Opini

Patung, Haramkah? #1

Patung Gus Dur Kecil Membaca Buku di Taman Amir Hamzah, Jakarta, tepat di depan kediaman Nyai Sholihah Wahid Hasyim Sumber: nu.or.id

Ijinkan saya menulis agak panjang, agar bisa bertukar pemahaman dengan lebih utuh dan menghindari salah faham, tentang patung dan seni 3 Dimensi dari sisi hukum dan sejarahnya dalam Islam.

Sudah lama dada saya terasa sesak jika mendengar oknum umat Islam yang memaksakan pemahaman mereka soal keharaman gambar dan seni rupa lainnya yang berkaitan dengan makhluk hidup.

Ada kawan saya yang punya percetakan, dia dan rekannya tidak menerima order cetak semua makhluk yang bernyawa. Lebih parahnya menghakimi keyakinan agama lain. Padahal sikap seperti itu sama sekali bukan ajaran Islam. Dan tidak dicontohkan generasi terbaik dari umat ini.

Dari paham seperti ini mungkinkah lahir teknologi printer 3D? Dan teknologi auido visual maupun seni mutakhir? Jauh panggang dari api.

Larangan menggambar (dalam segala teknik dan objeknya) makhluk hidup bersumber dari hadis saheh Bukhari Muslim, validitasnya tidak diragukan. Diantaranya,

عن عبد الله بن مسعود قال سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول : إن أشد الناس عذابا عند الله يوم القيامة المصورون . رواه البخاري ( 5606 ) ومسلم ( 2109 ) .

“Manusia yang mendapat adzab paling keras pada hari kiamat kelak adalah mereka seniman Gambar”. (Hadis Muslim).

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إن الذين يصنعون هذه الصور يعذبون يوم القيامة يقال لهم أحيوا ما خلقتم .  رواه البخاري ( 5607 ) ومسلم ( 2108 )  .

“Orang-orang yang membuat gambar ini akan disiksa oleh Allah kelak pada hari kiamat dan mereka diperintah untuk menghidupkan apa yang mereka gambar”. (Hadis Bukhari).

عن أبي طلحة قال :  سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ” لا تدخل الملائكة بيتا فيه كلب ولا صورة تماثيل ” .  رواه البخاري ( 3053 ) ومسلم ( 2106 ) .

Baca Juga:  Seni Membaca

“Malaikat tidak masuk kedalam rumah yang terdapat anjing, dan gambar-gambar.” (Hadis Bukhari)

Pertanyaanya, apa memang seperti itu maksudnya? Ini permasalahannya, teksnya bener tapi pemahamannya yang salah. Sudah salah ngotot. Repot sekali.

Maksud hadis itu tidak dipahami secara harfiyah. Melainkan subtansinya seperti kisah Perintah Rasulullah saw untuk sholat Ashar di Bani Quraidhah. Sebagian sahabat memahami wajib sholat ashar di Bani Quraidhzah walaupun baru sampai ke Bani Quraidhah pada saat Isya. Sebagian lagi memahami secara subtansi, perintah itu agar mereka mempercepat perjalanan, dan mereka tetap sholat ashar di Bani Quraidhah pada waktunya.

Masalah patung dan gambar makhluk hidup dalam hadis-hadis itu sama dengan kisah diatas. Sebahagian besar sahabat memahami secara subtansial saja. Misalnya, “Malaikat tidak akan masuk rumah yang terdapat gambar”. Menurut ulama itu hanya malaikat pembawa wahyu yaitu Malaikat Jibril. Dan tentu rumah yang dimaksud adalah rumah Rasulullah saw.

Simak keterangan berikut,

. أما الأحاديث التي فيها أن الملائكة لا تدخل بيتاً فيه صورة أو كلب، فالراجح أن المقصود هي ملائكة الوحي، لا غيرها. ولذلك جعل ابن حبان هذا خاصاً بالنبي . وإلا فالملكين الموكلين بالمرء يدخلون مثل هذه البيوت. والله أعلم

 

“Hadis-hadis yang menjelaskan ‘Malaikat tidak akan masuk rumah yang terdapat gambar atau anjing’, menurut fatwa ulama yang rajih (unggul) adalah malaikat wahyu. Oleh karena itu Ibn Hibban mengatakan hadis ini khususiah bagi Nabi saw. Jika tidak demikian, maka bagaimana dengan malaikat muwakilain, dua malaikat yang senantiasa menyertai manusia apakah meninggalkan manusia dirumah mereka saat disana terdapat gambar dan anjing?”

Sekarang bagaimana hukum patung-patung? Patung yang disembah disebut ashnam, berhala. Sedangkan selain untuk keperluan sesembahan disebut tamatsil, التّماثيل, kita namai patung saja.

Baca Juga:  Berdakwah Melalui Kesenian: Kita Menganggap Seni sebagai Apa? (2)

{ولسليمان الريح غدوها شهر ورواحها شهر وأسلنا له عين القطر ومن الجن من يعمل بين يديه بإذن ربه ومن يزغ منهم عن أمرنا نذقه من عذاب السعير* يعملون له ما يشاء من محاريب وتماثيل وجِفانٍ كالجَوابِ وقُدورٍ راسيات اعملوا آل داودَ شكرًا وقليلٌ من عبادي الشكور} (سبأ:12-13)

Dalam ayat tersebut patung-patung yang menghiasi Istana Nabi Sulaiman disebut التّماثيل (Patung).

Jika patung dilarang karena ini persoalan akidah, tauhid maka kenapa Allah menoleransi patung-patung di istana Sulaiman As? Bukankah akidah termasuk yang tidak berubah sejak Nabi-Nabi terdahulu? Sebagaimana dijelaskan dalam ayat,

.  {شرع لكم من الدّين ما وصّى به نوحاً والذي أوحينا إليك، وما وصّينا به إبراهيم وموسى وعيسى، أن أقيموا الدّين ولا تفرّقوا فيه…} (الشّورى:13).

Ternyata larangan dalam hadis-hadis diatas bukan soal objek, melainkan subjek. Yaitu karena banyak penyembah berhala yang baru masuk Islam. Sebagai kehati-hatian mereka melarang semua bentuk gambar ditempatkan diposisi terhormat karena khawatir sebagian umat yang belum kuat kembali menyembah berhala.

Misalnya bisa dilihat dalam hadis Ikrimah berikut

قال عكرمة: «كانوا يكرهون ما نُصِبَ من التماثيل نصباً، ولا يرون بأسا بما وطئته الأقدام». وعكرمة ينقل هنا عن الصحابة.

Para Sahabat tidak senang ada patung atau gambar terpasang (di dinding), tidak masalah jika gambar pada posisi yang terinjak (seperti karpet).

Muhammad bin Sirin juga menguatkan keterangan Ikrimah diatas.

وقال محمد بن سيرين: «كانوا لا يرون ما وُطِئَ وبُسِطَ من التصاوير مثل الذي نُصِبَ».

Klaim An-Nawawi yang meriwayatkan ijma (konsensus) haram membuat patung 3 dimensi (memiliki bayang-bayang) diberi catatan oleh Ibn Hajar dalam Fath Bari.

قال النّووي في شرح مسلم (14|82): «وأجمعوا على منع ما كان له ظلّ ووجوب تغييره». لكن ابن حجر استدرك في الفتح (10|388): «إن هذا الإجماع محلّه غير لعب الأطفال».

Baca Juga:  Meneladani Gus Mus, Berbicara dan Berdakwah melalui Seni Lukis

“Ijma yang diriwayatkan an-Nawawi selain patung (boneka) untuk mainan anak-anak”.

Diriwayatkan Rasulullah saw menggunakan ‘bantal’ yang terdapat gambar makhluk hidup. Dan sebagaimana diriwayatkan Sayidah A’isyah bahwa Rasulullah mengijinkan penggunaan patung (boneka) untuk mainan anak-anak. Berikut keterangannya,

وثبت أنّ رسول الله (r) استعمل وسائد ومرافق فيها صور، ولكنّه كان ينقض التّصاليب ويزيلها. كما ثبت عنه إباحة لعب الأطفال- وهي تماثيل صغيرة- كما روت أم المؤمنين عائشة رضي الله عنها.

Bahkan ulama besar madzhab Syafi’i, al-Qadhi Iyadh meriwayatkan mayoritas ulama memperbolehkan memperjual belikan boneka (patung) untuk mainan dan pendidikan anak-anak.

وقد نقل القاضي عيّاض عن جمهور الفقهاء أنّهم أجازوا بيع هذه اللعب لتدريب البنات على إدارة شؤون الأطفال، وهذا من الأغراض المعتبرة شرعاً.

Kenapa gambar dan patung dalam keterangan itu ditoleransi? Karena jauh dari kemungkinan disembah. Mungkin seseorang menyembah gambar di karpet? Mungkin anak kecil menyembah boneka? Tidak.

فالصحيح أن ألعاب الأطفال جائزة للذكور والإناث بغير كراهة، لأنها بعيدة عن مظنة التعظيم. وكان أحد مشايخنا يقول: إن عقول الأطفال أكبر من عقول كثير من الكبار، ذلك أنك لا تجد أبداً طفلاً يعبد الدمية التي يلعب بها.

Nah saya tidak pernah menemukan umat Islam menyambah patung, jika ada mereka belum terdidik tauhidnya. Maka bukan mengharamkan dan menghancurkan patung tapi membenahi tauhid seperti yang dilakukan kiai-kiai kami.

Sejak kecil kiai kami tidak pernah membahas syirik dan bid’ah tapi membekali dengan metode mendeteksi kesyirikan melalui pengajaran tauhid yang benar. Akidah khomsin, akidah 50. Akidah uluhiyah, rububiyah yang diwarisi dari ahli hadis sudah kadaluarsa, expired. Dan terbukti memakan korban dan kerusakan di berbagai negara.

Ahmad Tsauri
Dosen IAIN Pekalongan, Alumnus UIN Sunan Kalijaga, dan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini