Jangan Menghukumi Sesuatu yang Tidak Kamu PahamiSESUATU YANG TIDAK KAMU PAHAMI

Mungkin di antara pembaca sudah familiar dengan lagu “Tua Tua Keladi” yang dipopulerkan oleh Anggun C. Sasmi pada tahun 1990. Ya, lagu yang cukup sukses di pasaran kala itu menceritakan tentang seseorang yang mengaku-ngaku masih jomlo padahal sudah memiliki banyak anak & cucu. Secara tidak langsung lagu ini juga merefleksikan kondisi riil di sekitar kita, yaitu adanya segelintir laki-laki yang sudah beristri namun mengaku masih single kepada orang lain. Ketika ditanya oleh orang lain,”Kamu sudah punya istri apa belum?” spontan mereka menjawab,”Belum punya istri.” Tentunya pernyataan itu diucapkan berdasarkan niat & alasan tertentu. Bila dilihat dari kacamata fikih, apakah pengakuan tersebut memiliki konsekuensi jatuhnya talak terhadap istrinya?

Sebagaimana yang telah diketahui, talak merupakan perkara yang halal namun dibenci oleh Allah, sebagaimana dalam hadis:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ –رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَبْغَضُ الحَلَالِ عِنْدَ اللهِ الطَّلَاقُ”، رواه أبو داود وابن ماجه، وصححه الحامكم، ورجح أبو حاتم إرساله

Dari Ibnu Umar- semoga Allah meridai keduanya- bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak”(HR. Abu Dawud dan Ibn Majah. Hadis Shahih menurut al-Hakim. Abu Hatim menilainya hadis mursal)

Ditinjau dari lafal talak, redaksi kalimat yang digunakan menceraikan istri ada dua macam; Pertama, ungkapan sharih (jelas), yaitu redaksi kalimat  yang secara jelas dan tegas dipahami sebagai pernyataan untuk memutuskan ikatan perkawinan, dan tidak mungkin lagi dipahami selain makna talak. Apabila sang suami menggunakan ungkapan sharih  maka talaknya jatuh, meskipun ia tidak memiliki niat untuk menjatuhkan  talak kepada istrinya. Contoh ungkapan sharih seperti,”Aku talak kamu,” atau “Aku ceraikan kamu.”

Baca Juga:  Mau Menikah? Kenali Perjanjian Suami Istri Ini

Kedua, Ungkapan kinayah (sindiran), yaitu redaksi kalimat yang mungkin bermakna talak, dan mungkin saja bermakna lain. Redaksi kalimat ini harus disertai dengan niat dalam hati agar bisa jatuh talak. Seperti “Pergilah dari sini!” atau “Pulanglah kamu ke keluargamu!” dan lain sebagainya.

Mengenai masalah suami yang mengaku tidak punya istri, banyak ulama yang berpendapat bahwa pernyataan suami tersebut hanyalah bentuk kebohongan semata serta tidak memiliki konsekuensi jatuhnya talak. Jadi pengakuan tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai ungkapan sharih maupun kinayah (Mughnil Muhtaj, 3/431). Namun Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa penyataan suami tersebut dikategorikan sebagai ungkapan kinayah menurut pendapat yang lebih shahih. Dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (20/342), Imam An-Nawawi mengungkapkan:

وَإِنْ قَالَ لَهُ رَجُلٌ: أَلَكَ زَوْجَةٌ؟، فَقَالَ: لَا، فَإِنْ لَمْ يَنْوِ بِهِ الطَّلَاقَ، لَمْ تُطْلَقْ، لِأَنَّهُ لَيْسَ بِصَرِيْحٍ. وَإِنْ نَوَى بِهِ الطَّلَاقَ، وَقَعَ، لِأَنَّهُ يَحْتَمِلُ الطَّلَاقَ.

Jika seseorang ditanya:” Apakah kamu punya istri?”, lantas dia menjawab “Tidak/belum”  apabila ia tidak berniat talak, maka istrinya tidak tertalak. Sebab hal ini bukan redaksi yang sharih. Namun bila ia berniat talak dengan ucapan tersebut, maka talaknya otomatis jatuh. Sebab ucapan tadi mengandung kemungkinan talak.

Dengan demikian, jelas pengakuan suami bahwa dirinya tidak memiliki istri termasuk redaksi talak secara kinayah (kiasan) sehingga talaknya tidak jatuh selama tidak ada niatan untuk mentalak istrinya. Sebaliknya, bila ada niat talak maka otomatis terjadi talak terhadap istrinya.

Wallahu a’lam. [HW]

Afif Thohir Furqoni
Santri alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep dan Mahasiswa Pascasarjana IAIN Madura

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. Sebagaimana keterangan talak diatas ada dua, yaitu sharih dan kinayah, apakah ada keterangan mengenai talak jika terjadi pada sebuah perkataan “jika” atau “kalau” seperti “kalau kamu tidak pengen disini pulang sana kerumah orang tua kamu”?

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini