Tepat tanggal 1 januari, di belahan dunia pasti menyelenggarakan yang namanya tahun baru, tidak terkecuali di negara kita ini. Dalam Islam, istilah demikian juga dikenal sebagaimana biasa dirayakan pada tanggal 1 muharram. Secara esensial, Tahun Baru Islam dengan tahun baru yang lain tidak jauh berbeda, yakni; moment yang begitu berharga bagi setiap orang untuk introfeksi diri, sejauh mana nilai positif dan negatifnya perbuatan yang selama ini dilakukan. Namun perberbedaan itu justru muncul dalam mengekspresikan moment tersebut. Dalam Islam, tahun baru dirayakan dengan perbuatan yang terdapat nilai-nilai ibadahnya. Akan tetapi tahun baru di luar Islam identik dengan hura-hura, ugal-ugalan dan sejenisnya. Kendati demikian, tak sedikit orang-orang muslim yang ikut merayakan hal itu. Lalu, bagimana jika orang Islam ikut merayakan tahun baru selain Islam?
Dalam merayakan tahun baru masehi, tentu semua orang tidak sama dalam merayakan moment tersebut. Bahkan, sebagian kalangan ummat islam dalam merayakan tahun baru ini di isi dengan hal-hal yang positif, dan bahkan bernilai ibadah, seperti diisi dengan mengadakan acara sholawat dan dzikir, ishtighosah bersama, dan lain-lain yang bernuansa ibadah. Perayaan sepeti ini tentu tidak masalah, bahkan terbilang suatu hal yang baik. Sebab, perayaan tersebut diisi dengan hal-hal keagamaan yang tentu dianjurkan dalam islam.
Beda halnya, jika merayakan moment tahun baru diisi dengan hal yang tidak berfaidah, seperti hura-hura, ungal ungalan dan sejenisnya. Atau menirukan orang diluar islam dalam merayakan tahun baru, seperti natal dan sebagainya. Atau bahkan hal-hal yang menjadi teradisi orang fasiq dalam merayakan tahun baru. Hal inilah yang justru dilarang dalam agama islam.
Dalam agama islam, semua ummatnya dilarang (haram) menirukan orang non muslim atau orang fasiq dalam merayakan mereka. Hal ini tercermin dalam sabda nabi :
” مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ ” أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka di termasuk dari kaum tersebut”
Syaikh Sulaiman al-Bujairimi dalam kitab tuhfatul habib menjelaskan :
( من وافق الكفار في أعيادهم ) بأن يفعل ما يفعلونه في يوم عيدهم وهذا حرام .
“Mengikuti hari raya orang-orang kafir, melakukan seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang kafir di hari raya mereka hukumnya haram.”
Dalam kitab al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro, karangan Ibnu Hajar, disebutkan bahwa melakukan hal-hal yang sama dilakukan oleh orang non muslim hukumnya haram bahkan bisa kufur jika ada kecondongan terhadap agama mereka. Jika menirukan pekerjaan mereka tanpa ada kecondongan terhadap agama mereka maka hukumnya haram. Beda halnya jika tidak ada tujuan menirukan mereka, maka hukumnya makruh.
Dalam merayakan moment tahun baru masemi, jika diisi dengan hal-hal yang identik dengan orang non muslim, maka bisa kafir jika ada tujuan menirukan mereka dan ada kecondongan terhadap agama merek. Jika ada kecongan terhadapa agama mereka, maka tidak sampai kufur tetapi hukumnya tetap haram. Berbeda jika tidak tujuan demikian, maka hukumnya hanya sebatas makruh.
Wal hasil, tergantung bagaimana orang islam merayakan moment tahun baru seperti ini. Jika diisi dengan ibadah maka akan bernilai ibadah. Dan jika diisi dengan hal-hal yang dilakukan oleh non muslim maka hukumnya bisa jadi kufur, haram dan makruh sesuai perincian di atas. Wa Allahu A’lam. []
Refrensi:
Faidul al-Qodir, Vol 6, Hal, 104
Tuhfatul Habib, Vol 5, Hal 21
Ithafu as-Sadah al-Muttqin, Vol 6, Hal 473
al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro, Vol 4, Hal 279
Bughyah al-Mustarsyidin, Hal 407
Ki_Bushet