Tidak Lelahkah Melulu Rebahan Dan Bermalas-malasan

Salah satu kerugian yang bisa mencederai kehidupan adalah terlenanya diri pada zona nyaman. Sulit untuk beranjak mencari kesibukan yang ahsan, memperbudak diri dengan ketakjuban canggihnya teknologi terlebih dalam hal bermedia sosial, hingga hal yang cukup sulit untuk dihindari adalah merebaknya kaum rebahan.

Dewasa ini, maraknya kegilaan teknologi telah mampu menggiring opini manusia seolah hanya dengan berdiam di tempat sudah seperti melanglang  buana menjelajahi dunia. Maka, tak ayal kalau manusia sekarang terperosok dan terjebak dalam lingkar kenyamanan. Jauh daripada itu, kesibukan mereka telah beralih menjadi kesibukan kompetisi mempercantik diri di media sosial.

Pertanyaan yang kemudian muncul. Apakah bermedia sosial itu tidak baik?. Tidak juga. Tentu ada momen di mana itu baik. Yang menjadi kabar buruknya itu ialah keterlampauan dalam penggunaannya sehingga menguras waktu, mengajari kita bersantai ria menunda mengerjakan sesuatu. Alhasil, mendamprat diri berpeluang ditunggangi rasa malas. Malas untuk beralih mengerjakan selain itu.

Malas adalah hal buruk yang menimpa diri. Dan anehnya, manusia justru rela dengan kemalasannya. Lebih-lebih hal itu terus dibudidaya. Terlebih lagi, bila dinisbatkan kepada generasi milenial yang kabarnya akan menjadi prototype dan rule model kemajuan bangsa. Alih-alih demikian. Tetapi, realitanya tak sedikit dari mereka telah menyublim candu memboroskan umur guna bermalas-malasan, rebahan, lalu-sambil bermedia sosial.

Namun, jika diujari pertanyaan kepada mereka termasuk Anda. “Inginkah Anda sukses”? Tentu saja bukan “tidak ingin”  jawabnya. Setiap orang menginginkan kesuksesan. Namun, hanya sebagian orang yang benar-benar berusaha untuk sukses. Sebagian yang lain malah menunggu waktu sukses yang tak kunjung dijemput dan amat giat memelihara kemalasannya. Jika demikian, apakah berbanding lurus dengan harapan?

Baca Juga:  Fikih Berkurban

Untuk memacu semangat, mari coba perhatikan. Perhatikan orang yang berada di luar sana sedang berusaha keras, berlomba-lomba berjuang memanjat-memetik kesuksesan mereka. Sebab dorongan kuat mau beranjak dari kemalasan. Sementara Anda? Malah menghalangi diri dari pintu-pintu keberuntungan. Terbuai dari nikmatnya duduk berleha-leha sambil berselancar di media sosial guna hal yang jauh dari kata manfaat dan memilih santai dari pada mempersiapkan diri menjemput kesuksesan.

Apabila kita mau merenungi dan menginsyafi, dunia dilambangkan dengan ungkang-ungkang kaki, rebahan, dan tanpa mau menyatu. Rasa-rasanya dunia ini terlalu waw untuk dihadirkan Tuhan bagi pemalas sejenis kita.  Dunia terlalu luas kalau hanya digunakan untuk memantau dan tak pernah alfa dari gemerlapnya dunia maya.

Tuhan telah menghamparkan keluasan anugerahnya, masihkah manusia terus meminta apa-apa disuapi, termasuk meminta kesuksesan tanpa berusaha memperjuangkannya?.  Banyak potensi yang mesti diasah untuk meningkatkan kualitas diri, ada kesibukan menghadang yang mengandung manfaat yang bisa dikerjakan, ada kesadaran yang mesti dipupuk untuk terus melaju-menapaki jalan kesuksesan dan mengarungi samudera keluasan ilmu.

Kehadiran media sosial sangatlah memberikan manfaat dalam kehidupan kita. Namun, apabila dalam mengaplikasikannya kita kurang membarengi dengan bijak, maka peluang untuk didera kecanduan akan tentu ada. Dan akhirnya mengalihkan kesibukan kita di dunia nyata menjadi kesibukan di dunia maya.

Mari menilik kembali petuah Gus idola. Gus Ach Dhofir Zuhry yang pernah menginspirasi akan satu hal yang patut kita jadikan azimat adalah : Tuhan tidak pernah membangunkan pemalas. Sehingga akhir dari upaya terbaik manusia adalah awal dari campur tangan Tuhan. Manusia bisa saja menemukan banyak cara untuk bermalas-malasan, tapi kehidupan punya lebih banyak cara untuk memberi imbalan pada kerja keras, bukan alasan.

Sampai disini, masih terus bertahan kah dalam kondisi kemalasan?. Mari bangkit. Jangan terus mau dikangkangi rasa malas yang ujung-ujungnya menjadikan kita insan yang merugi. Semangatlah berproses. Karena ujar-ujar lamapun mendukung, bahwa proses tidak mengkhianati hasil. [HW]

Tri Faizah
Penulis adalah Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir sekaligus Mahasantri Ma’had Al-Jami’ah UIN Raden Intan Lampung.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini