Kata haji yang sering kita dengar di dalamnya mengandung nilai historis yang sangat dalam. Sebab dalam ibadah haji kita melakukan napak tilas sebuah peristiwa besar dibalik jejak-jekak peninggalan nabi Ibrahim AS yang akhirnya kita kenal dalam bahasa al Quran dengan istilah Syaarillah.
Semua manasik haji di dalamnya seperti Thawaf, Sa’i, Jumrah, Wuquf dan sebagainya menjadi prasasti sejarah bagi umat Islam. Tempat tersebut di”Hajjah”kan yakni umat Islam melakukan napak tilas untuk menggali dimensi spiritual di balik “situs-situs” Syaarilllah tersebut.
Kabah yang merupakan titik sentral umat Islam mengandung nilai historis yang dalam, Kata Kabah bila ditinjau dari ayat
اِنَّ اَوَّلَ بَيْتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلْعٰلَمِيْنَۚ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia”.
Dari ayat di atas bisa dipahami bahwa, Pertama, Kabah di awal pendiriannya mengingatkan umat Islam pada sejarah Nabi Adam yang dibangunkan rumah pertama kali di muka bumi ini karena merindukan suasana seperti yang pernah dialami pada saat di Surga. Sehingga Allah memerintahkannya untuk melakukan putaran seperti yang terjadi di baitul makmur, oleh karena itu titik putaran di mana Nabi Adam melakukannya kemudian disebutkan dalam al Quran sebagai “rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia” yang kini dikenal dengan nama Kabah. Bahkan hingga sekarang situs sejarah peninggalan dari surga masih tetap dilestarikan yaitu adanya batu surga (Hajar Aswad) yang tertanam di salah satu pojok kabah.
Kedua, bangunan Kabah ini mengajak kita menapaki jejak Nabi Ibrahim, khususnya saat meninggikan bangunan sakral ini, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut:
وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Bangunan Kabah ini mengingatkan kita pada kisah Nabi Ibrahim dan putranya nabi Ismail dengan bukti artefak adanya maqom Ibrahim dan Hijr Ismail di sekitar Kabah. Belum lagi bila melihat “situs” Syaair lainnya seperti bukit Shofa dan Marwah mengingatkan kita pada ketawakalan dan kegigihan seorang ibu dalam mempertahankan kehidupan putranya di tengah-tengah gurun pasir yang gersang dan tandus, hingga akhirnya melahirkan air Zam-zam yang bisa kita nikmati hingga kini.
Di samping itu, situs syaair seperti arofah bisa dipahami dari tiga sudut pandang seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Ibnu Ishak. Pertama, nama Arofah bermakna bertemu atau mengenal yang menjadi titik pertemuan antara Nabi Adam dan Siti Hawa. Kedua, kata Arofah dari ayat berikut dipahami sebagai tempat “reuni” umat Manusia:
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجِّ عَمِيْقٍ. لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيْمَةِ اْلأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيْرَ. ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوْفُوا نُذُوْرَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.
Dari ayat ini mengandung makna bahwa Arofah menjati pusat berkumpul dan bertemunya segala etnis dari penjuru dunia yang sekaligus mengingatkan bahwa mereka berawal dari satu leluhur yakni nabi Adam AS.
Ketiga, aspek sufistik mengingatkan pada ajaran Islam bahwa Arofah merupakan ruang dimensi spesial bagi jamaah haji untuk menjalin hubungan dengan orang yang sudah meninggal. Sehingga Allah memerintahkan para malaikat bahwa siapapun yang memohonkan ampun pada orang yang sudah meninggal di padang Arofah maka tentu Allah akan mengampuni dosa para arwah tersebut. Demikian pelaksanaan Jumrah mengingatkan kita pada historisitas keteguhan dan kesabaran nabi Ibrahim dan keluarganya dalam menjalani perintah Allah. Oleh karena pelaksanaan Ibadah Haji ini napak tilas yang semua pelaksanaannya lebih menekankan ibadah jasmaniah untuk menapaki atau mengulang sejarah nabi terdahulu khususnya di titik-titik syaair tersebut.
Kalau ibadah haji kita tinjau dari aspek sosial tentunya, pesan aligoris di balik pelaksanaan haji meminta atau mengajak umat Islam untuk menjadi orang kaya. Mengapa demikian? karena jika kita renungkan secara mendalam, Ibadah Haji merupakan seruan dari Allah sehingga menjadi kewajiban bagi seluruh umat Islam.
Dalam Ibadah Haji umat Islam secara tidak langsung diseru untuk memiliki kemampuan fisik (sehat) dan kemampuan untuk menempuh perjalanan (biaya perjalanan) dalam bentuk apapun bisa menggunakan unta (meskipun kurus), kapal laut atau yang sering digunakan saat ini yaitu pesawat terbang.
Hal ini menyiratkan bahwa bila orang Islam yang telah menunaikan rukun Islamnya, minimal selama hidupnya pernah memiliki kemampuan untuk naik pesawat. Secara otomatis kelas status sosialnya lebih tinggi.
Jadi, secara ekonomis Islam menganjurkan bahkan wajib untuk mampu melakukan hal tersebut atau bahkan “wajib untuk kaya” bukti kekayaan ini disimbolkan selama hidupnya pernah naik pesawat. Makna mendalam kalau kita menggunakan pendekatan ushul fiqh. Umat Islam wajib naik pesawat tentunya tujuannya untuk melaksanakan ibadah haji. Hal ini bisa dipahami dari ayat:
Orang-orang yang datang memenuhi panggilan Allah dengan berjalan kaki atau mengendarai unta (kala itu). Tetapi saat ini kata “ضَامِرٍ “ bisa dipahami sebagai pesawat. Artinya bahwa naik pesawat menjadi syarat sah terlaksananya ibadah haji, sebagaimana wudlu menjadi syarat sah dalam mendirikan zakat.
Semoga bermanfaat…
Aamiin…