Berikut ini adalah fragmen dari dua gambar halaman manuskrip kitab “Muqaddimah al-Fawâ’id allatî Lâbudda min al-‘Aqâ’id”. Kitab tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan berisi kajian mengenai pokok-pokok teologi Islam (ilmu tauhid).
Teks “Muqaddimah al-Fawâ’id” tersebut terdapat dalam sebundel manuskrip yang menghimpun sejumlah teks kitab karangan Syaikh Yusuf Makassar (w. 1699) dan muridnya, Syaikh Abdul Bashir al-Dharir (w. 1733). Sosok terakhir, al-Dharir, dikenal juga dengan Puang Rappang, seorang ulama besar asal negeri Bugis yang hidup di peralihan abad ke-17 dan 18 M.
Bundel manuskrip yang menyimpan sejumlah karya Syaikh Yusuf dan Puang Rappang tersebut saat ini tersimpan sebagai koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) Jakarta.
Dalam bagian akhir teks kitab “Muqaddimah al-Fawâ’id”, disebutkan jika karya tersebut ditulis dan didedikasikan untuk Pangeran Abdul Qadir, putra dari Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad (m. 1647-1651) putra dari Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdul Qadir (m. 1596-1647).
Tertulis di sana:
قال المؤلف – أيّده الله تعالى: كتبتُ هذه الرسالة لأجل حضرة مولانا المحبّ الصادق وسيّدنا عبد القادر بن السلطان أبي المعالي بن السلطان [أبي] المفاخر صاحب بنتن [المحروسة]، بلّغه الله تعالى الى مراده وجعله من خير عباده آمين يا ربّ العالمين
(Berkata sang pengarang kitab – semoga Allah Ta’ala senantiasa mendukungnya: aku menulis risalah ini untuk hadirat tuanku tercinta, yang tulus, juga junjunganku [Pangeran] Abdul Qadir putra Sultan Abu al-Ma’ali putra Sultan [Abu] al-Mafakhir penguasa Banten [al-Mahrusah/yang Terjaga], semoga Allah Ta’ala menyampaikan maksudnya dan menjadikan salah satu hamba terbaik-Nya. Amin ya rabbal ‘alamin)
Abdul Qadir, sosok yang mana kitab “Muqaddimah al-Fawâ’id” dikarang dan didekasikan untuknya, merupakan seorang pangeran yang hidup di istana Kesultanan Banten, anak dari Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad (penguasa Banten kelima). Dengan demikian, Pangeran Abdul Qadir adalah saudara dari Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah (Ageng ing Tirtayasa, memerintah 1651-1683) bin Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad bin Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdul Qadir.
Pencantuman judul kitab “Muqaddimah al-Fawâ’id allatî Lâbudda min al-‘Aqâ’id” tertulis secara jelas pada bagian pembukaan teks manuskrip, demikian halnya pendedikasian karya tersebut untuk Pangeran Abdul Qadir pada bagian akhirnya. Namun sayangnya, tidak terdapat keterangan secara eksplisit terkait siapa nama pengarang atas kitab “Muqaddimah al-Fawâ’id” ini.
Meski demikian, teks “Muqaddimah al-Fawâ’id” tersebut terhimpun bersama dengan teks-teks berbahasa Arab lainnya yang merupakan karangan Syaikh Abdul Bashir al-Dharir atau Puang Rappang, seperti “Daqâ’iq al-Asrâr” (dipersembahkan untuk Sultan Bone Idris La Patau Matanna Tikka, m. 1696-1714) dan “Bahjat al-Tanwîr” (dipersembahkan untuk Sultan Gowa Mangkasar Fakhruddin Abdul Jalil I Mappadulung Daeng Mattimung Karaeng, m. 1677-1709).
Dalam “Daqâ’iq al-Asrâr”, Syaikh Abdul Bashir al-Dharir atau Puang Rappang memberikan keterangan jika dirinya pernah bermukim di lingkungan Kesultanan Banten. Puang Rappang menulis:
وذلك لما كنتُ في محروس بَنْـتَن . ثم وجدتُ في بعض الكتب مثل ذلك لما كنتُ في هذه الجزيرة
(Hal tersebut ketika aku berada di kota Banten al-Mahrus. Kemudian aku juga menemukan hal tersebut dalam kitab-kitab sebagaimana hal kajian tersebut ketika aku berada di wilayah [pulau] Banten tersebut)
Jejak aktivitas Puang Rappang di wilayah Kesultanan Banten tidaklah mengherankan. Hal ini karena guru utama Puang Rappang, yaitu Syaikh Yusuf Makassar (w. 1699), memang tercatat pernah menjadi ulama besar yang berkarir di lingkungan istana Banten selama kurun masa 1670-an hingga 1683-an, di masa pemerintahan Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah (Ageng ing Tirtayasa) yang tak lain adalah saudara dari Pangeran Abdul Qadir.
Selama di Banten, Syaikh Yusuf Makassar juga tercatat menulis sejumlah karya yang didedikasikan untuk Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah (Ageng ing Tirtayasa), seperti “Zubdat al-Asrâr” (ditulis tahun 1676) dan “Qurrat al-‘Ain”. Termasuk halnya ketika Syaikh Yusuf Makassar diasingkan ke Srilanka (Ceylon) oleh pihak VOC Belanda, beliau masih menulis sebuah karya yang didedikasikan untuk Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah, berjudul “Habl al-Warîd li Sa’âdat al-Murîd” (ditulis tahun 1688).
Jadi, apakah pengarang kitab “Muqaddimah al-Fawâ’id” yang dipersembahkan untuk Pangeran Abdul Qadir Banten ini adalah Syaikh Abdul Bashir al-Dharir (Puang Rappang) atau Syaikh Yusuf Makassar? Wallahu A’lam.
Terlepas dari itu, satu hal yang menarik untuk diulas lebih jauh dalam kajian ini adalah fakta sejarah terkait aktivitas kepengarangan para ulama yang berasal dari luar wilayah Kesultanan Banten yang didedikasikan untuk para keluarga penguasa Banten. Aktivitas ini telah berlangsung sejak awal abad ke-17 M.
Pada paruh abad ke-17 M, misalnya, terdapat Syaikh Muhammad ‘Alî bin ‘Allân al-Shiddîqî al-Makkî (w. 1647), atau yang dikenal dengan nama Ibnu Allan, seorang ulama besar dunia Islam yang berkedudukan di Makkah, yang menulis sejumlah karya untuk Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdul Qadir (Syarah Nashîhah al-Mulûk; Syarah al-Durrah al-Fâkhirah; al-Mawâhib al-Rabbâniyyah ‘an al-As’ilah al-Jâwiyyah) dan juga untuk Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad bin Sultan Abu al-Mafakhir (Raf’u al-Hijâb).
Tercatat pula Syaikh Nuruddin al-Raniri (w. 1658), seorang ulama Gujarat yang pernah menjabat sebagai grand-mufti di istana Kesultanan Aceh, yang menulis karya berjudul “Taudhîh al-Lama’ân fî Takfîr Man Qâla bi Khalq al-Qur’ân”. Karya tersebut didedikasikan untuk Sultan Abu al-Mafakhir Banten.
Pada paruh kedua abad ke-17 M, terdapat Syaikh Ibrâhîm al-Kûrânî al-Madanî (w. 1690), ulama sentral dunia Islam asal Kurdi yang berkarir di Madinah, yang menulis karya berjudul “Kasyf al-Mastûr fî Jawâb Su’âl ‘Abd al-Syakûr”. Karya tersebut didedikasikan untuk muridnya yang berasal dari keluarga Kesultanan Banten, yaitu Syaikh Abdul Syakur bin Pangeran Abdul Karim bin Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdul Qadir.
Ada juga Syaikh Yusuf Makassar (w. 1699), ulama asal Makassar yang menjadi ulama sentral di lingkungan Kesultanan Banten pada masa pemerintahan Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah Ageng ing Tirtayasa, yang – sebagaimana telah disebut di atas – mengarang sejumlah kitab dan didedikasikan untuk sang sultan, yaitu “Zubdat al-Asrâr”, “Qurrat al-‘Ain”, dan “Habl al-Warîd”.
Wallahu A’lam
Sumber gambar: PNRI Jakarta
Bacaan lanjutan:
– Azra, Azyumardi. 2004. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepaulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Kencana.
– Bruinessen, Martin van. 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
– Peacock, A.C.S. 2024. Arabic Literary Culture in Southeast Asia in the Seventeenth and Eighteenth Centuries. Leiden: Brill.
– Ridhwan. 2016. Pendidikan Islam Masa Kerajaan Bone: Sejarah, Akar dan Corak Keilmuan serta Peranan Kadi. Lhokseumawe: Unimal Press.
– Sya’ban. A. Ginanjar. 09 Mei 2021. Raf’ul Hijab, Kitab Tasawuf dari Makkah untuk Sultan Banten. https://sanadmedia.com/post/raful-hijab-kitab-tasawuf-dari-makkah-untuk-sultan-banten
– Umam, Zacky Khairul. 2024. The Scribe of Sufi-Philosophical Letters: Shaykh Yūsuf of Makassar’s Formative Decades (1640s-1660s) in Arabia and Syria. Studia Islamika, Vol. 31, No. 3 (2024).