Ulama

Gus Dur, Idola Penduduk Langit dan Bumi

(Ilustrasi: Bertagar.id)

Berbicara tentang Gus Dur tentu tidak ada habisnya. Teramat banyak hal yang bisa diselami dari pribadi seorang Gus Dur. Beliau adalah figur dengan segudang keutamaan yang dikagumi oleh banyak kalangan.

Namun, jika diajak menggambarkan sosok Gus Dur, penulis seolah langsung teringat satu hadits Rasulullah SAW yaitu :

Sayangilah semua yang ada di bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hadits ini mengandung makna yang sangat mendalam bagi seluruh umat manusia, terutama umat muslim. Barangsiapa yang ingin menggapai ridho Allah, serta memperoleh cinta dan kasih sayang dari penduduk langit, maka hendaklah ia mencintai dan menyayangi penduduk bumi. Setiap orang harus menebarkan cinta dan kasih sayang kepada sesamanya. Bahkan tidak hanya kepada sesama manusia saja, melainkan juga kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya.

Dan Gus Dur mampu menggapai derajat mulia itu. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah seorang manusia yang sangat luar biasa. Beliau adalah pribadi dengan segudang keteladanan yang mengilhami banyak kalangan. Mulai dari kaum santri, petani, guru, nelayan, budayawan, pejabat, cendekiawan, hingga tokoh agama lain. Kejujuran kiprahnya dalam berbagai bidang menjadikan dirinya sebagai sosok yang terus menginspirasi.

Sebagai orang Indonesia, khususnya yang sama-sama beragama Islam seperti Gus Dur, seyogyanya kita bisa memahami apa yang disumbangsihkan Gus Dur kepada Indonesia dan dunia. Dengan menggunakan kacamata nurani yang jernih, kita dapat menilai bahwa semua hal yang diberikan oleh Gus Dur hakikatnya adalah kemurnian dedikasi yang berorientasi kepada kemaslahatan universal. Kebaikan dan kemanfaatan yang dapat dirasakan oleh semua kalangan di manapun berada. Hanya saja, kita sendirilah yang kadang belum mampu membacanya.

Baca Juga:  Desember Bulan Gus Dur, Doktor Humoris Causa

Jika ditelaah dengan cermat, semua gagasan dan pemikiran Gus Dur sejatinya bersumber pada dua ajaran fundamental. Dua ajaran yang mencakup dimensi vertikal maupun horizontal. Ajaran yang bernilai sosial dan transendental. Kedua ajaran itu adalah agama dan kemanusiaan.

Gus Dur mengajarkan kepada kita bahwa agama adalah ajaran yang merahmati seluruh alam. Agama adalah suatu kebahagiaan. Kehadiran agama bukan hanya sebagai dogma tekstual semata, melainkan berisi pedoman/wejangan yang kaya akan tafsir kontekstual. Pada konteks ini adalah Islam. Islam merupakan agama yang senantiasa menebarkan kedamaian dan kasih sayang. Eksistensi Islam hakikatnya menjadi penerang bagi umat manusia guna menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Bukan sebagai media legitimasi kepentingan dan politik praktis dengan cara mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat.

Gus Dur, dengan kepekaan spiritualnya, mampu mengejawantahkan prinsip-prinsip ajaran agama ke dalam realita kehidupan. Sebut saja konsep Gus Dur tentang pluralisme. Gus Dur memberikan pelajaran nyata kepada kita bahwa keberagaman adalah anugerah yang harus dijaga. Pada wilayah teologi, eksistensi sebuah perbedaan merupakan sunnatullah yang wajib diimani. Keberagaman itu memang diciptakan oleh Allah supaya kita saling mengenal, mengisi dan melengkapi. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 :

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat : 13)

Ayat tersebut mengandung hikmah yang sangat besar. Bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dan beragam latar belakang kehidupan dengan maksud agar semua dapat saling mengenal. Dengan saling mengenal, akan tercipta tali persaudaraan yang baik. Baik persaudaraan sesama muslim, persaudaraan sesama anak bangsa, maupun persaudaraan sesama umat manusia.

Baca Juga:  Napas Panjang Seorang Penulis

Melalui ikatan persaudaraan tersebut, akan tercipta kehidupan yang damai, toleran, dan saling menghormati. Setiap orang akan mampu memandang sesamanya secara jernih. Hal ini penting untuk dikontekstualisasikan secara berkesinambungan. Sebab, kejernihan cara pandang dinilai dapat menghapuskan sifat dan sikap saling menyalahkan, mencemooh, menuduh bid’ah, dan lain sebagainya. Dengan demikian, keberagaman yang telah digariskan Allah benar-benar terasa hakikatnya, yakni rahmat bagi semesta.

Dalam dimensi kemanusiaan, Gus Dur dikenal sebagai figur yang gigih menyuarakan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Setiap manusia memiliki hak asasi yang dilindungi, baik oleh ajaran agama maupun aturan negara. Hak tersebut diyakini dan diakui oleh masyarakat internasional. Bahwa setiap orang diperbolehkan berkehendak, berpendapat dan berbuat sesuatu selama tidak merugikan atau membahayakan orang lain. Dan Gus Dur memperjuangkan hak-hak kemanusiaan tersebut secara istiqomah.

Apresiasi Gus Dur terhadap nilai-nilai kemanusiaan diwujudkan dalam implementasi yang nyata. Wujud implementasi pemikiran Gus Dur tentang kemanusiaan antara lain melalui permberian perlindungan terhadap kaum minoritas, penghormatan kepada non-muslim, serta mendukung upaya penyelesaian kasus-kasus ketidakadilan sekelompok orang kepada orang lain.

Selain itu, Gus Dur juga giat menjalin koneksi positif dengan seluruh lapisan masyarakat, tokoh lintas agama, dan siapapun dengan berlandaskan asas kemanusiaan. Gus Dur memandang bahwa dalam dimensi kemanusiaan, setiap orang di satu kondisi pasti memiliki persamaan. Baik dari sisi kehidupan sosial, keadilan, ekonomi, maupun dalam wilayah kesadaran transendental sebagai sesama makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa.

Jika dikaji lebih jauh, nampak luas sekali sumbangan dan dedikasi Gus Dur bagi kehidupan manusia. Beliau mengajarkan kepada kita bahwa hamba yang sempurna ialah siapa saja yang mampu bermesraan dengan Tuhan-nya seraya hidup damai dengan sesamanya. Dan hal inilah yang menjadikan penduduk langit dan bumi mengidolakannya.

Habib Wakidatul Ihtiar
Pengajar di IAIN Tulungagung dan Gudurian Trenggalek.

Rekomendasi

1 Comment

  1. […] intelektual pesantren, yang pernah menjadi Menteri Agama pada era kepemimpinan Presiden KH. Abdurrahman Wahid. Selain itu, Kiai Tolchah tercatat menjadi Guru Besar bidang Ilmu Pendidikan Islam sejak […]

Tinggalkan Komentar

More in Ulama