Islam Nusantara yang Disalahtafsirkan: Ngaji Bareng Gus Muwafiq

Islam Nusantara seringkali disalahpahami oleh sebagian orang.. Misi Islam yang penuh dengan keteladanan moral, sebagaimana seringkali diulang-ulang baik di bangku sekolah, majlis ta’lim, dan di manapun bahwasanya agama ini penuh dengan rahmat atau kasih sayang: Islam Rahmatan Lil Alamin.

Buku ini bukanlah sekumpulan tulisan akademik yang kaku dan berat yang menyajikan tentang Islam dan Nusantara, tetapi kemampuannya memberikan pemahaman Islam yang substansial, di samping penguasaannya terhadap sejarah yang begitu dalam, menjadikan dakwahnya menemukan ciri khas yang berbeda, dan Islam pun mudah dicerna.

Gus Muwafiq tidak membiarkan pemahaman Islam substansial itu tidur dalam tumpukan kitab-kitab klasik yang dalam batas tertentu orang-orang kebingungan memahaminya. Dengan gaya cerita sebagai ciri khasnya itu tadi, beliau kupas tuntas Islam sementara orang-orang dengan mudah menangkap misi Islam yang esensial tersebut.

Apa hubungannya dengan Nusantara? Di sini penting dijelaskan. Orang-orang mengira, ada ajaran baru yang dengan sengaja dipromosikan di Nusantara. Sehingga diberikan nama Islam Nusantara. Padahal, Islam itu hanya satu, yaitu Islam yang diajarkan para Nabi kemudian berkembang, dan sampailah ke Nusantara. Gaya dakwah yang dikembangkan oleh para pendakwah disesuaikan dengan tradisi dan atau adat-istiadat yang sedang berlangsung dalam suatu daerah agar masyarakat tersebut dapat menerima Islam dengan mudah. Gaya dakwah yang demikian itu merupakan hasil ijtihad mereka sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran ideal Islam. Seperti gaya dakwah yang dikembangkan di Nusantara oleh Walisongo, yaitu dengan menggunakan pendekatan persuasif dan keteladanan moral. Sebabnya lahir istilah “Islam Nusantara”.

Gus Muwafiq juga berbicara secara gamblang tentang sejarah otentik politik orang-orang Nusantara yang memperjuangkan kemerdekaan NKRI. Menurut Agus Sunyoto, penulis buku best seller Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah, di dalam buku ini berbicara secara gamblang perjuangan anak bangsa yang memperjuangkan identitas ke-Nusantara-an dalam kehidupan sosial, budaya, agama, dan bahkan bernegara. Ketika kebenaran sejarah sudah tidak lagi menjadi perhatian khusus umat, maka akan mudah bagi orang-orang yang secara ideologi tidak mendukung bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dengan mudah membelokkan, memanipulasi, dan bahkan merekayasa penuh tipu.

Baca Juga:  Proses Terbentuknya Tradisi dan Nilai Islam Nusantara

Penulis pernah membaca tulisan Radhar Panca Dahana di koran kompas, yang isi tulisannya tersebut menekankan pada pentingnya penyelamatan pada sejarah. Berikut kami kutip pernyataan beliau, “Apabila sejarah secara umum dipahami sebagai pengetahuan atau studi tentang masa lalu sebagaimana digambarkan dalam pelbagai bentuk tulisan, jangan-jangan negeri kita tercinta ini tumbuh dan berkembang tanpa (kebutuhan akan) sejarah…” Apa yang dilakukan Gus Muwafiq di dalam buku ini adalah upayanya menyelamatkan atas sejarah tersebut.

Menurut Gus Muwafiq, kehidupan umat Islam saat ini memiliki titik temu dengan sejarah masa lampau. Adalah apa yang kita alami  saat ini merupakan interpretasi dari sejarah masa lalu. Dalam hal menuntut ilmu, menurut Gus Muwafiq, ulama-ulama Nusantara sangat ketat terhadap sanad agar tidak putus dengan ilmu yang diajarkan kepada Rasulullah Saw dan para sahabat Rasulullah Saw. Para sahabat inilah yang menikmati pendidikan di Madrasah Cinta Rasulullah Saw. pada masanya.

Metode yang digunakan dalam hal memperkenalkan Islam terhadap masyarakat Nusantara, seperti yang telah penulis jelaskan tadi, yaitu dengan menggunakan pendekatan persuasif tanpa harus memberangus kearifan lokal masyarakat setempat. Setelah metode syiar yang ramah tersebut diterapkan di tanah jawa, kerajaan Demak mengirimkan utusan untuk menyebarkan Islam dalam negeri yang damai ke seluruh penjuru Nusantara…hingga akhirnya berdirilah kerajaan-kerajaan Islam membentuk al-Baladil Amin (hlm. 74).

Dengan demikian, pemerintah kolonial tidak mampu menaklukkan Nusantara–sekarang Indonesia–karena ukhuwah atau solidaritas bangsa ini telah cukup mengakar kuat. Dalam artian, Prinsip-prinsip dasar ajaran Islam yang diajarkan kepada masyarakat dari sejak pertama kali Islam masuk Nusantara hingga Islam benar-benar berkembang adalah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai humanisme dan persahabatan yang kuat. Sebabnya, ketika Belanda datang menjajah, kerajaan-kerajaan Islam ini kompak menghadapi bersama-sama.

Baca Juga:  Kiai Mutamakkin dan Corak Islam di Nusantara Sebelum Abad ke-20

Meskipun demikian, konsep raja dan hamba di negara ini tidak diterapkan. Menurut Gus Muwafiq, seluruh kerajaan Islam dan para wali di Nusantara saat itu bersepakat untuk kembali pada konsep “Setiap dari kalian adalah pemimpin atau penanggung jawab dan setiap dari kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” Akan tetapi menurut Gus Muwafiq banyak sekali orang gagal faham sehingga bersikukuh menderikan negara Islam. Mereka ini yang dalam istilah Emha Ainun Najib, adalah manusia paling ngawur, seenaknya, dan semaunya sendiri. Merasa telah pintar sehingga alergi  terhadap penjelasan.

Buku ini penulis kira sangat menarik dan cocok dikonsumsi oleh masyarakat luas, di samping bahasanya yang non akademik, penyajiannya yang tidak kaku dan mudah difahami. Di samping itu, buku ini juga membantu menguatkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Bahwa NKRI dibangun atas dasar perikemanusiaan yang hal itu memang merupakan bagian dari pendidikan esensial ajaran Islam sendiri (baca: Islam dan Etika). []

Ashimuddin Musa
Santri PP. Annuqayah dan Pengurus PAC. GP Ansor Pragaan

    Rekomendasi

    1 Comment

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini