Hadits Romantisme Rasulullah saw pada Malam Nishfu Sya'ban

1. Beliau berziarah kubur. Memintakan ampunan bagi kaum mukminin dan syuhada’. Beliau peduli kepada para sahabat yang masih hidup, juga beliau-beliau radliyallahu ‘anhum yang sudah wafat.

2. Kecemburuan Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anha, karena menyangka apabila Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mendatangi istri beliau yang lain. Wajar apabila seorang istri heran dan cemburu apabila suaminya tiba-tiba meninggalkan dirinya. Pesan bagi suami, jangan heran kalau istri cemburu. Itu tanda sayang. Pesan bagi istri, cemburu boleh, wajar. Yang aneh itu posesif.

3. Kelembutan kalimat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dalam menjelaskan duduk perkara/alasan beliau meninggalkan kamar dan bergegas ke pemakaman Baqi’, kepada Ummul Mukminin Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anha. Penting bagi suami tetap berpikiran dingin, tanpa emosi, menjelaskan perkara sebenarnya, dengan kalimat-kalimat yang juga santai, stabil, tidak dengan intonasi tinggi.

4. Rasulullah meminta izin kepada Ummul Mukminin Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu’anha untuk beribadah pada malam yang menjadi hak istrinya. Pesan bagi suami, kalau mau melakukan aktivitas, bisa dikomunikasikan dengan istri. Belahan jiwa akan merasa dihargai dan “diorangkan” jika dipamiti.

5. Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu’anha memperhatikan kebiasaan suami beliau. Pada saat itu Kanjeng Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam sujud sangat lama. Sang istri peduli dengan detail suami, karena tidak seperti biasanya. Khawatir kalau beliau wafat dalam kondisi sujud. Perhatian yang dilakukan dengan sepenuh hati.

6. Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu’anha langsung menghafalkan doa yang beliau dengar dari Rasulullah manakala beliau sujud. Keesokan harinya, beliau membacakan doa tersebut (men-tashhih-kan) di hadapan Kanjeng Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Beliau pun meminta kepada istrinya untuk mempelajari dan mengajarkan doa tersebut. Sebab, doa tersebut adalah kalimat yang diajarkan oleh Malaikat Jibril kepada Rasulullah. Di sini, kita bisa melihat “romantisme pedagogis”, suami yang menjadi guru pembimbing bagi istrinya. Dan istri yang menjadi pendidik/pengajar bagi orang lain. []

Baca Juga:  Potret Sang Nabi

Wallahu A’lam Bishshawab.

(Dari kitab Mādzā Fī Sya’bān, karya Abuya Sayyid Muhammad bin Alawī al-Malikī al-Hasanī al-Makkī. Halaman 101-102)

Rijal Mumazziq Zionis
Pecinta Buku, Rektor INAIFAS Kencong Jember, Ketua LTN NU Kota Surabaya

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini