Posisi Pesantren dalam Kebhinnekaan NKRI

Pesantren dianggap sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Menilik kembali dalam catatan sejarah, sebagian ahli sejarah mengemukakan bahwa pesantren telah muncul sejak era Wali Songo di Pulau Jawa, tepatnya pada masa Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Gresik. Beliau dianggap sebagai peletak dasar pertama sendi berdirinya pesantren, yang kemudian tongkat estafet pendirian lembaga pendidikan Islam dilanjutkan oleh putranya, Raden Rahmat atau Sunan Ampel di daerah Kembang Kuning, Surabaya. Meskipun, pada masa itu bentuk pesantren belum terlembagakan dan memiliki sistem yang jelas seperti pesantren di era sekarang, tetapi secara substansial pesantren pada era tersebut telah menjadi pusat pendidikan Islam bagi masyarakat sekitar.

Istilah pesantren sendiri muncul dari kata santri yang mendapat imbuhan pe- dan -an, yang berarti tempat dimana para santri tinggal atau menetap guna menimba ilmu terkhusus ilmu agama Islam kepada seorang tokoh yang dikenal dengan istilah Kyai. Kata santri sendiri berasal dari kata Sashtri (Castri:India), yang dalam bahasa Sanskerta berarti orang yang mempelajari dan mengetahui kitab suci Hindu. Masih belum ada kepastian kapan istilah santri itu muncul, namun dalam perkembangannya istilah santri populer untuk sebutan bagi seseorang yang tengah mendalami atau mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam kepada seorang kyai atau ulama’.

Berbicara perihal santri di Indonesia, di masa lampau kita akan melihat sebuah fakta bahwa santri memiliki peran yang cukup besar dalam proses merebut dan mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Banyak tokoh dari kalangan pesantren yang menjadi pemeran utama di balik perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, seperti sosok KH. Hasyim Asy’ari, seorang tokoh pendiri Nahdlatul Ulama. Dari pesantren pulalah para santri berkembang dan ditanamkan jiwa nasionalisme yang tinggi serta cinta akan tanah air tempat ia dibesarkan. Hingga pada akhirnya dari pesantren ini pulalah muncul para anak bangsa yang menjadi tokoh penting atau pemimpin di negeri ini, sebut saja sosok Gus Dur yang menjadi presiden ke-4 Republik Indonesia.

Baca Juga:  Sambut Hari Santri Nasional, HUDA Pidie Jaya Gelar Zikir dan Doa Bersama

Merunut pada sisi historis, pondok pesantren berawal dari kegiatan pendidikan dan dakwah Islam yang dilakukan oleh para kyai yang melaksanakan aktivitasnya di masjid atau surau. Materi pendidikan dengan menggunakan kitab turats atau sering dikenal sebagai kitab kuning menjadi pemandangan tersendiri, karena memberikan kesan keaslian sumber-sumber berbahasa Arab karya dari berbagai ulama’ di dunia. Tidak mengherankan jika hal tersebut membuat para santri dari berbagai pelosok negeri datang untuk menuntut ilmu bahkan tinggal di bilik-bilik yang dibangun di sekitar masjid tempat dimana kyai mengajarkan ilmunya.

Tak jarang santri-santri tersebut datang dari daerah yang jauh dengan latar belakang budaya dan tradisi yang berbeda dengan lingkungan sekitar pesantren. Di bilik-bilik inilah para santri yang memiliki latar belakang suku dan budaya yang berbeda berkumpul tanpa ada diskriminasi dan memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Di pesantren, para santri diajarkan akan nilai-nilai persatuan dan persaudaraan. Mereka saling berinteraksi satu sama lain guna mencapai tujuan mereka datang dari berbagai pelosok negeri guna menuntut ilmu agama.

Dari situlah berkembang ikatan persaudaraan yang kuat, kemandirian dan kepribadian yang rendah hati, yang kemudian menjadi ciri khas pesantren. Latar belakang itu pula yang membentuk karakter santri menjadi sosok yang cinta akan perdamaian, persatuan, serta berjiwa nasionalisme. Tidak berlebihan jika pesantren disebut sebagai sebuah miniatur dari lingkungan masyarakat yang majemuk. Keberagaman di dalam pesantren juga mencerminkan kebhinnekaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang majemuk. Dimana bangsa ini terdiri dari berbagai macam perbedaan, yang kemudian disatukan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dan dalam ranah pesantren sendiri dikenal dengan istilah Ukhuwah Wathoniyyah, yakni rasa persaudaraan atas dasar persamaan latar belakang bangsa. Nilai kebhinekaan dalam pesantren dapat diwujudkan melalui sikap saling menerima dan menghargai terhadap perbedaan, membentuk karakter toleransi dalam beragama, mengenalkan berbagai tradisi dan budaya,  menanamkan sikap saling tolong menolong dalam kebaikan, serta pembentukan kesadaran persatuan dan kesatuan bangsa.

Baca Juga:  Inilah Rekomendasi Hasil Silatnas Bunyai Nusantara 2

Melalui hal tersebut, di masa kini Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, pesantren diharapkan mampu menjadi lembaga yang memainkan peran penting atau bahkan pemeran utama dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, menjaga kerukunan antar umat beragama dan membentuk santri menjadi generasi muda yang sholih, toleran, dan cinta tanah air. Dengan demikian,  pesantren memiliki posisi penting sebagai garda terdepan dalam memberikan kontribusi nyata guna membangun masyarakat yang harmonis dengan berlandaskan nilai-nilai kebhinekaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. []

Rendi Aji Alamsyah
Santri Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini