Apakah Perempuan Haid Wajib Qadha Shalat?

Secara mendasar, haid itu menjadi penghalang wanita untuk shalat. Tetapi ada beberapa wanita yang haid tapi masih wajib qadha. Apa saja shalat itu?

Wanita haid harus qadha’ shalat? 

Pernyataan itu bisa keliru, bisa benar. Ada beberapa model qadha’ shalat bagi wanita haid.

Dari Aisyah berkata, Nabi bersabda: Jika datang haid, maka tinggalkanlah shalat. Jika haidnya selesai, maka mandilah, bersihkan darahnya lalu shalatlah. (HR. Bukhari).

Secara mendasar, wanita haid selain dilarang shalat, mereka juga tidak diperintahkan mengganti shalatnya nanti saat suci. Hal itu didasari dari hadits Aisyah:

Aisyah berkata: Kita ketika haid, diperintahkan mengganti puasa tapi tidak diperintahkan mengganti shalat. (HR. Muslim).

Maka, wanita yang haid itu tak diwajibkan mengganti shalat yang telah ditinggalkan saat mereka haid.

Hanya saja memang ada beberapa model wanita yang haid, tapi dia tetap diperintahkan mengganti beberapa shalat yang ditinggalkan saat haid. Shalat itu adalah sebagai berikut:

Model pertama adalah wanita yang sudah melewati masuknya waktu shalat. Dia tidak segera shalat di awal waktu, malah datang haid duluan.

Maka, ketika haid dia tidak boleh shalat. Tetapi karena sudah masuk waktu shalat dan dia dalam keadaan masih suci, belum haid maka dia sudah mendapatkan kewajiban shalat.

Apakah dia berdosa karena tidak segera shalat?

Tidak berdosa. Karena waktu shalat masih ada, dia boleh shalat baik di awal waktu maupun di akhir waktu. Dan haid itu bukan sesuatu yang bisa diprediksi dengan presisi kapan keluar darahnya. Meskipun sebaiknya tetap shalat itu di awal waktu. Apalagi kalo sudah masuk waktu biasanya wanita datang haid.

Nanti jika dia sudah suci, maka shalat yang ditinggalkan itu wajib diganti. Sebagai contoh, ada wanita sudah jam 1 siang, tapi belum shalat. Ternyata datang haid. Maka nanti waktu suci, dia wajib qadha’ shalat dzuhur dahulu.

Baca Juga:  Mencerna Habitus Anti Kekerasan Seksual

Imam an Nawawi dalam al Majmu menyebutkan:

Nash dari Imam Syafii, bahwa perempuan jika mendapati awal waktu shalat dan dia bisa shalat seharusnya, lantas haid. Maka nanti jika suci dia wajib qadha’. Haid Wajib Qadha’: Suci di Waktu Isya’, Wajib Qadha’ Maghrib. Suci di Waktu Ashar, Wajib Qadha’ Dzuhur.

Model kedua adalah wanita yang suci dari haid di waktu isya’ atau waktu ashar. Maka jika sucinya di waktu isya’ sampai sebelum shubuh, setelah mandi wajib dia wajib shalat maghrib sebagai qadha’ dahulu lalu shalat isya’. Atau jika sucinya di waktu ashar, maka setelah mandi dia wajib shalat dzuhur dulu sebagai qadha’ lalu shalat ashar.

Selain suci di dua waktu tadi, maka tidak wajib shalat qadha’. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari Shahabat, Tabiin, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah.

Dari kalangan Malikiyyah, imam Ubaidullah bin Husain al-Milikiy dalam at-Tafri’ fi Fiqh al-Imam Malik menyebutkan:

Jika wanita haid itu suci, saat menjelang masuk waktu maghrib dia bisa shalat 5 rakaat, maka wajib bagi dia shalat dzuhur dan ashar. Karena dia telah mendapatkan waktu kedua shalat tadi… Jika dia sucinya di waktu malam menjelang masuk waktu shubuh, dia bisa shalat 4 rakaat, maka dia wajib shalat maghrib dan isya’.

Dari kalangan Syafi’iyyah, Imam Nawawi (w. 676 H) menyebutkan:

Jika sucinya di waktu ashar atau waktu isya, maka Imam Syafii dalam qaul jadidnya mewajibkan perempuan untuk qadha’ dzuhur lantas shalat ashar, atau qadha’ maghrib lalu shalat isya’.

Dari kalangan Hanbaliyyah, Imam Ibnu Qudamah dalam al Mughni menyebutkan:

(Masalah) Jika wanita haid suci, orang kafir masuk Islam, anak kecil balig sebelum matahari terbenam, maka dia wajib qadha’ dzuhur lalu shalat ashar. Jika sebelum fajar terbit, maka dia qadha’ maghrib lalu shalat isya’. Ini adalah pendapat dari Abdurrahman bin Auf, Ibnu Abbas, Thawus, Mujahid, an-Nakhai, az-Zuhri, Rabiah, Malik, al-Laits, Syafii, Ishaq, Abu Tsaur.

Imam Ahmad berkata: Semua tabiin berpendapat seperti ini, kecuali sayyidina Hasan saja. Dia tidak mewajibkan kecuali shalat yang di waktunya saja. Ini adalah pendapat at-Tsauri , Abu Hanifah dan ashab ar-ra’yi (fiqih  Irak).

Baca Juga:  NU, Makna Sabilillah dalam Distribusi Zakat, dan Fatwa Tentara Perempuan

Dalilnya apa? Pertama, ini adalah fatwa dari hampir semua shahabat dan tabiin dan juga ulama madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah.

Kedua, shalat dzuhur dan ashar, serta maghrib dan isya’ itu sebenarnya bagi orang yang punya udzur bisa dianggap satu waktu, karena bisa dijamak. Maka jika suci di waktu kedua, shalat di waktu pertama juga wajib diqadha’.

Itulah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Semoga bermanfaat.

Waallahu a’lam bisshawab. []

Musa Muhammad
Santri Pondok Pesantern as Syidiqiyah Bumirejo Kebumen.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Perempuan