Setiap zaman pastinya selalu memunculkan kontroversi soal nubuwah palsu, padahal Islam sendiri yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW, merupakan risalah terakhir untuk menjadikan kehidupan ini penuh dengan kedamaian. Tapi tetap saja fenomena tersebut selalu muncul dan menuai konflik, seolah- olah membawa kita kepada keraguan kita kepada agama yang murni. Tapi sebenarnya fenomena Nabi palsu tersebut sudah muncul sejak kehadiran Musailamah Al Kadzab yang disertai dengan konflik perang Yamamah.
Munculnya nabi palsu dalam era fase akhir kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah diperingatkan , merupakan salah satu tanda datangnya hari akhir atau yaumul qiyamah, nabi pernah bersabda yakni, Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ الله
“Hari Kiamat tidak akan tegak sampai muncul para Dajjal pendusta, yang jumlah mereka mendekati tiga puluh orang. Semuanya mengaku bahwa dirinya adalah utusan Allah.” (Sahih, HR. al-Bukhari, “Kitabul Manaqib”, Bab: ‘Alamatun Nubuwwah fil Islam; Muslim, “Kitabul Fitan wa Asyrathus Sa’ah”, Bab: La Taqumus Sa’ah Hatta Yamurra ar-Rajul bi Qabri ar-Rajul, no. 3413)
Ulama sepakat kata “dajjal” merupakan simbolik tentang hadirnya pembawa risalah palsu, dan sabda itu sudah terbukti bahkan mereka yang menganggap diri sebagai nabi sudah datang di Indonesia, mulai dari Lia eden yang mengaku bahwa ia memperoleh wahyu dari Malaikat Jibril, kemudian mendirikan agama yang diberi nama “salamullah”.
Disusul Ahmad musadeq dengan nama aliran Alqidiyah Al islamiyah yang mengajarkan bahwa shalat dan puasa tidak wajib. Mengapa itu bisa terjadi? Dan bagaimana sikap kita menghadapi permasalahan tersebut kedepan? Kita akan bahas kali ini.
Faktor yang Utama
Yang pertama faktor kenabian palsu muncul karena memiliki hasrat pribadi keduniawian (Hasrat Nafsiyah) dan disertai kecintaan pada dunia (hubud dunya), pasti seorang nabi palsu yang muncul memiliki tujuan tertentu, entah politisasi, atau menginginkan attitude (popularitas), atau yang paling parah membawa pengikutnya kepada perilaku Deviasi Sosial (penyimpangan sosial)
Padahal Nabi Muhammad sendiri dalam ajarannya tidak memiliki tujuan tertentu misal berupa kekayaan, harta atau pangkat. Nabi hanya diberikan amanah oleh Allah Swt untuk membawa umat manusia kepada Rahmatan Lil ‘Alamin.
Yang kedua adalah Degradasi Ilmu agama, seseorang yang mengaku nabi palsu, biasanya ia mendapat wangsit atau ilham dari setan, untuk menyebarkan kesesatan, padahal semakin orang itu tahu agama, semakin ia menyadari bahwa Nabi yang terakhir hanya Nabi Muhammad saja.
Karena untuk memahami agama islam tidak hanya melalui Syariat saja, namun mengalami beberapa proses, seperti, Syariat, Thariqat, Hakikat, Ma’rifat. Dan memperoleh makrifat sendiri bukan semua orang dapat merasakannya, itu merupakan karomah dari Allah, tiada yang bisa menggapainya kecuali ia seorang Wali dan diakui kewaliannya dari Wali lainnya.
Yang tiga adalah Konflik Struktural dengan Islam, munculnya nabi palsu sebagian juga merupakan bentuk kekecewaan pelaku terhadap ajaran islam, hingga paling parah masuknya para Orientalis pembenci islam, yang memberikan bayaran untuk memperburuk citra islam. Islam sendiri sudah dijaga oleh Allah Swt sekalipun mereka merencanakan makar akan tetap sia-sia.
Sikap kita terhadap Fenomena tersebut
Dengan bermunculan fenomena tersebut, jangan lantas kita langsung percaya terhadap pelaku tersebut, yang paling penting adalah perlunya sikap kritis kita dengan meningkatkan ilmu kita mengkaji sifat al-anbiya dari beberapa kitab- kita Ulama’ kita seperti, Kitab Jawahirul Kalamiyah, kitab Aqidatul Awam, atau yang tertinggi Al Hikam Ibn Athaillah al Iskandari, disertai pengamalan Ibadah Mahdoh dan Ghoiru Mahdoh untuk memperkuat keimanan kita.
Dengan adanya fenomena tersebut, semakin kuatlah kita terhadap ideologi Negara, karena ideologi kita tersusun dari keyakinan yang dalam. Tersirat dari sila pertama. Dan sudah tugas kita memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang urgensi dampak kenabian palsu, supaya tidak ada korban atas penipuan dengan maksud dari pelaku tersebut, ditambah pentingnya memahami moderasi beragama di era milenial kini, serta lebih terfokus kepada hal yang obyketif dan rasional, daripada terpaku dengan hal yang bersifat mistik dan metafisik. Semoga apa yang saya tulis bisa bermanfaat sekian. []
Sumber referensi:
https://www.liputan6.com/tag/nabi-palsu
Yunus Husni, Jurnal Al-Nashihah, STRATEGI DA’I DALAM MEMBENTENGI MASYARAKAT ISLAM DARI PAHAM AJARAN NABI PALSU, Volume 3, No 2, ISSN 2503-104X.