Opini

Covid19 dan Dampak Sosial

uxdesign

“Be positive and stop negative thinking and the key to stop negative thoughts in this hour of crisis of COVID-19, is to spread your love and positive energy in every direction for the well-being of the whole humanity.” – Amit Ray

Pandemi Covid-19 merupakan peristiwa yang mengguncangkan dunia dan seisinya, yang getarannya jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan pandemi abad sebelumnya. Pandemi saat ini melibas hampir semua negara, tanpa terkecuali termsuk melibas semua negara maju, bahkan merepotkan negara adikuasa. Krisis yang terjadi melebihi daripada krisis kesehatan. Krisis kemanusiaan, ekonomi, dan sosial tidak bisa dihindari. Covid-19 dikarakteristikkan sebagai pandemi yang menyerang masyarakat sebagai intinya.

Penjangkitan Covid-19 berdampak terhadap semua segmen penduduk, tidak pandang bulu. Terutama mengena kelompok masyarakat yang rentan, bahkan secara terus menerus potensial berpengaruh terhadap kehidupan para orang miskin, orangtua, orang disabilitas, pemuda, dan orang-orang pedalaman. Ada bukti awal yang dapat kita lihat bahwa dampak virus terhadap kesehatan dan ekonomi tidak proporsional, terutama lebih mengena kepada orang-orang miskin. Yang di antaranya para gelandangan (homeless), yang hidupnya di bawah jembatan, pinggir sungai, pinggir ril kereta api dan sebagainya yang selalu merasakan kesulitan melindungi keamanannya, yang bahkan rentan dari serangan virus.

Selain itu orang-orang yang kesulitan memperoleh akses air, para migran (urbanisasi) dan para pengungsi (yang tidak memiliki tempat tinggal tetap). Mereka menderita hidupnya, baik selama pandemi maupun setelahnya, karena mereka memiliki mobilitas terbatas, peluang pekerjaan menurun, dan phobia terhadap orang atau barang asing, terutama dari tempat orang-orang korban virus.

Jika tidak ada kebijakan krisis sosial akibat dari pandemi Covid-19, maka sangat mungkin akan terjadi peningkatan ketimpangan, pemisahan, diskriminasi, dan pengangguran global baik jangka menengah maupun jangka panjang.

Baca Juga:  Al-Ghazali, Orientalis dan Perkembangan Pengetahuan

Sistem proteksi sosial yang komprehensif dan universal akan memainkan peran penting dalam melindungi para pekerja dan mengurangi angka kemiskinan. Ingat belakangan sudah teridentifikasi bahwa pekerja yang terkena PHK di Indonesia sudah mencapai angka 2 jutaan. Belum disusul kejadian PHK berikutnya yang benar-benar tidak bisa dihindari.

Persoalan sosial semakin rentan, apalagi dibebaskannya sejumah 35 ribu narapidana. Yang belakangan ini sudah merpotkan dengan adanya sejumlah kasus penodongan, pembegalan, perampokan dan sebagainya. Dengan melihat kondisi yang muncul belakangan nampak semakin meresahkan, tidak bisa diabaikan. Karena perilakunya jauh dari beradab. Mereka tidak cukup merampas, tapi mengancam keselamatan jiwa orang lain dengan senjata api.

Selain kelompok masyarakat tertentu yang dalam ancaman Covid-19, juga yang potensial adalah orang-orang yang memiliki penyakit kronis yaitu hipertensi, jantung dan diabetis. Di satu sisi orang-orang tua ini harus berjuang keras melawan resiko kesehatan yang lebih besar dan di sisi lain kurangnya kemampuan untuk membantu dirinya sendiri pada saat isolasi, karena harus melakukan social and physical distancing. Jika tidak disiplin dalam implementasinya, maka kondisi kesehatan akan semakin berat.

Kondisi orangtua menjadi semakin berat juga karena adanya stereotype, bahwa orangtua itu lemah, tidak penting dan membebani. Iklim yang demikian sungguh tidak mendukung proses recovery, bahkan justru memperburuk kondisi kesehatan orangtua.

Walaupun yang rentan terhadap virus Covid-19 itu golongan usia lanjut, namun dalam kenyataannya golongan usia lebih muda pun bisa diserang dan tidak bisa diselamatkan. Bahkan di Indonesia, sudah ditemukan sejumlah dokter dan perawat berusia muda menjadi korban keganasan virus Covid-19. Dengan begitu semua kelompok usia tetap harus waspada dan rajin melakukan tindakan preventif, dengan menerapkan hidup dalam isolasi, melakukan social and pshysical distancing (menjaga jarak atau menjauhi dari tempat kerumunan), setia menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan berganti baju seketika sampai di rumah/kost.

Baca Juga:  Memotret Dampak Peristiwa '65 Melalui Sudut Pandang Sastrawi

Memperhatikan persoalan sosial yang ditimbulkan oleh Covid-19, kita tidak bisa membiarkan. Apalagi kejadian yang ada Italia, bahwa pasien-pasien orang tua tidak tersediakan kamar perawatan di dalam Rumah Sakit. Justru pasien dirawat di luar dan halaman gedung. Padahal Itali terkenal layanan kesehatan terbaik sedunia. Demikian juga yang terjadi di Amerika Serikat, bahwa berdasarkan data yang dikeluarkan oleh John Hopkins University, pada tanggal 18 April 2020, bahwa jumlah kasus virus corona di AS sudah menyentuh 700.282 kasus. Dengan demikian, sejauh ini AS merupakan negara dengan penderita virus corona terbanyak di dunia.

Sejalan dengan penambahan kasus yang terkonfirmasi, jumlah kematian akibat virus corona di AS juga bertambah cukup pesat. Sejauh ini terdapat 36.773 orang yang meninggal akibat virus corona di AS. Bahkan yang wafat orang Islam wafat puluhan setiap harinya di New York, banyak antri untuk dimakamkan. Karena itu ada puluhan jenazah yang ditempatkan di Islamic Center. Sungguh memprihatinkan.

Adapun, pada tanggal 18 April 2020, jumlah total kasus Covid-19 di Tanah Air kini mencapai 6.248 pasien. Yang sembuh sebanyak 631 orang, sedangkan yang wafat sebanyak 535 orang. Angka di Indonesia nampaknya terus bertambah, apalagi perhatian terhadap APD saja belum optimal, sehingga muncul Surat Terbuka untuk Presiden dari IDI.

Walaupun penambahan kasus Covid-19 terus terjadi, kita tidak boleh diam. Solidaritas antar generasi harus terus dilakukan dengan cara perlawanan terhadap diskriminasi kepada orangtua, menegakkan hak kesehatan, yang mencakup akses informasi, layanan perawatan dan medis menjadi kunci. Apalagi orangtua yang memiliki kelemahan dibebani dengan merawat dirinya sendiri karena dalam perawatan yang terisolasi. Di negara maju saja orangtua lansia mengalami kerepotan mengurus dirinya sendiri, padahal sudah terbiasa mandiri. Bisa kita bayangkan bahwa Indonesia yang tidak terbiasa mandiri, diduga orangtua lansia lebih repot. Kecuali orangtua lansia yang bertempat tinggal di pedesaan, diduga mereka lebih bertahan melawan ganasnya Covid-19.

Baca Juga:  Pendidikan Era Covid19

Covid-19 yang datang menimbulkan problem sosial di negara kita, baik pemutusan kerja maupun penurunan penghasilan bagi pekerja nonformal yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan gejolak sosial. Kondisi ini mengundang empati semua unsur masyarakat, sehingga timbul gagasan pengumpulan donasi secara volunter. Alhamdulillah gerakan ini bermunculan di semua komponen masyarakat sebagai wujud solidaritas sosial yang sangat terpuji, baik terkait untuk kepentingan medis dan recovery maupun untuk kepentingan hidup sehari-hari. Mudah-mudahan dapat dipetik hikmahnya untuk meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan.

Kehidupan kita manusia, apakah yang tua usia lanjut atau yang lebih muda, akhirnya juga akan menuju mati. Allah swt dalam QS, Al-‘Ankabut:57), yaitu “Kullu nafsin żā`iqatul-maụt, ṡumma ilainā turja’ụn”, yang artinya : Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan”.

Karena itu untuk mengantisipasi penanganan dampak sosial Covid-19, tidak hanya melalui pendekatan sosial saja yang sudah banyak dikupas, bangkit kan sikap gotong royong, solidaritas sosial, pemantapan jaringan, dan adaptasi sosial, melainkan juga pendekatan religius, yang menekankan pentingnya berjamaah, kepedulian sosial (zakat, infaq dan sodaqah) dan banyak istighfar dan dzikir untuk persiapan sewaktu-waktu dipanggil Allah swt. Semoga husnul khatimah, Apalagi jika itu wafatnya terkena wabah, baik pasien maupun dokter dan paramedisnya, mereka bisa dikatagorikan sebagai mati syahid. Karena itu mari kita hadapi wabah ini dengan banyak istighfar dak sahar, semoga diberi kesembuhan, dijauhkan dari wabah, dan jika diwafatkan sebagai mati syahid.

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini