Menelisik Kata Sahur, Suhur dan Sihir

Secara singkat, kata sahur (السَحور) adalah makanan yang dimakan di waktu sahur, sebelum subuh, atau ketika waktu gelap. Suhur (السُحور) adalah proses makan sahur di waktu gelap. Sedangkan sihir (السِحْر) melakukan sihir di waktu gelap, atau dekat dekat dengan pagi.

Tiga kata tersebut berasal dari akar kata yang sama, yaitu “س-ح-ر” (s-h-r), yang berarti “gelap” atau “malam”. Kata “sahur“, “suhur” dan “sihir” mengacu pada waktu yang gelap di mana orang-orang bangun untuk makan sebelum fajar. sedangkan kata sihir adalah memalingkan waktu dari gelap (malam) ke fajar (pagi).

Kata “sahur” dalam bahasa Arab berasal dari kata “سحور” (sahur) yang berarti “makanan sahur” atau “makanan sebelum fajar”. Kata ini sangat akrab sekali dengan orang-orang yang melakukan puasa, yaitu mereka makan sahur sebelum melakukan puasa di pagi harinya.

Sedangkan kata “suhur” dalam bahasa Arab berasal dari kata “سحور” (suhur) yang memiliki arti yang sama dengan “sahur“. Meskipun kedua kata tersebut sama-sama digunakan untuk merujuk pada makanan yang dikonsumsi sebelum fajar saat berpuasa, namun penggunaan kata “sahur” lebih umum digunakan di Indonesia dan Malaysia, sedangkan kata “suhur” lebih sering digunakan di Timur Tengah.

Tetapi, kalau ditelisik lebih dalam sahur dan suhur memiliki makna yang berbeda. Seperti penjelasan singkat di atas. Sahur adalah makan di waktu malam menjelang pagi, sedangkan suhur adalah kegiatan makannya.

السَحور الذي يتناول في السحر وأما السُحور التسحر آكل ذلك الطعام

Ada pula yang mengartikan, sahur adalah memalingkan atau berubah. Sahur adalah berubah dari lemah ke kuat, orang yang makan sahur yang sebelumnya lemah menjadi kuat. Dan juga berpaling atau menahan dari kelezatan dunia (jasadi, badani), menuju kekuatan rohani.

Baca Juga:  Menilik Makna Nahdhatul Ulama (dalam Bahasa Arab)

ولا سيّما إذا كان للصوم ، فيصرف الى حالة روحانيّة وإمساك عن اللذّات البدنيّة

Kata di atas berasal dari satu akar adalah mengalihkan dari apa yang merupakan realitas dan kebenaran kepada lawannya, seperti mengalihkan mata dari apa yang dilihatnya secara lahiriah kepada sebaliknya, dan mengalihkan hati dari apa yang dianggap kontradiksi. []

Halimi Zuhdy
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Pengasuh Pondok Literasi PP. Darun Nun Malang, Jawa Timur.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Pustaka