Sejarawan Somalia, Dr. Hassan Sheikh Hussein Osman, pada 27 Agustus 2015 melakukan penelitian ke makam ibunda Nabi Muhammad Saw, yakni Sayyidah Aminah di Desa Abwa, 230 km utara Mekkah yang ditetapkan sebagai “daerah terlarang” oleh pemerintah Saudi Arabia yang Wahabi.

Dengan bantuan beberapa peziarah dari Pakistan dan Bangladesh yang tahu persis lokasi makam serta bagaimana meloloskan diri dari polisi Saudi yang jelas-jelas melarang ziarah kubur, setelah melakukan pendakian beberapa bukit yang cukup terjal, sampailah rombongan “terlarang” itu di Desa Abwa dengan koordinat GPS: 23°06′33″N 39°05′40″E, namun yang sungguh mengagetkan, makam itu telah dibuldoser, diratakan dengan tanah dan dilumuri tumpahan oli agar siapapun yang datang mengira tempat itu bukan makam.

Sembari kejar-kejaran dengan polisi Saudi yang semakin mendekat, rombongan Dr. Hassan segera membersihkan oli, mananam sejenis pohon kaktus, menuang minyak wangi dan segera membaca Yasin dan zikir. Begitu rombongan mulai bergegas turun. Sembari tergesa-gesa dan marah, polisi Saudi dengan garang menginterogasi, “Apa yang kalian perbuat di atas? Syirik syirik! Itu kuburan orang Pakistan, bukan kuburan siapa-siapa!”

Demikianlah, otoritas Saudi tega-teganya menjadikan makam Ibunda Nabi Muhammad Saw sebagai kawasan terlarang, dibuldoser dan diratakan dengan tanah, dilumuri oli bekas, serta mengatakan bahwa pusara mulia itu sebagai kuburan orang Pakistan. Padahal, seluruh umat Islam di dunia berhutang budi kepada perempuan suci yang telah ikhlas dan ridho melahirkan baginda Nabi Saw. Ini sungguh pelecehan kepada sayyidah Aminah, ibunda Nabi kita.

Ciri utama gerombolan Wahabi (khususnya di Indonesia) yang minus ilmu dan defisit akhlak, antara lain: mereka kerap ejakulasi dini dalam beragama, sehingga tak hanya gemar menggunakan atribut jahiliyah, mereka juga memonopoli kebenaran dengan terus menyerang tradisi Islam Nusantara, seperti: tahlil, ziarah kubur, istighosah, peringatan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, selamatan, tarekat, majlis zikir dan salawat, dengan narasi yang membenturkan budaya Nusantara dengan dalih memurnikan Islam dari takhayul-bid’ah-khurafatkemusyrikan dan amar makruf nahi munkar.

Para salaf palsu ini (dengan kekuatan materi dan media) sengaja menabrakkan mazhab Ahlussunnah wal Jamah an-Nahdhiyyah (fikih, tasawuf dan ilmu kalam) atau kitab kuning tradisi pesantren dengan Qur’an-Hadits. Tujuannya apa? Semata ingin mengkafir-bid’ah-syirikkan siapapun yang berbeda dengan Wahabi, agar hanya mereka yang masuk surga dan mencium ketiak bidadari. Namanya juga ejakulasi, kawanan wahaboy biasanya over percaya diri dalam menyalah-nyalahkan siapapun yang berbeda.

Karena memang tak punya keahlian apapun selain menyalah-nyalakan dan mereka cari makan plus popularitas dengan cara itu, sampai-sampai, neo-khawarij cum jahiliyah ini juga menyerang keluarga dan orang tua baginda Nabi.

Pertanyaan yang agak pelik dan menyayat-nyayat perasaan seluruh umat Islam adalah: bagaimanakah status orang tua Nabinda Muhammad Saw, kafir atau muslim? Adakah keduanya ahli neraka atau ahli surga? Kalangan Salaf palsu (mutamaslif) jahiliyah ini meyakini bahwa kedua orang tua Nabi adalah ahli neraka berdasarkan hadits berikut:

Baca Juga:  Tabaqat Ibnu Saad; Sejarah Nasab Khalifah Umar bin Abdul Aziz

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِيْ؟ قَالَ: فِي النَّارِ. فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ: إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ

Dari Anas ra, bahwasanya ada seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, di manakah tempat ayahku (yang telah meninggal) berada?” Beliau menjawab, “di neraka!” begitu si lelaki beranjak pergi, beliau memanggilnya lalu bersabda, “sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka.” [HR. Imam Muslim/203].

Hadits yang juga menjadi andalan pengikut Dzil Khuwaishirah dan Ibnu Abdil Wahhab (neo-khawarij) adalah:

Dari Abu Hurairah ra ia berkata, “Nabi pernah menziarahi kubur ibunya, beliau menangis dan membuat orang-orang di sekelilingnya turut menangis kemudian beliau bersabda, ‘aku tadi meminta izin kepada Tuhanku untuk memohon ampun baginya (ibunda beliau) tetapi aku tidak diperkenankan, aku lantas meminta izin kepadaNya untuk menziarahi kuburnya (ibunda beliau) kemudian Allah memberiku izin.” [HR. Imam Muslim/976–977].

Menurut bani otak cingkrang yang sering ngaku-ngaku paling ulama, berdasarkan teks (zhahir) kedua hadits tersebut, jelas-jelas kedua orang tua kanjeng Nabi Saw adalah kafir, kafir vonisnya neraka, dan oleh karena itu haram mendoakan keduanya. Demikian klaim serampangan dan tuduhan keji dan tidak beradab kaum tekstualis berjidat biru terhadap orang tua Nabi yang mulia. Bagaimana menjawab tuduhan kampungan itu, Kisanak?

Bantahan Pertama
Mari kita simak sembari seruput kopi, pada hadis pertama tidak ada redaksi yang menyatakan bahwa ibu Rasulullah Saw berada di neraka atau masuk neraka. Tidak dizinkannya beliau memohon ampunan bagi ibundanya tidak lantas bermakna bahwa sang ibu itu musyrik(ah). Sebab, logika sederhananya, jika betul ibunda beliau musyrik dan atau kafir, tentu Allah SWT akan melarang kanjeng Nabi menziarahi makamnya. Kenapa? Karena jelas haram, Gan!

Pada hadits kedua, yang dimaksud “ayah” oleh kanjeng Rasul Saw bukanlah sayyid Abdullah bin Abdul Muthallib ayah kandung beliau, melainkan paman beliau, yakni Abu Thalib bin Abdul Muthalib yang belum pernah menyatakan keislamannya meski berkali-kali Baginda Nabi menyampaikan, membujuk dan mendoakan.

Di sinilah polemik itu bermula. Ayahanda Nabi Saw wafat jauh sebelum kerasulan beliau, bahkan sebelum beliau lahir. Itu artinya, ayahanda Nabi Muhammad adalah ahlul fathrah, yakni termasuk orang-orang yang tidak dibebani dosa karena hidup di masa kekosongan wahyu dan transisi kenabian. Sehingga, Nabi Saw memanggil ayah/bapak kepada pamannya. Lagi pula, ini sudah menjadi kebiasaan orang Arab, memanggil paman dengan sebutan ayah.

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, ‘pantaskah kau jadikan berhala-berhala itu sebagai Tuhan? Sungguh, kulihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.'” [QS. Al-An’am: 74]

Perlu diketahui bahwa ayah Nabi Ibrahim as. bukanlah Azar, melainkan Tarakh/Tarikh. Demikian keterangan valid semua ahli dan penulis sejarah Nabi (sirah nabawi), misalnya Ibnu Ishaq, Ibnu Hisyam, bahkan Ibnu Katsir dan ahli-ahli tafsir kredibel (mu’tabarah) lainnya. Lantas, siapakah Azar dalam ayat di atas? Ia tak lain adalah paman Nabi Ibrahim as. Jadi, sudah lazim orang-orang Arab memanggil paman dengan sebutan ayah. Belum puas? Tambah lagi kopinya, ini, Kisanak!

Baca Juga:  Wahabi dan Anomali Lagu Balonku Ada Lima

Sementara itu, ulama lain menilai hadits ahad sudah pada ngerti apa dan bagaimana serta kedudukan hadits ahad, kan? hadis tersebut telah dimansukh (direvisi) oleh riwayat sayyidatina Aisyah ra. Dengan demikian, kedua orang tua Rasulullah Saw terbebas dari neraka.

حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وزهير بن حرب قالا حدثنا محمد بن عبيد عن يزيد بن كيسان عن أبي حازم عن أبي هريرة قال زار النبي صلى الله عليه و سلم قبر أمه الحديث قال النووي هذا الحديث وجد في رواية أبي العلاء بن ماهان لأهل المغرب ولم يوجد في روايات بلادنا من جهة عبد الغافر الفارسي ولكنه يوجد في أكثر الأصول في آخر كتاب الجنائز ويضبب عليه وربما كتب في الحاشية ورواه أبو داود والنسائي وابن ماجة قلت قد ذكر بن شاهين في كتاب الناسخ والمنسوخ أن هذا الحديث ونحوه منسوخ بحديث إحيائها حتى آمنت به وردها الله وذلك في حجة الوداع ولي في المسألة سبع مؤلفات

Artinya: “Dari Abi Hurairah ra, Nabi Muhammad Saw menziarahi makam ibunya dan seterusnya… Menurut Imam An-Nawawi, ‘Hadits ini terdapat pada riwayat Abul Alla’ bin Mahan penduduk Maroko, tetapi tidak terdapat pada riwayat orang-orang desa kami dari riwayat Abdul Ghafir Al-Farisi.

Namun demikian, hadis ini terdapat di kebanyakan ushul pada akhir bab Jenazah. Kadang ditulis dengan hasyiyah [keterangan, catatan tambahan]. Hadis ini diiwayatkan Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah.’ Hemat saya jelas, Ibnu Syahin menyebutkan di dalam kitab Nasikh dan Mansukh bahwa hadis ini dan hadis yang semakna dengannya telah dimansukh oleh hadis yang menerangkan bahwa Allah menghidupkan kembali ibu Rasulullah sehingga ia beriman kepada puteranya, lalu Allah mewafatkannya kembali. Ini terjadi pada Haji Wada’. Mengenai masalah ini saya telah menulis tujuh kitab. ” (Lihat Abdurrahman bin Abu Bakar, Abul Fadhl, Jalāluddīn As-Suyūthi, Ad-Dibāj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj).

Bantahan Kedua
Pernyataan dungu mereka yang soal kembali ke Qur’an-Hadits adalah: Mengapa kedua orang tua dan kakek Nabi Muhammad Saw tidak masuk neraka, padahal belum pernah menyatakan iman? Ini jelas, Brur, karena nash-nash Al-Qur’an mengindikasikan dengan gamblang (sharih) bahwa kedua orang tua Nabi Saw bukanlah ahli neraka.

Allah berfirman, “Dan Kami tidak akan mengazab (siapapun) sebelum Kami utus seorang Rasul.” [QS. Al-Isra’: 15]. Hal senada juga disampaikan dalam QS. Al-An’am: 131, QS. Asy-Syu’ara: 208, QS. An-Nisa’: 265, QS. Al-Qashash: 46 dan 59.

Di sisi lain, sudah menjadi ketentuan Allah SWT bahwa Dia tidak akan membalas atau menyiksa segala bentuk pelanggaran, dosa, termasuk syirik, kecuali setelah mengutus para Nabi dan Rasul. Setega itukah Tuhan yang kita sembah? Bukankah dalam hadis qudsi Allah berfirman bahwa “Aku lebih mendahulukan rahmat-Ku daripada murka-Ku”. Namun demikian, Tuhan seringkali dinarasikan sebagai Pamarah, Pendera dan Penyiksa oleh kalangan Wahabi dan saudara kembar siam mereka, yakni ISIS dan HT(I).

Baca Juga:  Potret Sang Nabi

Nabi Muhammad acapkali dinarasikan sebagai pribadi yang membawa Kitab Suci di tangan kiri dan pedang di tangan kanan. Apa yang terjadi? Agama menjadi sedemikian kaku, dangkal dan kering, keras dan kasar, jauh dari kesantunan dan kemanusiaan sebagimana diteladankan Baginda Nabi.

Kaum defisit ilmu dan minus pekerti itu lupa bahwa tugas Nabi hanya menyampaikan Islam dengan pendekatan yang paling manusiawi, bukan memaksakan Islam. Nah, menjadi Islam atau tidak, itu wewenang dan hak prerogatif Allah SWT dalam penganugerahan hidayah. Logika sederhana misalnya, jika Anda seorang guru, tugas Anda hanya mendidik dengan ikhlas, santun dan sabar serta terus mendoakan murid-murid Anda, selebihnya Allah SWT yang berhak memberikan ilmu, membuat murid-murid Anda pandai serta apakah mereka nanti menjadi baik atau buruk dengan ilmu yang diterima. Anda hanya guru bukan Tuhan, pun juga Baginda Nabi, beliau tak lain hanya seorang Rasul, bukan Tuhan!

Namun demikian, begitu Nabi sudah diutus untuk menyempurnakan akhlak, begitu hujjah telah disampaikan, maka barang siapa mau beriman, hendaklah beriman, pun juga sebaliknya, karena masing-masing akan mendapat balasan. [Asy-Syathibi dalam kitabnya Al-Muwaffaqāt juz III hal. 377]. Penjelasan senada bisa diperiksa misalnya dalam [Al-Qasimi, Mahāsin at-Ta’wīl juz X hal. 312] serta [Ibnu Taymiyyah, Majmū’ul Fatāwā juz XIII hal. 493].

Demikian, semoga kita dijauhkan dari segala bentuk sesat pikir dan penistaan kepada kedua orang tua Rasulullah Saw yang mulia. Satu hal yang sangat laknat dan pasti menyakiti perasan beliau serta tentu saja dimurkai Allah SWT. Na’udzu billah. Jangan berhenti ngopi dan belajar, Kisanak!

Lamat-lamat, saya masih ingat kalimat terakhir yang sering saya sampaikan di setiap perdebatan dengan Wahabi dan para pengasong khilafah, “seandainya formulir kenabian (nubuwwah) masih ada, saya akan mengisinya dan segera menjadi Nabi, lalu berdoa semoga Wahabi, HTI, ISIS dan segala konspirasi jahat yang merusak tatanan Allah SWT di muka bumi berikut gerakan trans-nasionalnya yang tak lain adalah konspirasi zionisme internasional segara ditenggelamkan oleh Allah ke perut bumi.” Hehehe.

Apapun itu, kita tetap membutuhkan Khawarij kontemporer, juga Abu Jahal digital dan Abu Lahab milenial. Apa gunanya? Bukankah mereka tak jauh beda dengan Setan? Nah, iman Anda masih amatir kalau masih cemas dengan setan dan Abu Jahal. Mereka tetap kita perlukan sebagai penyemangat dalam berdakwah dan membangun NKRI. Sebagai apa lagi? Mereka berguna untuk mengotori buku-buku sejarah. Sebagai apa lagi? Ya sebagai penghuni neraka lah! Sebagai apa lagi? Kok nanya terus.

Ach Dhofir Zuhry
Alumni PP Nurul Jadid Paiton, Penulis Buku Peradaban Sarung, Kondom Gergaji dan Mari Menjadi Gila, Pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah Penasehat Dunia Santri Community dan pengampu kajian Tafsir Tematik NUonline tiap ahad sore 16.30 WIB

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Berita