Mengejar Barokah

Dua hari yang lalu saya akhirnya berhasil sowan ke Kajen, setelah beberapa syuro tak bisa sowan karena adanya halangan. Mulai dari acara dirumah yang tidak bisa ditinggal, hingga dua kali syuro terhalang pandemi. Dan pada akhirnya hari sabtu kemarin saya berhasil memaksakan diri untuk hadir dalam acara reuni dadakan teman-teman satu angkatan di Mathole’. Acara pengganti syuro kemarin yang tidak berhasil diadakan.

Saya sengaja datang lebih awal, karena memang berniat agar bisa ziarah ke makam mbah Mutammakin lebih lama dan khusyuk. Juga agar bisa ziarah ke makam masyayikh yang lainnya. Dan alhamdulillah semua niatan itu tercapai.

Seperti mendapatkan setruman energi rohani lebih. Apalagi tanpa sengaja bisa sowan ke bunyai saya, Bu nafisah Sahal. Beliau adalah bunyai saya, yang sejak kecil memberikan tumpangan makan gratis buat saya. Tak jarang, malah lauk dahar beliau saya habiskan dahulu.

Setelah bisa sowan ke makam sesepuh, sowan bunyai. Setelah isya’ saya berangkat menuju tempat acara. Disana sudah berkumpul beberapa teman seangkatan yang berdatangan dari berbagai daerah. Bahagia semakin bertambah. Tawa tak pernah usai hingga selesai acara, bahkan berlanjut hingga subuhnya.

Meskipun banyak canda, namun terselip sambutan serius didalam acaranya. Salah satu pesan yang terkesan dalam hati saya adalah bagaimana kita, sebagai seorang santri harus selalu menyertakan doa guru dimanapun kita berada. Semangat ini sejalan dengan apa yang selalu dipesankan oleh Allahu yarham yai Sahal Mahfudz:

Santri jangan sampai lupa dengan guru-gurunya, setiap selesai shalat hendaknya mendoakan gurunya, minimal membacakan Fatihah untuk beliau-beliau.

Tak hanya guru yang mengajar dikelas, setiap santri kajen pasti pernah dipesan untuk tak lupa mengirim fatihah sebagai wasilah kepada mbah Mutammakin. Karena memang punjer, atau pusat dari keberkahan Kajen adalah mbah Mutammakin. Karena bahkan para kiai di Kajen pun mengharapkan kebarokahan dari mbah Mutamakkin, maka sudah selayaknya sebagai santri untuk meniru laku baik tersebut.

Baca Juga:  Khidmah Santri Berbalas Barokah Sang Kiai

Apa yang dipesankan oleh Allahu yarham Yai Sahal ini, adalah peringatan sekaligus ijazah amalan. Hendaknya bagi seorang murid untuk selalu ingat dan mendoakan para guru. Semua itu demi kebarokahan ilmu. Karena memang sudah mulai umum terjadi, para murid melupakan guru mengajinya dahulu, karena tersilaukan oleh ustad atau guru baru yang mungkin lebih cemerlang dimedia.

Banyak santri atau murid, yang menghormati sosok berdasarkan jumlah subscriber ataupun follower. Mereka lupa pada jasa gurunya dahulu, yang mengajarkan a i u, ba bi bu. Ataupun ilmu islam dasar yang jarang muncul di media.

Beliau, Allahu yarham Yai Sahal seolah-olah ingin mengingatkan kita: bahwa yang perlu dicari adalah barokah, bukan mewah.

Memang kebarokahan terletak dalam berbagai tempat dan waktu, bila dalam tulisan terdahulu saya menekankan pentingnya menyelesaikan proses. Itu karena berdasarkan pada dawuh bapak: “wes tamat tok, niku pun mengandung barokah (hanya tamat sekolah saja, itu sudah mengandung kebarokahan)”. Kebarokahan tamat adalah satu hal, dan kebarokahan hidup dan ilmu dengan menjaga ikatan ruhaniyah dengan guru adalah hal lain. Dimana dua-duanya adalah satu kesatuan usaha kita, sebagai seorang murid untuk mendapatkan barokah.

Terutama barokah dari para guru.

Kebarokahan dalam rezeki tak menjamin kekayaan, tapi dia menjamin kecukupan. Kebarokahan dalam ilmu tak menjamin kepintaran, tapi dia menjamin kebermanfaatan. Kebarokahan dalam hidup tak menjamin ketenaran, tapi dia menjamin kebahagiaan. Di dunia dan akhirat dalam keabadian.

Semoga kita mampu menggapai barokah dengan cara tak melupakan, siapa yang menunjukkan kita jalan menuju tuhan. []

#salamKWAGEAN

Muhammad Muslim Hanan
Santri Alumnus PIM Kajen dan PP Kwagean Kediri

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah