Menjaga Lisan di Tengah Keragaman

Manusia dengan segala karunia yang dilimpahkan oleh Allah kepadanya memiliki alat yang bisa menembus sesuatu yang tidak bisa ditembus oleh jarum atau senjata tajam lainnya.

Alat yang begitu tajam itu lisan namanya, seorang dapat menusuk hati orang lain dengan ucapan yang dikeluarkan dari lisannya, baik sengaja maupun tidak disengaja, maka menjadi penting bagi siapapun untuk lebih berhari-hati menjaga tutur kata lisannya yang menjadi salah satu kunci keselamatan bagi dirinya sendiri.

Saya teringat salah satu mata pelajaran saat masih sekolah di bangku Tsanawiyah dahulu pada sebuah mata pelajaran Mahfudzhot ada beberapa bait kata mutiara yang menjelaskan anjuran dalam menjaga lisan, diantaranya;

سَلاَمَةُ اْلإنْسَانِ فِى حِفْظِ الِّلسَانِ

Artinya: “Keselamatan manusia tergantung bagaimana ia menjaga lisannya”.

Manusia yang sejatinya juga merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, sebisa mungkin untuk saling menjaga perasaan orang lain dan tidak saling mengusik dengan hal-hal yang bisa melukai hati orang lain maupun kelompok, dengan tidak berkata-kata kasar atau berkata yang tidak pantas diucapkan oleh lisan, terlebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam konteks ini bangsa Indonesia yang memiliki latar belakang ras suku budaya agama yang beragam yang sebenarnya menjadi kekayaan dan kekuatan untuk kita.

Manfaat bertutur kata yang baik

Selain kita dianjurkan menjaga lisan dalam bertutur kata, kita juga dianjurkan untuk bertutur kata yang baik lagi manis, sebab dengan bertutur kata yang baik dapat menjadi cerminan bahwa pribadi seseorang juga baik.

Dengan kata yang baik lagi manis menjadikan orang lain yang bersama kita menjadi senang dan nyaman, sebagaimana kalimat;

مَنْ عَذُبَ لِسَانُهُ كَثُرَإِحْوَانُهُ

Artinya: “barang siapa yang manis tutur katanya banyak temannya”.

Baca Juga:  Lisan Diibaratkan Anjing Galak?

Seorang akan merasa nyaman berteman dengan orang-orang yang mampu menjaga lisannya untuk tidak berkata-kata jahat, dengan begitu banyaklah orang yang mau berteman dengannya, biasanya banyaknya teman ini juga bermanfaat mendatangkan banyak rezeki.

Kita tidak tau dari mana datangnya rezeki itu, biasa saja dari banyaknya teman yang kita miliki.

Celakanya yang tak mampu menjaga lisan.

Orang-orang yang tidak dapat menjaga lisannya termasuk orang-orang yang celaka. Sebagai contoh beberapa hari ini jagat maya diramaikan oleh penyataan seorang Ustaz yang bernada provokatif dan rasis dalam sebuah ceramahnya, pernyataan itu viral sontak pernyataannya yang membandingkan budaya antar suku yang kita miliki sebagai bangsa yang satu ini mendapat respon ketidakterimaan bagi salah satu suku yang merasa direndahkan, hingga pada akhirnya seorang ustaz yang dikenal kontroversi itu banyak yang mencemoohnya dan hingga ada yang akan melaporkannya ke polisi.

Kita dapat mengambil suatu pelajaran dari situ, bukankah kah siapapun diri kita bertanggungjawab atas apa yang kita keluarkan dari lisan kita? terlebih sebagai seorang murid, seorang Ustaz, Seorang warga negara, sebagai pemimpin atau sebagai apapun, kewajiban menjaga lisan menjadi tanggung jawab masing-masing diri agar tetap selamat.

عَثْرَةُ اْلقَدَمِ اَسْلَمُ مِنْ عَثْرَةِ الِّلسَانِ

Artinya: “Tergelincirnya telapak kaki lebih selamat dari pada tergelincirnya lidah”.

Seorang akan mendapat banyak masalah dan musuh apabila tidak mampu menjaga lisan dan tutur katanya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita semua adalah saudara, meskipun dari latar belakang suku, rasa agama dan budaya yang beragam, sebagai saudara sebangsa tentu bukan hal yang pantas untuk merendahkan satu dengan yang lainnya di tengah keragaman yang kita miliki.

Kita sebagai saudara sebangsa dengan latar belakang yang berbeda mestinya harus saling menguatkan, dengan tidak membandingkan satu sama lainnya dengan kata-kata yang menyinggung dan memancing perkara yang dapat mengakibatkan permusuhan dan perpecahan.

Baca Juga:  Dinamika Fikih Perempuan dalam Pertimbangan Kemanusiaan

Semoga kita semua tetap dalam penjagaan lisan yang bisa menyesatkan. [HW]

M Hestu Widiyastana
Alumni BKI Sekolah Tinggi Agama Islam Attanwir Bojonegoro

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah