Pada dasarnya kehidupan manusia di dunia ini sebetulnya berdampingan dengan alam yang sewaktu-waktu bisa membahayakan kehidupan manusia. Artinya bahwasanya alam layaknya seperti dua mata pisau yang terbalik. Misalnya hujan, disisi membawa dampak positif untuk kehidupan di muka bumi akan tetapi disisi lain bisa menyebabkan bencana banjir. Dalam konteks “we are living enemy” bahwasanya kehidupan kita ini hidup berdampingan dengan sesuatu hal yang tidak kita inginkan. misalnya sekarang ini, kurang lebih selama delapan bulan, kita sedang hidup berdampingan dengan virus covid-19 yang disatu sisi berdampak positif, disisi lain berdampak negatif.
Untuk mengawali tulisan ini bahwasanya apa yang disebut dengan musibah, bencana atau segala sesuatu yang dipandang buruk, pada hakikatnya adalah kebaikan. Musibah atau bencana yang terjadi entitasnya adalah kebaikan. Kita sering tertipu dengan fenomena alam yang kita anggap itu adalah sebuah kejahatan (musibah dan bencana) kenapa diciptakan oleh Tuhan, apakah Tuhan ingin menghancurkan kehidupan alam ini? Pemikiran yang seperti ini menandakan bahwasanya akal pikiran kita tidak mampu menangkap entitas musibah sebagai suatu kebaikan. Karena semua yang berasal dari Tuhan hakikatnya adalah kebaikan. Seperti yang dikatakan oleh filsuf yang bernama Leibniz, bahwasanya Tuhan itu maha bijaksana, maha baik. Tuhan tidak akan menciptakan segala sesuatu yang benar benar jahat, melainkan ada kebaikan (hikmah) dibaliknya.
Enemy yang dimaksud disini bisa berupa bencana alam, bencana non-alam ataupun dampak dari konflik. Dalam tulisan kali ini, saya akan membahas tentang bagaimana cara kita menyikapi enemy supaya tidak menjadi lebih buruk atau istilah lainya; bagaimana cara kita menghadapi dunia yang tidak sempurna ini untuk tidak semakin buruk. Para ahli baik dari kalangan sains maupun filsuf sebetulnya sudah membicarakan tentang hal yang tidak bersahabat dengan kehidupan manusia. Bencana (enemy) dikatakan musibah karena pada realitanya banyak menyengsarakan kehidupan manusia. Namun jika kita bisa berfikir dengan jernih dan menggunakan logika, bahwasanya dalam setiap bencana yang ada terdapat suatu rahmat “Rohmah”
Bencana alam ataupun non-alam yang terjadi belakangan ini sesungguhnya itu adalah bagian dari Sunnahtullah “ketetapan Tuhan” yang dibalik itu semua terdapat hikmah yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Contoh misal, kenapa Tuhan menciptakan Gunung merapi? Padahal gunung merapi sangat berbahaya untuk kehidupan di sekelilingnya jika terjadi letusan bahkan bisa menimbulkan korban jiwa. Namun jika menyikapinya dengan positif, bahwasanya setiap gunung yang meletus pasti akan mengeluarkan material kaya akan mineral yang menjadi nutrisi untuk kesuburan tanah. Sehingga peremajaan tanahpun terjadi dan bermanfaat untuk kesuburan suatu tanaman yang menjadi penopang sumber kehidupan manusia. Diciptakannya gunung merapi menandakan bahwasanya ada hikmah yang tersembunyi di dalam perut bumi, apabila dikeluarkan akan bermanfaat untuk kehidupan manusia.
Dalam teori termodinamika alam, bahwasanya segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini baik yang buruk atau tidak merupakan bagian dari keseimbangan untuk alam semesta. Dalam kasus virus covid-19, ada sebuah pandangan bahwasanya suatu penyakit itu berasal dari sistem ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh manusia. Apabila sistem imunitas manusia terganggu, maka bakteri negatif akan mulai menyerang tubuh manusia. Jika sistem imunitas kita tidak terganggu (seimbang) maka pada prinsipnya, bakteri negatif yang dari luar tubuh akan dilawan dengan imun. Melihat banyak kasus dokter dan perawat meninggal dalam penanganan covid-19 menandakan bahwa Rumah sakit dapat menjadi sumber penyakit dan berkembangnya virus atau bakteri. Disinilah bakteri bersaing dengan bakteri lainnya secara ilmiah dan memiliki keunggulan daripada bakteri biasanya, maka bisa dikatakan bahwa orang yang bekerja di Rumah sakit termasuk orang yang rawan terjangkit atau tertular virus dengan kondisi imun yang tidak seimbang bisa menyebabkan kematian.
Maka penting bagi seorang yang bekerja di rumah sakit untuk selalu menjaga kondisi tubuh, memiliki stamina yang prima dan memiliki daya imun yang cukup baik untuk meminimalisir terjangkitnya virus. Inilah contoh komunitas kecil dari “we are living with enemy” orang yang bekerja di rumah sakit hidup dengan berbagai ancaman bakteri dan virus. Sedangkan bakteri dan virus merupakan sesuatu yang tidak di inginkan oleh mereka. Disisi lain, rumah sakit baginya adalah sumber penghasilan perekonomian mereka. Seperti yang dikatakan Stephen hawking: life on eart is at the ever-increasing risk of being wiped out by a disaster, such us sudden global nuclear and conflik, a genetically engineered virus or the other danger we have not yet thought of. Jadi, manusia hidup dunia ini realitanya dikelilingi penuh dengan bahaya, Tinggal kita membaca dan menyikapi bencana tersebut, apakah mau dengan perspektif Leibniz (hikmah) atau mau menggunakan perspektif Voltaire (realita dan fakta). [HW]