaat pada orang lain. Bukan malah sebaliknya, umumnya dalam kondisi seperti ini justru banyak orang yang abai pada dirinya sendiri dan justru berlomba lomba mencampuri urusan orang lain, lebih parahnya lagi merasa bahwa dirinya paling benar.

Baca Juga:  Panduan Shalat dan Khutbah Idul Fitri Saat Pandemi

Bukankan seluruh komponen pemerintah juga tengah berusaha mengatasi masalah seperti ini, pakar pakar sedang sibuk memikirkan solusi jitu, tenaga medis siang malam terus berjibaku dengan para korban, bahkan mereka rela menelantarkan dirinya sendiri “kurang makan, minum, istirahat bahkan keluarga pun mereka tak boleh bertemu” hanya satu visi mereka, bagaimana para korban ini kembali tersenyum dan menjalani kehidupan mereka secara normal.

Lantas, masihkah kita masih sibuk menyerca orang lain, melebarkan jarak diantara kita, merobohkan ukhuwah kita. Lihatlah mereka yang sedang  berjuaang memberikan dukungan secara intens kepada para korban, sudah saatnya kita buang jauh jauh sekat yang selama ini justru mengkotak-kotakkan ukhuwah diantara kita. Bukankan kita telah melebur menjadi satu dalam  ikatan ukhuwah islamiyah, kalaupun tidak, bukankan kita masih memiliki ukhuwah wathoniyah dan basyariyah.

Oleh karena nya, ukhuwah yang seharusnya diperkuat akan kembali terkotak-kotakkan dengan bentuk kedunguan dan sesak pikir segelintir orang yang tak bertanggung jawab.

Tuba liman syagholahu aibuhu an uyuubi an nasi“ statement nabi ini menggambarkan beruntungnya personal yang lebih disibukkan dengan urusan nya sendiri ketimbang menyampuri orang lain, sehingga dalam hadis nabi ini beliau sangat mengapresiasi segala bentuk koreksi diri (skrining) dalam segala hal, lebih lebih dalam proses memperkuat dan merajut ukhuwah ditengah kondisi seperti ini.

Perketat Phisycal distancing

Serba serbi dunia telah membuat kita semakin lupa akan jati diri kita sebenarnya, hal hal yang seharusnya menjadi orientasi kita sebagai hamba mulai menyemu mengikuti arus kehidupan yang tak tentu arahnya, mandat yang diberikan tuhan kepada hambanya terabaikan pula. Sudah cukup tuhan mengingatkan kita dengan berbagai kejadian ini .

Disaat kita terbatasi untuk melakukan kontak langsung dengan sesama “phisycal distancing“ sudah sepatutnya kita merajut kembali hubungan dan mendekatkan distance kita dengan pemilik semesta ini.  Usaha maupun langkah seefektif mungkin  tak akan menuai hasil maksimal, tanpa kehendak tuhan .

Baca Juga:  Infografis Panduan Pencegahan COVID-19 di Pesantren

Perlu diri menoleh sejenak melihat keadaan beberapa negara di tengah pandemi ini yang sebagian besar menganut faham atheis mulai kehabisan akal dan putus asa, mereka terbesit untuk mencari “kekuatan langit“ karena mereka sadar bahwa usaha yang mereka lakukan sia sia jika memang semesta tak berkehendak.

“Lockdown” secara total

Konsep trilogi ukhuwah berkaitan erat dengan kondisi hati dan jiwa seseorang pada umumnya, ukhuwah yang merenggang dapat kembali disatukan dengan kondisi hati yang saling menautkan.

Dikala lokcdown (PSBB, dalam konteks Indonesia) menjadi salah satu kebijakan pemerintah dalam menghadapi pandemi ini. Kontekstualisasi lockdown  tak cukup dengan dimaknai secara umum menurut kebijakan kebijakan pemerintah dan beberapa negara yang lagi hangat dibicarakan, tapi lebih dari itu, kondisi kejiwaan manusia yang biasa keluar dan tak menentu arahnya juga harus diantisipasi dengan lockdown ini. Hati dan akal dalam kondisi seperti ini harus sigap dan pandai pandai membuat kebijakan yang dapat diterima seluruh rakyatnya (berbagai potensi dan peluang yang terealisasi melalui anggota tubuh dan atribut manusia lainnya) tak terkecuali.

Ada isyarat orang jawa dulu terkait pentingnya solidaritas (ukhuwah)  sebagai pepeling untuk diri  “tumindako kang becik marang sapada padaning urip, ugo tumindako kang jujur marang Gusti nganggo rasa kang ana ing raga sira“ (berbuatlah kebaikan kepada sesama, juga belaku jujur kepada Tuhan dengan “rasa” yang ada dalam jasadmu). Trilogi ukhuwah yang esensinya juga mengedepankan solidaritas atas dasar kemanusian harus terus kita kawal dan pertahankan eksistensinya, berawal dari  internalisasi nilai nilai trilogi ukhuwah ini dalam diri diharapkan mampu mengatasi masalah global ini, dan semoga narasi ini dapat memberi manfaat bagi keberlangsungan ukhuwah bangsa ini.

Berbekal maunah dan rahman rahim Allah, semoga covid-19 ini segera beranjak dari negeri ini . Amin. [HW]

Abdillah Amiril Adawy
Santri PP. Munawwir Krapyak sekaligus Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini