Hikmah

“Lockdown” Madinah ketika Perang Khandaq

Ilustrasi: sumber freepik.com

Secara logika dan taktik militer, Nabi Muhammad dan 3000 pasukannya di Madinah, tak mungkin menang menghadapi koalisi 10.000  pasukan musuh yang satu ini. Bagaimana tidak? Dari segi jumlah saja, sudah njomplang, tak sebanding. Seperti tank-tank dan bedil Sekutu di perang kemerdekaan melawan pasukan kita yang meneteng bambu runcing. Tapi apa yang terjadi? Kaum muslimin mampu mengatasi kekalutan yang berlangsung hampir sebulan ini.

Inilah Perang Khandaq, yang terjadi pada 31 Maret 627 M. Sebuah koalisi (al-ahzab) yang terdiri dari orang-orang Quraisy Makkah, tentara bayaran suku Badui dan Abissinia, barsekutu mengepung kaum muslimin di Madinah. Perang ini diabadikan dalam Al-Quran Surat Al-Ahzab[33] 9-27.

Setelah mengetahui jumlah musuh yang tak seimbang itu, Nabi Muhammad saw mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi, bermusyawarah, memecahkan persoalan bersama. Meski beliau adalah seorang Nabi kekasih pemilik jagat raya yang dikirim kepada kita bangsa manusia, bertindak sangat-sangat demokratis, tidak main perintah begitu saja.

Singkatnya, usulan strategi datang dari Salman Al-Farisi, seorang muslim Persia (Iran), yang menawarkan membuat parit (khandaq). Nabi pun memakai usulan Salman dan memerintahkan para sahabat untuk menggali parit mengelilingi Madinah. Dalam catatan Philip K. Hitti, khandaq berasal dari bahasa Persia, kandan (menggali) melalui bahasa Aramaik. (History of The Arabs, 2018, Bandung: Mizan, Cet 1, hal.147)

Dengan penggalian parit itu, secara otomatis, Madinah di-lockdown (karantina wilayah). Parit-parit itu diberi tombak, agar kuda terbaik ketika itu tak bisa melewatinya. Panah terbaik yang meluncur, tak mampu menjangkaunya. Strategi ofensif ini, oleh banyak sejawaran, diduga kuat berasal dari Persia, yang berpengalaman dalam siasat perang.

Adapun Lockdown dalam hal ini, seperti definisi dari Cambridge Dictionary, adalah a situation in which people are not allowed to enter or leave a building or area freely because of an emergency: situasi di mana orang tidak diizinkan masuk atau meninggalkan gedung atau area secara bebas karena keadaan darurat. Dalam konteks Perang Khandaq ini, adalah untuk menahan pergerakan musuh.

Peta strategi Perang Khandaq. Sumber: Wikipedia.org

Abu Sufyan, pemimpin suku Quraisy Makkah yang waktu itu belum masuk Islam, hanya bisa geleng-geleng kepala mengetahui parit itu. Strategi perang yang sama sekali baru bagi orang Arab waktu itu. Sampai-sampai, kata Hitti dalam bukunya, mereka menganggap strategi ini tak jantan.

Baca Juga:  Historis Islam: Makkah dan Madinah

Namun ada yang nekad. Amr ibnu Abdu al-Wud, Ikrimah bin Abu Jahal dan Dhirar bin al-Khattab, melewati parit yang sempit dan berhasil menerobos masuk. Sayyidina Ali kw keluar bersama beberapa pasukan. Amr menanatang duel dengan penuh ejekan. Sayyidina Ali pun meladeni tantangan ini, dan dengan mudah menumbangkan Amr. Melihat jawara itu tewas, semua petarung Quraisy lari terbirit-birit ketakutan.

Meski begitu, Abu Sufyan yang memusatkan kekuatannya pada pasukan kavaleri, tak kehabisan akal. Mereka mendirikan tenda, mengepung dan mengerahkan daya – upaya untuk menyerang lawan.

“Tunggu saja, biarpun kita tidak bisa menyerang, paling-paling nanti kelaparan,” kata Abu Sufyan, seperti diceritakan Gus Baha ketika menjelaskan Tafsir Surat Al-Ahzab. “Nanti kalau kehabisan bekal baru diserang,” imbuhnya, menirukan.

Prediksi Abu Sufyan benar-benar terjadi. Stok logistik pasukan Nabi Muhammad habis, karena akses keluar ditutup. Sampai-sampai, ada sahabat yang mengganjal perutnya dengan batu. Ada sahabat yang curhat: “Nabi, saya itu sampai mengganjal perut dengan batu,” keluhnya.

Sejurus kemudian Nabi memperlihatkan perutnya, sambil berkata: “ganjalku sudah dua, kamu baru satu,” jawab Sang Nabi, santuy di tengah krisis makanan. Haha!

Dalam pada pengepungan itu, ada suatu malam hujan salju yang sangat dingin (lailatun bariidah). Nabi Muhammad, yang sudah menjadi pemimpin waktu itu, memanggil sahabatnya.

Siapa sahabatku yang mau melihat kondisi orang kafir, aku jamin masuk surga,” kata Nabi.

Tapi tak ada satu sahabat pun yang mau, saking dinginnya. Bayangkan, dijamin surga oleh Nabi tak mau. Semua diam saja. Namun, ketika Nabi me-mention nama, barulah ia mau. Kalau jaman sekarang, ini mungkin seperti pesan broadcast lebaran, yang malas kita membalas, beda dengan meng-inbox langsung dengan menyebut nama, karena lebih spesial.

Baca Juga:  Covid-19 dan Keutuhan Keluarga

“Hai Hudzaifah,  ke sinilah,” panggil Nabi. Hudzaifah pun menurut.

“Andai Nabi tidak menyebut namaku, aku takkan datang,” katanya. haha!

“Hudzaifah, kamu lihatlah pasukan orang kafir, tapi jangan melakukan apa pun,” perintah Nabi. Ia pun menurut, meski menggigil kedinginan.

Ketika hujan salju dan angin topan yang dahsyat itu, Abu Sufyan – sang pemimpin kafir Makkah – sampai memegang tangan Huzaifah.

“Kamu siapa?”

Huzaifah, sang intelijen itu pun diam saja.

Kata Hudzaifah, “andai aku tidak dapat instruksi Nabi untuk tidak membunuh, sudah kubunuh. Aku dengan dia itu digandeng,” ungkapnya, usai pengintaian.

Singkat cerita, kemudian Abu Sufyan putus asa, lalu mengumumkan: “perang ini tak dapat diteruskan, ayo pulang!”.

“Tidak bisa. Muhammad sudah terkepung kok ditinggal pulang,” kata pasukannya.

“Sudahlah, kamu tak pulang pun aku tetap pulang,” jawab Abu Sufyan, enteng saja.

“Pasukan penyerang itu akhirnya bergerak mundur di akhir bulan setelah jatuh korban sebanyak 20 orang dari kedua belah pihak,” tulis Hitti. Inilah yang direkam oleh Tuhan dalam Al-Quran:

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ahzab: 90.

Kemudian pertanyaan pentingnya: orang kafir kocar-kacir itu karena angin, karena khandaq, atau karena mukjizat? Jawabannya tentu karena angin topan kiriman Tuhan. Khandaq hanya bisa menahan Nabi dan pasukannya, yang suatu saat bisa saja menyerang. Tapi kalau angin topan? Inilah, ketika Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya.

Menurut KH. Maimoen Zubair, sebagaimana disitir Gus Baha, Allah “tak terima” kalau Nabi kalah konsep dengan Salman Al-Farisi. “Maka Nabi itu tidak begitu mau berpikir (strategi, pen.), karena mentang-mentang dekat dengan Tuhan. Sudah tahu kalau semua itu terserah Tuhan, jadi tak mau memikirkan,” jelas Gus Baha, ulama yang memfokuskan dirinya pada tafsir Al-Quran.

Baca Juga:  Hijrah dan 1 Muharram (Kalender Hijriah Dibuat Setelah 17 Tahun Peristiwa Hijrah)

Sebagai tambahan, kisah Perang Ahzab juga bisa kita saksikan dalam film serial Omar (Umar bin Khattab), yang diproduksi oleh MBC Group dan Qatar TV, dan rilis pada 18 Agustus 2012 silam. Biografi sejarah sepanjang 30 episode ini menghabiskan dana 200 juta riyal Arab Saudi.

Terakhir, perang unik ini banyak memberikan pelajaran kepada kita. Pertama, dalam menyelesaikan masalah, Nabi Muhammad melibatkan para sahabat untuk berdiskusi. Kedua, ada ikhtiar. Ketiga. Ini yang juga penting, adalah berdoa dan bertawakkal. Berpasrah diri kepada Allah SWT. Kemenangan kaum muslimin pada Perang Khandaq di atas penentunya adalah Allah SWT.Wallahu A’lam.

Rekomendasi

2 Comments

Tinggalkan Komentar

More in Hikmah