Covid-19 singkatan dari Corona Virus Disease tahun 2019, virus ini berasal dari Kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini tersebar dari hewan seperti kelelawar dan sejenisnya. Penularan Covid-19 yaitu dari hewan ke manusia serta dari manusia ke manusia. Penularan antara manusia terjadi ketika manusia saling berinteraksi secara langsung dan juga bisa melalui percikan dahak saat batuk, pilek maupun bersin. Virus ini belum ditemukan vaksin dan pengobatan yang ampuh hingga saat ini, sehingga dapat menyebarluas ke berbagai negara salah satunya Indonesia. Masuknya virus corona di Indonesia pada 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa dua orang di Indonesia positif terinfeksi virus Corona. Angka yang ditunjukkan terhadap pasien positif virus Corona semakin hari semakin tinggi.

Wabah virus corona memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian global bahkan di kawasan Asia. Tak dipungkiri, Indonesia juga tidak lepas dari efek wabah yang dikenal dengan sebutan Covid-19 ini. Virus Corona (COVID-19) dua bulan terakhir ini menjadi topik permasalahan di Dunia Internasional sehingga sangat berpengaruh terhadap perekonomian dunia termasuk Indonesia. Virus Covid-19 hadir ditengah-tengah masyarakat Indonesia pada Maret 2020 sungguh menyita perhatian. Dampak yang terlihat tidak hanya mempengaruhi kesehatan masyarakat, tetapi juga mempengaruhi perekonomian negara Indonesia. Wabah covid-19 menghantam berbagai sendi perekonomian. Penyebaran virus yang mengharuskan aktivitas manusia dilakukan secara social distancing (jarak sosial) dan dalam kadar ekstrem melakukan langkah lockdown akan berdampak pada perlambatan aktivitas ekonomi (supply and demand).

Pemerintah mengajak seluruh warga Indonesia untuk memutus rantai penularan Covid-19 dengan isolasi diri dan karantina diri. Isolasi diri untuk pasien positif Covid-19 sedangkan karantina diri untuk Orang dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien dalam Pengawasan (PDP). Menjaga jarak aman dengan jarak lebih dari 1 meter ketika berada diluar rumah. Semua kegiatan dilakukan dirumah, mulai sekolah dari rumah, bekerja dari rumah hingga beribadah dirumah. Beberapa wilayah menjadi seperti kota mati, karena semua penduduk dilarang keluar rumah jika tidak benar-benar darurat. Kejadian tersebut mengakibatkan pemilik UMKM mengalami beberapa keluhan sebab ketika semua kegiatan dikerjakan dirumah, tingkat permintaan masyarakat bisa turun tajam. Bila tingkat permintaan berkurang, maka pertumbuhan beberapa indikator penopang ekonomi pun akan mulai berguguran.

Baca Juga:  Penyebaran Covid-19 melalui Aerosol/Udara

Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini mau tidak mau memberikan dampak terhadap berbagai sektor. Pada tataran ekonomi global, pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat signifikan pada perekonomian domestik negara-bangsa dan keberadaan UMKM. Laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan bahwa pandemi ini berimplikasi terhadap ancaman krisis ekonomi besar yang ditandai dengan terhentinya aktivitas produksi di banyak negara, jatuhnya tingkat konsumsi masyarakat, hilangnya kepercayaan konsumen, jatuhnya bursa saham yang pada akhirnya mengarah kepada ketidakpastian.

Indonesia yang didominasi oleh keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian nasional juga terdampak secara serius tidak saja pada aspek total produksi dan nilai perdagangan akan tetapi juga pada jumlah tenaga kerja yang harus kehilangan pekerjaannya karena pandemi ini. Data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM) menunjukkan bahwa pada tahun 2018 terdapat 64.194.057 UMKM yang ada di Indonesia (atau sekitar 99 persen dari total unit usaha) dan mempekerjakan 116.978.631 tenaga kerja (atau sekitar 97 persen dari total tenaga kerja di sektor ekonomi).

Permintaan masyarakat terhadap barang atau jasa menurun karena banyak masyarakat yang lebih memilih untuk tetap dirumah dan menjauhi keramaian. Sehingga pelanggan mulai mengurangi pemesanan dan penghasilan pemilik UMKM menjadi turun hingga 50%. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi sektor yang paling rentan terhadap dampak wabah virus Corona. Contohnya seperti beberapa tempat makan yang terpaksa harus tutup sementara atau hanya melayani pemesanan secara daring (online). Saat mengantarkan pesanan online pun terkadang pengantar pesanan tersebut harus berhati-hati karena saat ini dibeberapa wilayah sudah menerapkan kawasan bebas laju lalu lintas dan sering adanya penyemprotan disinfektan dijalan raya. Dari kejadian tersebut para penyedia jasa seperti usaha kecil ojek online juga mempunyai keluhan karena sepinya pelanggan.

Baca Juga:  Konsep Maqashid Syariah Ala Gus Dur

Selain itu, keluhan UMKM terhadap adanya pandemi virus Corona ini yaitu kesulitan bahan baku, distribusi yang terhambat, kesulitan pendapatan modal, serta produksi menjadi terhambat. Beberapa keluhan dari pemilik UMKM tersebut membuat mereka sulit untuk mendapatkan keuntungan berlebih. Sulit memproduksi barang hingga pelanggan mulai berkurang, karena banyak faktor terutama faktor kenaikan harga. Pandemi Covid-19 juga melemahkan rupiah terhadap dolar, sehingga UMKM yang memerlukan bahan baku impor mau tidak mau harus menaikkan harga produksinya. Dampak yang ditimbulkan dari adanya Pandemi Covid-19 ini membuat perekonomian pemilik usaha-usaha kecil mikro menjadi kembang kempis dan bahkan mengalami kerugian yang cukup besar. Jadi ketika harga naik, permintaan akan turun. [HW]

Dewi Aminah
Mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Inflasi Ulama
    Opini

    Inflasi Ulama

    Rasanya, semenjak Mbah KH. Maimoen Zubair wafat, Agustus 2019, berombongan pula para ulama ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini