Agama dan Konflik Kekerasan di Masa Utsman bin Affan

Pada hakikatnya, konflik merupakan konsep sosial yang selalu mempunyai makna berbeda dalam setiap orang. Bahkan, terkadang pemaknaan terhadap konflik membuatnya menjadi ambigu. Sebagian orang  mengatakan konflik adalah tabiat dalam kehidupan makhluk hidup yang sudah berlaku semenjak mahluk itu sudah diciptakan.

Melalui konflik, pada akhirnya akan memusnahkan populasi dari mahluk itu sendiri. Dalam perjalanan hidup manusia, konflik senantiasa telah manjadi Tradisi yang tidak mungkin bisa di pisahkan, baik dalam pemikiran, Akhlak, bahkan juga dalam bentuk yang paling destruktif adalah perang.  Islam sendiri selalu mengutamakan perdamaian, karena sesuai dengan makna Islam sendiri yakni Salamun,  yang memiliki makna selamat. Namun, bukan berarti Islam tidak memandang konflik sebagai bagian dari agama. apalagi konflik memiliki posisi diametral dengan perdamaian.

Bahkan, bisa saja Islam akan memberikan pemaknaan konflik dalam bentuk dan formal yang lebih indah, sehinggah konflik tak selamanya dipahami sebagai gejalah yang destruktif, dan kontra-destruktif. Namun, bisa saja menjadi gejalah yang konstruktif bahkan produktif. Dalam sejarah Islam sendiri, berbagai model konflik telah terjadi. Sebagian telah diselesaikan, tapi adapulah yang masih menyisakan rasa takut sampai sekarang akibat konflik yang berkepanjangan. Risalah Islam adalah risalah Rahmat bagi semesta alam yang merupakan sebuah piranti bagi manusia untuk menjalankan Khalifah Allah dimuka bumi. Dimulai  dengan kedatangan para Nabi yang membawa risalah dari Ilahi; dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad Saw. Karna itu, bukan suatu yang mengherankan apabila dalam sejarah dakwa umat Islam, banyak menemukan tantangan, baik dari segi Ide, konsep, bahkan sampai kepada yang bentuk fisik. Tantangan-tantangan inilah yang telah membuat begitu banyak dinamika dalam tatanan kehidupan umat Islam, yang menuntut begitu banyak peran agar bisa menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan panduan Al-Qur’an maupun Hadits.

Kita tahu bersama bahwa Utsman Khalifah ke tiga. Nama lengkapnya, Usman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayya bin Abdi Al-Syams bin Abd Al-Manaf. Ia berasal dari suku Quraisy yang satu jalur keturunan dengan Nabi Muhammad SAW melalui jalur Abd Al-Manaf. Beliau lahir enam tahun setelah peristiwa penyerangan Ka’bah oleh pasukan bergajah (raja Abraha), tepatnya pada tahun 576 M. Utsman bin Affan termasuk keturunan keluarga terhormat dari Bani Umayyah dan tergolong sebagai saudagar kaya raya yang pandai dalam urusan ekonomi. Disisi lain, Ia juga memiliki wajah yang tampan, tingginya yang sedang, dan kulitnya yang lembut dan hitam manis. Utsman bin Affan masuk Islam pada usia yang ke tiga puluh tahun dengan ajakan Abu Bakar. Abu Bakar pernah berkata padanya; “Alangkah bahagianya engkau Utsman. Engkau adalah manusia yang halus dan terampil dalam bekerja serta tidak ada yang menuduhmu  sebagai orang yang tidak jujur”. Tak hanya itu, Sahabat Nabi ini juga mendapatkan julukan “Dzun Nurain”, karena ia menikahi dua Putri Rasulullah yaitu Roqayah dan Ummu Kulsum. Lebih dari itu, Ia juga menikah dengan enam orang wanita, masing-masing Fakhitah bin Ghuzwan bin Jabir, Ummu Amin binti Jundub, Fatimah binti Al-Walid dan lain-lain.

