Keilmuan Imam Syafi’i yang Diakui Para Ulama

Setelah menetap di Baghdad selama dua tahun, Imam Syafi’i kembali ke Makkah. Semenjak kemunculannya di Makkah, beliau fokus untuk mengajarkan ilmunya di tempat mulia tersebut. Banyak Ulama yang datang untuk bertemu dengan Imam Syafi’i dan menimba ilmu secara langsung darinya, termasuk dalam hal ini Imam Ahmad bin Hanbal. Keahlian Imam Syafi’i terhadap fikih, kematangan nalar yang dimiliki, dan keahliannya dalam banyak bidang membuat siapa saja ingin berguru kepadanya.

Fikih Imam Syafi’i yang terkenal yaitu fikih kombinasi. Fikih kombinasi merupakan gabungan fikih Madinah Maliki yang bernuansa hadits dengan fikih Irak Hanafi yang dominan rakyu (nalar). Dengan adanya fikih ini, para ulama yang bertemu dengannya menganggap Imam Syafi’i sebagi seorang alim yang luar biasa istimewa. Selain memunculkan fikih barunya, beliau juga memperdalam ilmu lain terutama Al-Qur’an, menetapkan aturan standar ijtihad, dan menetapkan batasan-batasan untuk seorang mujtahid agar ia terlindung dari sebuah kesalahan.

Ketekunan Imam Syafi’i dalam belajar membuat keilmuannya terus berkembang. Keilmuannya bak hamparan laut luas. Namanya pun semakin masyhur dan murid-muridnya kian bertambah. Murid beliau juga bukan murid sembarangan, melainkan orang-orang yang memiliki keilmuan tingkat tinggi. Mereka sangat senang dan merasa tercerahkan dengan menghadiri majelis ilmu Imam Syafi’i. Bahkan, tak ada satu pun dari mereka yang menyangkal akan keunggulan keilmuan Imam Syafi’i.

Menyusun Ushul Fiqih

Di Makkah, Imam Syafi’i menetap selama 9 tahun. Di sela-sela kesibukannya dalam belajar dan mengajar, beliau mulai menyusun ilmu ushul fiqh. Imam Ahmad bin Hanbal, murid Imam Syafi’i kerap kali memperhatikan gurunya ketika tengah mengajar. Menurut beliau, tidak heran apabila Ulama sekaliber Imam Syafi’i, dapat menyusun ilmu ushul fiqih (dan termasuk orang pertama yang menyusun disiplin ilmu tersebut) sebab pemahamannya akan ilmu sangatlah tinggi.

Baca Juga:  Ben Anderson Memandang Pesantren

Kecerdasan Imam Syafi’i sangat luar biasa. Pernah suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal berkata kepada sahabatnya, Al-Fadhil, bahwa seseorang yang melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan Imam Syafi’i, maka seseorang tersebut tidak akan pernah bertemu dengan Imam Syafi’i lagi selamanya. Maksudnya ialah, tidak akan ada orang yang kecerdasannya melebihi Imam Syafi’i.

Dalam cerita lain, Imam Ahmad juga pernah memanggil Ishaq bin Rawahiyah yang tengah belajar pada Sufyan Ibnu Uyainah, untuk mempertemukannya pada Imam Syafi’i. Setelah bertemu, Ishaq bin Rawahiyah kagum akan keluasan ilmu dan hafalan Imam Syafi’i.

Memiliki Separuh Akal Penghuni Dunia

Suatu hari, Al-Za’farani (Muhammad ibn al-Hasan al-Za’farani) datang ke majelis seorang ahli mantiq yang bernama Basyar al-Muraisi. Saat Za’farani merasa tidak sanggup berdebat di majelis Basyar al-Muraisi, ia datang pada Imam Ahmad bin Hanbal untuk mempelajari kitab al-Jami’ as-Saghir karya Imam Abu Hanifah, dengan harapan dapat menguasai kitab tersebut dan kembali lagi ke majelis Al-Muraisi.

Tak lama kemudian, Imam Syafi’i datang. Beliau memberikan kitabnya yang berjudul Al-Yamin Ma’as Syahid pada Za’farani. Setelah Za’farani mempelajari kitab pemberian Imam Syafi’i, ia kembali pada majelis Al-Muraisi. Sesampainya di majelis Al-Muraisi, perdebatan mengenai sebuah topik pun dimulai. Menariknya, tatkala Za’farani mengungkapkan argumen-argumennya, Al-Muraisi tahu bahwa argumen-argumen tersebut bukan argumen murni seorang Za’farani, melainkan argumen Imam Syafi’i. Al-Muraisi berkata: “Ini bukanlah kapasitas kalian. Ini adalah ucapan seorang laki-laki yang kulihat di Makkah yang memiliki separuh akal penghuni dunia”.

Halaqah Imam Syafi’i

Seluruh keilmuan pada masa itu telah habis dikuasai oleh Imam Syafi’i. Imam Syafi’i menguasai segala bidang keilmuan. Halaqah Imam Syafi’i per harinya pun bermacam-macam dan bergilir. Pagi-pagi, halaqahnya ialah halaqah Qur’an yang dihadiri para ahli Qur’an. Setelah usai, kemudian datanglah ahli hadis untuk bertanya tentang makna dan tafsiran hadis. Kemudian setelah ahli hadis meninggalkan halaqah, halaqah selanjutnya yaitu pengkajian tentang fikih, ushul fikih, dan mantiq. Dan di siang harinya, ahli bahasa, sastra, dan syair berdatangan menimba ilmu pada Imam Syafi’i. Keberagaman ilmu yang dikuasai Imam Syafi’i ini membuat para ulama tercerahkan. Kecerdasan Imam Syafi’i memang tidak bisa diragukan, bahkan semenjak belia berumur 18 tahun pun sudah diamarkan untuk berfatwa oleh Ibn Khalid Al-Zanji.

Baca Juga:  Tiga Ulama Pentashih Kitab Nailul Masarrat Karya KH. Ahmad Basyir Kudus

Imam Syafi’i bak ensiklopedia berjalan, derajat keilmuan yang tinggi menyatu dalam jiwanya. Perangainya menambah pesonanya, dan keihlasan beramal menjadikan cahaya selalu terpancar darinya dan menjadi terang bagi siapapun yang mendekat padanya. Wallahua’lam. [HW]

 

Dinukil dari buku Biografi Imam Syafi’i, Dr. Tariq Suwaidan

Binti Rohmatin Fahimatul Yusro
Mahasiswi S1 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Santriwati di Pondok Pesantren Darunnun Malang.

    Rekomendasi

    Leaders Eat Last
    Opini

    Leaders Eat Last

    Entah memulai dari mana, menulis isu sensitif kadangkala, tanpa disadari, kita dianggap menyikut ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama