Filosofi Kehidupan dalam Lagu ‘Keke Bukan Boneka’ Menurut Perspektif Kitab Matsnawi Ma’nawi Rumi

Beberapa waktu lalu, dunia permusikan Indonesia sempat diguncang dengan kehadiran lagu baru youtuber Rahmawati Kekeyi Putri Cantika yang berjudul Keke Bukan Boneka. Lagu baru tersebut bahkan menggeser posisi lagu Sour Candy milik Lady Gaga dan Blackpink yang sedang trending di halaman youtube warga Indonesia.

Selain menggeser posisi lagu milik artis internasional, hadirnya lagu tersebut juga menuai banyak kontroversi dari berbagai pihak yang ada. Salah satu hal yang membuat lagu dari youtuber Kekeyi ini menjadi kontroversi adalah judul lagunya. Banyak dari warga indonesia yang menganggap lagu tersebut merupakan plagiat dari lagu yang pernah dibawakan oleh Rini Wulandari yang bertajuk Aku bukan Boneka.

Terlepas dari kontroversi dan viralnya lagu baru Kekeyi di atas, ada salah satu hal penting yang perlu kita cermati bersama dalam isi lagu baru yang berjudul Keke Bukan Boneka tersebut. Dan hal penting itu adalah filosofi kehidupan dalam isi lagu yang dibawakan oleh Rahmawati Kekeyi Putri Cantika.

Mungkin selama ini, sebagian dari kita lebih terfokuskan oleh nada, suara atau tarian yang dibawakan oleh Kekeyi, namun ternyata jika kita membaca lirik lagu yang dilantunkan olehnya itu, maka kita akan temukan sebuah filosofi kehidupan melalui curahan hati seorang Kekeyi setelah semua kejadian yang menimpa dirinya selama ini, termasuk putus dari kekasihnya.

Lirik pertama lagu Kekeyi mengatakan;

“Kau dulu pernah bilang kepada diriku, untuk memulai cinta ini. Tetapi setelah kita jalani aku merasa tertipu.”

Dari kata-kata yang tersusun di atas tersebut, kita bisa memahami bahwa cinta yang selama ini Kekeyi rasakan bukanlah cinta yang datang secara tiba-tiba. Ia bersama kekasihnya telah berikrar untuk memulai menanam rasa cinta bersama-sama. Namun yang terjadi adalah adanya pengkhianatan di dalam hubungan antara keduanya.

Baca Juga:  China Lebih Bersyariah? Kenapa Tidak

Rasa cinta yang terlanjur dalam yang dirasakan oleh Kekeyi ini, akhirnya membawanya untuk menyusun sebuah kata agar dirinya merasa lega. Dan perilaku seperti yang Kekeyi lakukan ini, memang sering kita temukan pada orang yang sedang patah hati dan putus cinta. Mereka yang sedang merasakan pilunya suatu kehidupan, biasanya mengobati rasa sakit yang dideritanya itu dengan merangkai kata-kata dan melantunkannya.

Jalaluddin Rumi pernah berkata;

نی حریف هر که از یاری برید

پرده هایش پرده های ما درید

Artinya:

“ Seruling adalah teman bagi setiap pecinta yang berpisah dari kekasihnya

Iringan iramanya juga merupakan pembuka bagi tabir yang menutupi cinta.”

(Rumi, Matsnawi Ma’nawi, Muqaddimah, Jilid Pertama)

Bait yang Jalaluddin Rumi katakan di atas, memiliki makna secara tekstual dan kontekstual. Salah satu makna tekstual dari bait di atas tersebut adalah setiap lagu atau rangkaian kata-kata yang bernada merupakan teman bagi setiap pecinta yang berpisah dari kekasihnya. Dan irama-irama yang keluar darinya itu, menjadi wakil bagi setiap pecinta untuk mencurahkan keluh kesah yang selama ini berada dalam jiwa.

Dari semua ini, kita akhirnya menemukan satu dari sekian banyak filosofi kehidupan yang ada. Yaitu kata-kata tulus yang keluar dari bibir seorang yang sedang mengalami kesedihan, bisa menjadi obat bagi kesedihannya itu sendiri. Dan iringan lagu yang syahdu, yang kita dengar saat kita sedang berada dalam keadaan tertentu, ternyata dapat menjadi wakil dari berjuta-juta rasa yang mungkin tak sempat kita keluarkan melalui kata dan suara.

“Ucapanmu manis di bibir saja, buatku luluh jadinya. Semua cinta yang kamu berikan ternyata hanya settingan.”

Bagian dari lirik lagu ini mengajarkan kepada kita semua bahwa cinta yang sesungguhnya tidaklah hanya di bibir saja, melainkan harus melalui proses pembuktian. Ketika ada seorang yang mengatakan kepada kita ‘aku cinta padamu’, maka kita harus melihat kebenaran dari kata yang telah diucapkannya itu, dengan menunggu pembuktian-pembuktian yang akan dia berikan di lain waktu. Jadi, kita tidak boleh tertipu dari cinta yang semu, yang hanya menggunakan kata-kata manis untuk membuat hati berbunga-bunga saat itu.

Baca Juga:  We Are Citizens of The World

Sebagaimana yang dikatakan Jalaluddin Rumi dalam bait syairnya;

من به هر جمعیتی نالان شدم

جفت بد حالان و خوش حالان شدم

Artinya:

“Aku teriakkan cintaku kepada semuanya

Mau mereka dengar atau tidak, aku tetap akan berusaha.”

(Rumi, Matsnawi Ma’nawi, Muqaddimah, Jilid Pertama)

Di sini Rumi membenarkan sekaligus memberi isyarat kepada kita semua bahwa selain meneriakkan cinta, kita juga harus membuktikan teriakan cinta yang telah kita keluarkan dari bibir kita. Kata-kata manis saja tak cukup sebagai bukti akan cinta kita kepada kekasih, namun usaha menjaga cinta dengan berbagai cara dan secara terus menerus lah yang bisa menjadi bukti akan kebenaran cinta kita.

Sedangkan lirik untuk bagian reff dari lagu yang berjudul Keke Bukan Boneka itu, merupakan gambaran tentang kehendak yang dimiliki setiap manusia. Rumi dalam bukunya mengatakan;

اختیار اندر درونت ساکن است

Artinya:

“Kehendak itu ada, dan bersemayam dalam dirimu.”

(Rumi, Matsnawi Ma’nawi, Jilid 5)

Jadi, kurang lebih ada tiga filosofi atau pesan kehidupan yang dapat kita temukan dalam lagu ini. Pertama, setiap orang yang jauh dari kekasihnya pasti akan merasa merana dan kadang kala keluar dari bibirnya untaian kata-kata tulus yang memanjakan pendengarnya. Kedua, semua hal butuh akan yang namanya sebuah pembuktian, tak terkecuali cinta. Dan yang ketiga, manusia sejak dari lahir diberikan oleh Tuhan sebuah kehendak dan ikhtiar. Wallahu ‘alam. [HW]

Muhammad Hilal Zain
Mahasiswa Pasca Universitas Al Musthafa Isfahan, Alumni Perguruan Islam Matho'liul Falah Kajen Pati, Penikmat buku-buku Rumi

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini