Secara Bahasa, kata “Amsilati” bermakna “contohku”, maksudnya adalah sebuah metode yang digagas dan dituangkan dalam bentuk buku dengan banyak contoh agar mudah dipahami bagi seseorang yang ingin belajar kitab Turats atau kitab kuning. Amsilati adalah salah satu metode cepat dalam membaca kita Turats, yang digagas oleh KH. Taufiqul Hakim, pengasuh pondok pesantren Darul Falah, Bangsari, Jepara, Jawa tengah.
Sekilas tentang Mushonif kitab Amsilati ini, beliau lahir pada tanggal 14 Juni 1975 di Bangsari, Jepara, Jawa tengah. Beliau adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara dan sorang anak dari ayah ibu berlatar belakang petani. Pada masa kecilnya, beliau belajar ilmu-ilmu dasar dikampungnya, kemudian melanjutkan sekolah ke Yayasan Matholiul Falah Kajen, Pati. sekaligus menjadi santr di Pondok Pesantren Maslakhul Huda, Kajen yang diasuh oleh Rais ‘Aam PBNU yakni KH. Sahal Mahfudh. Pada saat yang sama juga beliau pergi ngalap barokah nyantri di Popongan Klaten dan belajar tarekot Nasabandiyyah dibimbing oleh KH Salman Dahlawi. Sekarang, beliau memimpin pesantren Darul Falah, Jepara yang didirikannya tahun 2002.
Awal mula, Kitab Amsilati ini dicetak dan diterbitkan sejumlah 7 jilid, ditambah dengan Rumus & qoidah dan khulasoh Alfiyah Ibnu Malik. Lalu untuk edisi revisi, Amsilati terbit menjadi 5 jilid. Selain itu, Kiai taufiq juga menulis kitab shorfiyah yang berisi tasrifan istilahi dan lughowi, yang dipadukan dengan kaidah I’lal dan diberi pengantar oleh kiai Mohammad Ilyas Ruhiat Cipasung.
Rumus & qoidah berisi tentang materi nahwu-shorof sedangkan 5 jilid Amsilati bertugas membahasnya dengan lengkap dan terperinci. Khulasoh Alfiyah Ibnu Malik, berisi tentang ringkasan Nadzman Alfiyah, berjumlah 184 nadzam. Metode amsilati sebenarnya juga menggunakan nadzam tertentu untuk mempermudah dalam menghafal, terutama khulashoh dan tammimah. Dalam hal ini nadzman tersebut sama dengan nadzam dala kitab nahwu lain. Isinya juga sama dengan kitab-kitab tata bahasa arab yang lain. Hanya saja, kekhasannya terletak pada 2 hal. Pertama, nadzam itu diberi arti arab pegon dengan miring, seperti ngesahi dalam pesantren, sehingga dengan pembaca membaca arab pegin ini sudah diajak berlatih untuk membaca kitab kuning. Kedua, kalimat arab pegon yang berbunyi Bahasa jaw aitu kemudian diartikan dengan bahasa jawa latin. Sehingga, jika terjadi kesulitan dalam membaca pegon dengan bunyi jaw aitu, maka bisa merujuk pada latin jawanya. Langkah yang kedua ini sangat membantu para pelajar untuk mengenal dan membaca kitab kuning gundul, karena diberi alat bantu dengan terjemah latinya. Ketiga, matan nadzam yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia, sehingga hal ini juga mempermudah bagi para pelajar yang tidak bisa berbahasa jawa.
Kitab amsilati ini diajarkan dengan cara pelan dan sangat memahamkan sehingga para pelajar sangat senang jika mempelajari kitab dengan metode seperti ini. Cara pembelajaran kitab Amsilati ini, para ustadz atau ustdzah membacakan materi, lalu ditirukan murid-murid secara bersamaan, kemudian dilanjut ustadz atau ustdzah memerintahkan muridnya untuk membaca contohnya satu persatu. Terkadang juga para ustadz dan ustdzah menanyakan materi yang sudah lewat agar para murid tetap mengingatnya.
“min tanpa harokat dibaca min menjadi min. min adalah huruf jer, bermakna saking atau dari. Semua huruf termasuk huruf jer hukumnya mabni. Dalilnya…” begitu kira-kita model pembelajaran amsilati.
Pada akhir bab setiap jilid semua murid meakukan ujian tulis yang dilakukan secara serentak. Sistem pembelajaran amsilati ini bersifat kompetisi dan kompetensi sehingga para pelajar harus sunggu-sungguh dalam mempelajari kitab amsilati ini. []