Dedikasi Perjuangannya serta dharma bakti bagi kemajuan Islam banyak disebut orang. Salah satunya, Ia pernah menjalankan misi diplomatik atas perintah Rasulullah kepada Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy. Pada kesempatan itu, beliau ditawan selama tiga hari dan diisukan terbunuh bersama sepuluh orang yang ikut dalam missi tersebut. Selain itu, Utsman juga pernah membeli telaga milik Yahudi, seharga 12.000 dirham dan menghibakannya kepada kaum muslimin pada saat hijrah ke Yastrib. Mewakafkan tanah seharga 15.000 dinar untuk perluasan Masjid Nabawi. Menyerahkan 940 ekor Unta, 60 ekor Kuda, 10.000 dinar untuk keperluan Jaisyur Usroh pada Perang Tabuk.

Setiap hari Jumat, pemilik julukan Dzun Nurain ini, membebaskan seorang budak laki-laki dan seorang budak perempuan pada masa penceklik. Masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman menjual barang kebutuhan sehari-hari dengan harga yang sangat murah, bahkan juga dikabarkan membagi-bagikannya kepada orang muslim. Utsman termasuk orang yang sangat penyayang, sehinggah pernah suatu pagi, ia tidak tega membangunkan pelayannya untuk mengambil wuduk, padahal ia sedang sakit dan punya udzhur.

Baca Juga:  Agama Menurut Pandangan Interfaith

Pada zaman Nabi Muhammad SAW. Utsman bin Affan mengikuti beberapa Peperangan, di antaranya Perang Uhud, Khaibar pembebasan Kota Mekah, Perang Thaif, Hawazin, dan Tabuk. Perang Badar ia tidak ikut, karna perintah Rasulullah SAW untuk menunggu istrinya yang sedang sakit samapai meninggal. Pada masa beliau memangku jabataanya sebagai Khalifah, wilayah kekuasaan Islam telah meluas sampai ke Asia dan Afrika dan berhasil menumpas pemberontak yang dilakukan orang-orang Persia. Sambil menumpas pemberontakan itu, beliau memperluas wilayahnya sampai ke Herat, Kabul, Ghazni dan Asia Tengah. Di bidang Ilmu pengetahuan, Utsman tak bisa diremehkan, Ia terkenal dengan menguasai Fikih dan Hadits. Jika di tinjau dari segi peribadahan, beliau selalu bangun di tengah malam, puasa sepanjang tahun, kecuali pada hari-hari yang dimakruhkan seperti hari Raya Idul Fitrih, Idul Adha dan lain sebagainya.

Utsman bin Affan diangkat sebagai Khalifah pada hari senin tahun 23 H. Dan menerima tampuk kekuasaan baru pada bulan Muharram tahun 24 H. Ada dari beberapa pendapat mengatakan bahwa tahun itu disebut tahun Ru’aif, yaitu sejenis penyakit berupa keluarnya darah dari lubang hidung, karena pada tahun itu banyak orang terkena penyakit tersebut. Sahabat Nabi ini terpilih sebagai Khalifah memalui musyawarah majelis Syura (terdiri dari enam orang yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas dan Abdurrahman bin’Auf) dengan tata cara yang sudah di atur atas petunjuk Khalifah Umar bin Khatab. Majelis menetapkan bahwa jika lima orang setuju, sedangkan yang satu tidak setuju, maka yang satu itu harus dibunuh, dan jika empat orang setujuh, sedangkan yang dua tidak setujuh, maka yang dua itu haruslah dibunuh. Dan jika kekuatan antara yang setujuh dan tidak setujuh imbang, maka pilihan ditentukan pada kelompok yang didalamnya terdapat Abdurahman bin’Auf.

Sebelum itu, Umar bin Khatab sudah berpesan terlebih dahulu, agar musyawarah berlangsung paling lama tiga hari, dan pada hari keempat sudah harus ada yang terpilih sebagai Khalifah. Apabila ada perselisihan, pilihan itu harus jatuh pada kelompok yang didalmnya terdapat nama Abdurahman bin’Auf. Berkenaan dengan ini, Abdurahman bin’Auf menemui Umar dan berkata; “Peganglah janji Allah, Sunnah Rasul dan sirah dua Khalifah sesudahnya, Umar menjawab; “Aku akan mengikuti Kitabullah, Sunnah Nabi dan Ijtihadku sendiri. Aku akan bertindak dengan seluruh kemampuan Ilmu dan kekuatanku”. Demikian pula pengangkatan Usman yang didasarkan pada sifat keperibadian yang lunak dan keahlihan di bidang Administrasi, tampaknya juga kurang tepat dijadikan pertimbangan pengankatannya. Usman tak mempunyai kecerdasan sebagaimana yang dimiliki oleh Abu Bakar, dan tidak memiliki kecakapan dan keberanian seperti Umar bin Khatab.

Keramahan Utsman dan sifatnya yang cenderung menganggap kurang penting masalah-masalah yang tumbuh di depan pemerintahan, membuat ia menjadi alat yang gampang dibelokan oleh tangan sanak saudarnya yang ambisius. Dengan demikian pengangkatan Utsman sebagai Khalifah, kelihatanya lebih didorong oleh kepentingan orang-orang tertentu, termasuk keluarga yang rajin memanfaatkan kedudukannya. Hal ini dapat dibuktikan dari sistem politik yang diterapkannya. Namun, apakah dengan sikap politik yang demikian Utsman harus dikeluarkan dari kategori sebagai Khalifaur Rasydin? jawabannya tentu saja tidak. Karena itu, di dalam bidang politik terdapat logika yang beroperasi didalamnya.

Kebijaksanaan politik Utsman yang merangkul sanak keluarganya ini menimbulkan rasa tidak simpati terhadap dirinya. Para sahabat yang semula menyokong Utsman, setelah melihat sikap dan tindakan yang kurang tepat itu, kini mulai menjauh darinya. Sementara itu, perasaan tidak senang muncul pula di berbagai daerah, terutama di Mesir. Adalah sebagai reaksi tidak senang terhadap dijatuhkannya Umar bin Al-Ash dari jabatan gubenur untuk di gantikan oleh Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah, salah seorang keluarga Utsman.

Baca Juga:  Mempersaudarakan Agama-Agama

Sekitar lima ratus orang berkumpul dan kemudian bergerak menujuh Madinah untuk melakukan aksi protes; disamping tak terima terhadap kepemimpinan ustman, juga atas hasutan Abdullah bin Ubay bin Salul. Kehadiran para pelaku aksi protes ini akhirnya berakibat fatal bagi diri kholifah Utsman. Bahkan, sampai-sampai Sahabat yang mulia ini terbunuh oleh para pemuka aksi protes tersebut. Sebelum wafatnya Utsman, disana telah menimbulkan malapetaka besar dalam tubuh ummat Islam, karena sejak itu pulah pintu masuknya pengaruh hawa nafsuh untuk berpecah belah dan bergolong-golongan untuk berebut kekuasaan. Sejak saat itulah perang demi perang di antara sesama umat Islam sering terjadi dan sulit dihentikan.

Peristiwa terbunuhnya Utsman juga mengakibatkan perpecahan dikalangan ummat Islam menjadi empat golongan, yang diantara satu sama lainnya tidak dapat bersatu kembali. Diantaranya: pertama, pengikut Utsman, yaitu yang menuntut balasan atas kematian Utsman dan mengajukan Muawiyah sebagai Khalifah. Kedua, pengikut Ali, yang mengajukan Ali sebagai Kholifah. Yang ketiga, kaum moderat, uniknya dari kaum ini tidak mengajukan calon, hanya saja mereka menyerahkan urusannya kepada Allah. Ketiga, golongan yang berpegang pada prinsip Jamaah, diantaranya adalah Salad bin Abi Waqqash, Abu Ayyub Al-Anshari, Usaman bin Zaid, dan Muhammad bin Maslamah yang di ikuti oleh 10.000 orang sahabat tabi’in yang memandang bahwa Utsman  dan Ali sama-sama sebagai pemimpin.

Dimasa tangan Utsman tampuk kekuasaan dipimpin kurang lebih selama kurang lebih 12 tahun. Namun, masa yang cukup lama itu tak seluruhnya berjalan dengan lancar. Enam tahun pertama ia Populer. Enam  tahun kemudian ia amat menyedihkan. Di sini keadaan berbalik mundur, timbul gejolak politik, huru-hara silih berganti, petisi[1]dan intrik merajalela yang kemudian menyebabkan terbunuhnya Usman. Hari jumat, tanggal 8 Dhulhijjah tahun 35 M, bertepatan dengan tanggal 17 juni tahun 656 M. Saat itu, Khalifah Utsman sedang membaca al-Qur’an, sehinggah bajunya berlumuran darah. Hal ini terjadi karena perusuh yang berasal dari penduduk Khufah, Bahsrah dan Mesir sudah tidak sadar lagi.

Kerusuhan yang berlanjut dengan terbunuhnya Utsman, nampaknya berawal dari sistem kepemimpinan khalifah Utsman sendiri yang dinilai para perusuh sebagai tidak adil dan tidak bijaksana. Diketahui bahwa selama Utsman berkuasa, ia banyak mengangkat kerabatnya sebagai penguasa, seperti Marwan bin Al-Hakam. Lebih dari itu, Ia mengangkat  orang-orang Bani Umayyah lainnya sebagai pejabat tinggi dan pengusah Negara.  Marwan tampil sebagai penyelenggara pemerintahan yang sebenarnya, sedangkan Utsman hanya dijadikan boneka ditangannya. Marwan lah yang bertanggung jawab atau menutupi tindakan-tindakan tak terpuji para pejabatnya. Terutama Hisyam Paman Usman atau Ayahanda Marwan.

Kejujuran kedua orang ini diragukan, Hisyam misalnya, pernah membocorkan rahasiah Negara pada zaman Rasulullah. Oleh karena itu, ia diasingkan dan di pecat oleh Rasulullah, namun saat Utsman menjadi Khalifah, ia bukan saja dipanggil pulang untuk berkumpul, tetapi diberi hadiah seratus ribu mata uang perak dan sebidang tanah milik Negara. Selain itu, Utsman mengangkat Muawiyah sebagai gubenur di Siria, dan Sa’ad bin Surrah menjadi wali Negeri Mesir. Muawiya dikenal sebagai musuh Rasullah paling ganas di Perang Uhud. Sedangkan Abdullah bin Sa’ad, pernah mengubah kata-kata Wahyu yang di dektekan Rasulullah pada saat ia menjadi seketaris Rasulullah. Orang yang demikian justru diberi kedudukan oleh Utsman bin Affan.

Selanjutnya Utsman mengangkat seorang saudara seibunya yang bernama Walid untuk menjadi Gubenur di kufah. Ayah walid dulu sering menyakiti Rasulullah dan pernah mencekiknya sampai hampir mati. Ia seorang penjahat, pemabuk dan banyak menodai kesucian Islam. Pernah suatu ketia ia masuk Masjid hendak Shalat Subuh dalam keadaan Mabuk yang mendengar ucapannya meminta Anggur. Tindakan lainnya yang dilakukan Utsman ialah mengasingkan Abu Dhza Al-Ghifari Ribdzah, ke sebuah dusun terpencil jauh ditengah gurun Sahara hanya karena Abu Dzar mengeritik kebijaksanaan Muawiyah di Syam yang menimbun Emas dan Perak. Selain itu Utsman pernah memukul Abdullah bin Mas’ud hinggah patah tulang rusuknya.

Baca Juga:  Menghadapi Radikalisme Agama di Negara Hukum

Sebab-sebab lain yang menimbulkan kerusuhan dan membawa kematian bagi Utsman, diantaranya:

  1. seperti yang dikatakan oleh Abu Zahrah, Utsman terlalu baik hati kepada pembesar-pembesar Muhajarin dan para pejuang angkatan pertama dari kalangan kerabatnya. Mereka diberi kedudukan, padahal pada masa Khalifah Umar bin Khattab mereka dilarang keluar dari Madinah kecuali untuk memimpin pasukan. Sebab mereka di khawatirkan akan menyebarkan fitnah kepada masyarakat.
  2. Utsman terlalu percaya kepada kerabatnya, meskipun hal itu tidak berdosa dan tercela, sampai-sampai Utsman menyerahkan urusan pemerintahan kepada mereka, termasuk meminta pendapat tentang masalah pemerintahan yang tengah di hadapinya, sedangkan mereka bukan termasuk orang yang dapat dipercaya.
  3. Sebagai akibat Utsman begitu banyak menyerahkan urusan pemerintahan kepada kerabatnya itu, maka akhirnya yang menangani masala-masalah penting pemerintahan adalah oraang-orang yang sama sekali belum kuat keislamanya dan bahkan ada beberapa sebagian yang pernah di izinkan oleh Nabi untuk membunuhnya, dikarenakan murtad, seperti Abdullah bin Sa’ad bin Abi Al-Sarh yang menggantikan kedudukan Amr bin Ash sebagai gubenur Mesir.
  4. Utsman terlaluh lemah kepada para bawahannya, yang sedang memperlakukan tidak adil, yang menyebapkan rakyat merasa tidak puas. Utsman tidak memiliki sikap tegas seperti Umar terhadap bawahannya, Khususnya dalam melakukan pengawasan.

Sebab yang paling fatal adalah adanya orang-orang yang dendam kepada Islam, dikarenakan mereka hanya masuk Islam dalam keadaan lahirnya saja sedangkan hatinya dalam keadaan kafir. Sebagai akibat dari sistem politik yang dijalankan Utsman, timbul reaksi yang kurang baik saat Utsman menjadi pemimpin. Bahkan, bukan hanya itu saja, sahabat-sahabat Nabi yang semulanya menyongkong Utsman, akhirnnya berpaling muka menjadi lawannya. Dengan kejadian tersebut, disatu pihak timbullah pendapat yang bersifat moderat, sedangkan yang lain, terutama Said bin Zaid berpihak kepada Utsman. “Seandainya gunung Uhud runtuh karena perbuatan kalian terhadap Usaman, maka keruntuhan itu sudah sepantasnya” begitu ucapnnya. Sedangkan Ibnu Abbas berkata, “Jika semua orang sepakat membunuh Utsman, tentu mereka akan di hujani batu dari langit”. Nampaknya dari pernyataan di atas lebih menunjukan pada anggapan bahwa para pembunuh Utsman sebagai pihak yang bersalah. Pendapat itu nampaknya hanya melihat dari segi sifat positif Utsman, seperti yang terdapat dalam sifat Utsman sebelum menjadi Khalifah, sedangkan perkembangan yang terakhir itu, saat Utsman menduduki jabatanya, kita melihat sepak terjang Utsman yang dilaluinya kurang terpuji, dan perubahan sifat baik ke buruk bisa saja terjadi pada setiap manusia, termasuk pada Utsman.

Adapun penilayan dari kelompok agak moderat, terhadap kasus terbunuhnya Utsman yang diberikan oleh Mu’tazilah yang mengatakan.”kami berpendapat bahwa semua kejadian itu tidak perlu sampai menghalakan darah Usaman, semestinya cukuplah Usman dipecat saja dari kedudukannya sebagai khalifah, dan orang tidak perluh tegas sampai membunuhnya”. Sementara Ali bin Abi Thalib menilai bahwa Utsman yang mengutamakan kepentingan keluarganya itu mengakibatkan keburukan bagi dirinya, sementara pemberontak yang terlalu merasa khawatir menyebapkan perbuatan nekat dan lupa diri. Allahlah yang akan menentukan hukum terhadap orang yang mengutamakan kepentingan keluarganya dan terhadap orang-orang yang lupa diri itu.

Akhirnya, setelah wafatnya Utsman, kaum pemberontak mendatangi para sahabat senior satu persatu yang ada di Madina, sepert Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar bin Khathab agar bersedia menjadi pengganti beliau, namun mereka menolak. Akan tetapi, saat itu kaum pemberontak dan Muhajirin lebih menginginkan Ali sebagai Khalifah. Ali juga menolak, sebab ia menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. []

[1] Permohonan resmi kepada pemerintah (surat)

Salman Akif Faylasuf
Santri/Mahasiswa Fakultas Hukum Islam, Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo

    Rekomendasi

    2 Comments

    1. Masih berupa terjemah bebas

    2. […] Di sini keadaan berbalik mundur, timbul gejolak politik, huru-hara silih berganti, petisi[1]dan intrik merajalela yang kemudian menyebabkan terbunuhnya Usman. Hari jumat, tanggal 8 Dhulhijjah […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini