KH Maimoen Zubair wafat pada hari Selasa, (06/08) tepat pada pukul 04.17 waktu Makkah. Beliau wafat pada bulan paling indah bagi umat Islam, yaitu Bulan Dzdulhijjah. Menurut Alquran, Bulan Dzulhijjah adalah bulan haram (sakral). Dan Selasa adalah hari paling istimewa bagi Mbah Moen. Menurut beliau, hampir semua orang Alim (berilmu), wafatnya hari Selasa, bukan hanya di Indonesia, di Makkah juga demikian.
Rupanya, Allah SWT juga memuliakan Mbah Moen memanggilnya ke Makkah untuk menunaikan Ibadah Haji dan wafat di Makkah pada hari Selasa. Rasulullah Saw pernah menyebut dalam sebuah hadisnya bahwa jamaah Haji sebagai “wafdu Allah” (duta Allah).
Dalam sebuah keterangan, Allah SWT berfirman yang artinya “Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Nisa, 3:100).
Mbah Moen sedang keluar dari rumahnya untuk menunaikan ibadah Haji, yang mana Haji itu bagi orang tua disamakan dengan berjuang di jalan Allah (Jihad). Rasulullah SAW berkata “Jihadnya orang tua, lemah dan wanita adalah haji dan umrah” (HR. an-Nasa’i).
Rasulullah Saw juga memuji orang-orang yang keluar dari rumahnya untuk memenuhi panggilan-Nya, ketika wafat dalam perjalanan menunaikan ibadah Haji mauapun umrah, maka pahalanya sempurna. Dalam sebuah hadis lain, Rasulullah SAW berkata:
قال رسول الله ﷺ: من خرج حاجًا فمات، كتب له أجر الحاج إلى يوم القيامة، ومن خرج معتمرًا فمات، كتب له أجر المعتمر إلى يوم القيامة، ومن خرج غازيًا في سبيل الله فمات، كتب له أجر الغازي إلى يوم القيامة،
Barang siapa keluar untuk menunaikan ibadah Haji, kemudian wafat, maka Allah SWT mencatat baginya pahala haji sampai hari kiamat, dan barang siapa keluar dengan tujuan menunaikan umrah, maka Allah mencatat pahala umrah hingga hari kiamat, dan barang siapa keluar untuk berperangan dijalan Allah kemudian wafat, maka pahalanya seperti perang dijalan Allah sampai hari kiamat (HR. Abu Ya’la).
Keistimewaan berikutnya, Mbah Moen itu wafat di tempat paling mulia di muka bumi (Makkah). Di mana Allah SWT menyebut Makkah dengan istilah “muhroja sidqin”. Rasulullah Saw sangat mencintainya, dengan kata lain, Makkah itu sebaik-baik tempat di muka bumi”. Dalam ayat lain, Allah SWT menyebut Makkah dengan “bibakkah mubarakan”.
Selanjutnya, Mbah Moen ketika wafat pada waktu yang sangat istimewa, yaitu pukul 04.17, di mana sebagian besar berita mengabarkan bahwasanya beliau akan menunaikan ibadah rutin tahajud. Rasulullah Saw pernah berkata “sebaik-baik ibadah setelah sholat lima waktu adalah “qiyamul lail” (HR Muslim).
Dan yang paling menarik adalah KH Maimoen Zubair, Allah SWT mewafatkan pada tempat dan waktu dan momentum yang paling di sukainya. Haji, salah satu ibadah runtin Mbah Maimoen Zubair. Setiap tahun, beliau menunaikan ibadah Haji. Rupanya, dalam momentum ibadah Haji itulah, Allah SWT menjemput ajalnya. Teringat pada sahabat Rasulullah Saw ketika bertanya kepada Rasulullah Saw “Kapan Hari Kiamat?” Rasulullah Saw menjawab “Apakah engkau sudah mempersiapkan diri?”, Sahabat itu menjawab “Tidak wahai Rasul, kecuali aku cinta kepada Allah dan Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah Saw menjawab lagi “Engkau akan dikumpukan dengan orang yang engkau cintai”.
Mbah Moen wafat di tempat yang paling dicintai, juga waktunya, serta musim Haji, juga tempat yang dirindukan (Makkah). Memang tidak ada hadis khusus tentang anjuran agar berusaha wafat di Makkah, yang ada justru di Madinah. Namun, Makkah juga bisa dianalogikan sebagai tempat suci yang nilainya setera dengan Makkah Al-Mukarramah.
Rasulullah Saw pernah berkata :
مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ فَلْيَفْعَلْ، فَإِنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ مَاتَ بِهَا (رواه أحمد)
“Siapa yang bisa memilih mati di Madinah, silahkan dia lakukan. Karena saya akan memberi syafaat bagi mereka yang mati di Madinah.” (HR. Ahmad dan Turmudzi (
Dan yang terahir adalah tempat pemakaman beliau adalah Ma’la (Kuburan Makkah). Tidak dipungkiri semua jamaah Haji dan Umrah, ketika wafat tidak diperkenankan dimakamkan di “Ma’la”, karena sudah penuh. Di sisi lain, Ma’la di peruntukkan untuk penduduk asli Makkah.
Namun, Dubes Indonesia untuk Arab Saudi, Dr. Agus Maftuh meloby pemerintah Arab Saudi. Dalam jumpa persnya, beliau menyampaikan bahwa Syaikh Maimoen Zubair adalah ulama terkemuka di Indonesia. Beliau meminta agar Syaikh Maimoen Zubair dimakamkan di Ma’la. Ternyata mendapatkan izin.
Dr. Fahmi yang menjadi pengurus PCINU Arab Saudi, sekaligus pengajar di Madrasah Soulitiyah juga disebut-sebut oleh Dr. Agus Maftuh dalam kelancaran prosesi pemakaman Syaikh Al-Imam Maimoen Zubair di Tanah Ma’la.
Dengan demikian, tokoh-tokoh NU, dan guru-gurunya yang sebagian besar wafat di Makkah, mereka di Makamnya di Ma’la, seperti ; Syaikh Mahfudz al-Turmusi, Syaikh Muhammad Yasin Al-Fadani, Syaikh Abdul Hamid Ali Kudus, Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Atorid Al-Betawi, Syaikh Ukhid Al-Buguri, dan yang terahir adalah Syaikh Maimoen Zubair Al-Sarangi.
Kemulian Tanah Ma’la
Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baik kuburan adalah ini (Ma’la).” (HR al-Bazzar). Dalam hadis lain, Nabi Saw menerangkan bagaimana balasan orang yang beriman ketika meninggal di Makkah, kemudian dimakamkan di Ma’la. Ibnu Abbas mengatakan, “Sebaik-baik pemakaman adalah tempat ini.”
Siapapun yang meninggal dunia di Makkah, entah orang tersebut sedang menunaikan Umrah atau Haji, maka ia tidak akan dihisab serta tidak akan disiksa, ia kelak juga akan dibangkitkan dengan aman dan sentosa. Kendati demikian, Imam Ibnu Jauzi mengkatagorikan hadits tersebut pada derajat “Al Mauduat”. Sedangkan Imam al-Suyuti tidak sependapat dengan Ibnu al-Jauzi, sebab Imam Baihaqi juga meriwayatkan di dalam Fadoil Makkah dari Anas dengan derajat Marfu.’
Ma’la merupakan tempat penguburan jenazah orang-orang Makkah dan jama’ah haji atau umrah yang meninggal di Makkah sejak zaman Nabi sampai saat ini. Diriwayatkan juga dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Allah akan membangkitkan penghuni Ma’la sebagai penghuni surga. Wajah-wajah mereka layaknya bulan purnama.
Tentunya ini janji bagi mereka yang beriman dan senantiasa menjalankan segala perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Karena, tidak mungkin orang jahiliyyah kuno yang dimakamkan di Ma’la bisa masuk surga dengan wajah berseri-seri. Begitu juga dengan orang jahiliyah modern.
Letak pemakaman ini di sebelah timur Masjidil Haram dan merupakan tempat yang sangat bersejarah di Makkah. Semua penduduk Makkah atau yang meninggal di dalamnya dishalati di Masjidil Haram setiap ba’da shalat fardhu, kemudian dibawa ke Ma’la lalu dimakamkan. Ma’la saat ini tertata rapi dan tertib. Siapapun yang akan dimakamkan harus melalui administrasi yang selektif, sehingga orang asing yang tidak mempunyai identitas yang jelas tidak bisa dimakamkan di Ma’la.
Ma’la juga termasuk tempat mulia, karena Ummul Mu’minin Sayyidah Khadijah, isteri pertama Nabi, dimakamkan di dalamnya. Kemudian ipar Nabi, Asma’ binti Abu Bakar, Abdulah bin Zubair bin Awwam, Ibnu Hajar al-Haitami serta banyak lagi para sahabat, ulama dan orang-orang shalih yang meninggal di Makkah. Di bawah ini nama-nama sahabat dan ulama yang dimakamkan di Ma’la, antara lain:
1. Hamnan bin Auf, yakni saudara Abdurrahman bin Auf
2. Abdullah bin Auf
3. Hubbah
4. Khalid bin Ash bin Abil Ash
5. Hubaib bin Ady
6. Khunais bin Khalid
7. Abdullah bin Umar al-Khattab
8. Sufyan bin Umayyah
9. Syaibah bin Utsman bin Thalhah
10. Salamah al-Juhani
11. Putra-putra Rasulullah
12. Khudamah binti Khuwailid, saudara Siti Khadijah
13. Zainab binti Mazh’un
14. Zainab al-Asadiyah al-Makkiyah
15. Sumayyah, ibu Ammar bin Yasir
Dan masih banyak lagi dari para sahabat serta ulama-ulama’ terdahulu dan ulama’-ulama’ dari luar kota Makkah yang juga dimakamkan didalamnya. Termasuk ulama-ulama nusantara (Indonesia, seperti; Syaikh Imam Nawawi Banten, Syaikh Mahfudz Al-Turmusi (Pacitan), Syaikh Abdul Karim Al-Banjari, Syaikh Muhammad Yasin Al-Fadani.
Sebagian besar yang dimakamkan di Ma’la adalah orang-orang shalih yang menetap di Makkah. Bahkan banyak yang tidak diketahui, karena terlalu banyak yang meninggal, mulai dari zaman Nabi SAW sampai saat ini dan di kemudian hari.
Keistimewaan bagi penduduk Makkah, khususnya yang beriman kepada Allah SWT, kelak mereka tidak mendapatkan fitnah dari Dajjal, sebagaimana keterangan di dalam beberapa literatur hadits serta atsar. Tetapi, jika mereka tidak beriman dan berbuat maksiat, mereka akan mendapatkan balasan dan siksaan Allah SWT yang teramat menyakitkan.